Fourth

32.7K 1.2K 7
                                    

Mama menatapku heran. Aku berlari menuju kamar tanpa mempedulikan tatapan Mama itu. Aku berlari seperti anak kecil yang telah mendapatkan balon yang di inginkan nya. Ketika aku melewati kamar Ryo, aku melihat dia menatapku dengan tangan yang bersekap didadanya. "Hey kakak childish. Tak bisa kah kau bersifat sedikit lebih dewasa?" Ryo menatapku seolah meremehkanku. Aku balas menatapnya dengan tatapan sinisku. "Aku bukan childish Ryo. Bisakah kau tak usah bersifat sok dewasa seperti ini?" Aku pergi meninggalkan Ryo dan berjalan menuju kamarku. Ketika aku menutup pintu kamarku, kudengar Ryo menjerit meneriaki namaku. Aku hanya terkekeh dan berjalan meninggalkan pintu yang barusan aku tutup. Aku merebahkan tubuhku dan menatap langit-langit kamarku dengan bahagia.

"Aaaaaahh. Terima Kasih tuhan. Terima kasih telah mengabulkan permintaanku!!" Aku teriak dengan bahagia. Aku ingin memejamkan mataku, namun terhenti karna teriakan Ryo. "Diamlah kau kakak childish!" Teriaknya. Aku mengabaikan teriakan Ryo, dan memejamkan mataku.

**

Pagi ini Chelsea mengajakku berjalan-jalan. Aku sudah siap dengan celana training selutuku dan T-shirt berwarna senada dengan traininingku yang bergambar beruang. Aku berjalan menuruni tangga kamarku. Kulihat Mama, Papa dan Ryo telah duduk manis di meja makan. Aku tersenyum menghampiri meja itu. Mama dan Papa membalas senyumku. Ryo hanya mendengus sebal karna aku terlalu lama berdandan dikamar.

"Sudah selesai berdandannya nona childish?" Ucapnya. Aku mendengua sebal dan duduk disebelahnya. "Tak bisakah kau mengatakan namaku, bukan dengan sebutan CHILDISH?" Tanyaku menekankan kata 'CHILDISH' pada kalimatku. Papa dan Mama menatap aku dan Ryo dengan tatapan intens.

"Tak bisakah kalian berdua diam? Ini di meja makan. Tidak sopan jika harus berbicara apalagi menyela!" Ucap Papa. Aku dan Ryo hanya bisa menundukkan kepala mendengar perkataan Papa. Lalu, suasana di meja makan hanya hening, sesekali terdengar bunyi dentingan ketika sendok atau garpu menyentuh piring. Tak lama kemudian, aku dan keluargaku telah menyelesaikan makan pagi hari ini. Aku pergi menuju sofa untuk melihat tayangan spongebob kesukaanku. Ryo terduduk di sebelahku. Dia merebut remote yang tadi aku genggam. Dan mengganti channel yang aku lihat. Aku menatapnya geram dan menggigit tangannya. "AAAAAAAAW" Teriaknya. Aku hanya tertawa dan mengambil remote yang Ryo lepaskan dari tangannya.

"Kak! Sakit tau'! Tangung jawab nih." Ryo menyodorkan tangannya bekas gigitanku, tepat di depan mukaku. Aku hanya mengankat bahuku. Ryo menarik rambutku, dia menarik dengan sangat erat. "MAMAAA. RYO MA!" Aku berteriak agar Mama datang menghampiriku. Dan seketika Mama dan Papa datang kearahku dan Ryo. Hari ini hari Minggu, so Papa libur, jadi papa menghabiskan waktu berdua dengan Mama atau biasanya mengajakku dan Ryo berjalan-jalan menuju tempat wisata.

"Ada apa? Kenapa kalian berdua tidak bisa sehari saja tidak bertengkar?" Mama menatapku dan Ryo dengan berkacak pinggang.

"Kakak ini Ma, dia menggigit tanganku!" Dan seketika Mama menatapku dengan tajam. Aku hanya terkekeh. Papa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuanku dan Ryo yang seperti anak kecil berebut ice cream. "Ryo mengganti channel kesukaanku Ma." Ucapku. Mama ingin berbicara lagi namun suara bel menghentikan semua apa yang dibicarakan oleh Mama. Mama berjalan menuju pintu dan membukanya. Mama langsung berhambur kepelukan yang aku tidak tahu itu siapa.

"Vy, ayo. Sorry ya telat. Mommy and Daddy gue mau ikut" Ternyata yang datang keluarga Chelsea. Aku hanya mengangguk dan berjalan berdua meninggalkan para orang tua yang sedang asyik mengobrol. Sebelum keluar tadi, aku mencium pipi Mama dan Papa terlebih dahulu.

Aku dan Chelsea berjalan menuju lapangan komplek. Chelsea mengajakku untuk bermain basket. Aku menerima ajakkannya dengan paksa. Chelsea, kata Mama, aku dan Chelsea telah bersahabat semenjak dalam kandungan. Aku dan Chelsea selisih 3 bulan. Dia pastinya lebih tua daripada aku. Chelsea Tomlinson seorang wanita yang cantik menurutku. Seluruh didalam tubuhnya mirip sekali dengan Uncle Kevin. Rambut pirang, mata hijau, bibir tipis berwarna pink, dan postur tubuh yang tinggi.Kecuali sikapnya, sikap Chelsea sama seperti Aunt Selena.

Sebelum aku bermain basket, Chelsea mengajakku berlari mengitari lapangan sebanyak 3 kali.

Aku terduduk di salah satu bangku di lapangan ini. Aku kelelahan, sangat kelelahan. Chelsea terlihat biasa saja, setelah lari mengitari lapangan ini, Chelsea langsung mengambil bola basket dan mendribble nya sambil berlari-larian. "Oh c'mon Shilvy. Mau sampai kapan kau duduk manis disana?" Ucap Chelsea. Apa dia lupa aku gak suka dan gak bisa berolahraga? Dasar Chelsea!

"Chelsea, aku itu kelelahan. Kau kan tahu aku tidak suka dengan yang namanya olahraga, kenapa kamu memaksaku seperti ini?" Jawabku. Aku tak melihat Chelsea sama sekali.

**

Kini aku berbaring di kasur kamarku. Mama, Papa, Aunt Selena, Ryo dan Chelsea sedang berdiri mengitari kasurku. Papa menggenggam tangan Mama yang sedang gemetar. Aku perlahan membuka kelopak mataku. Mama menatapku dengan sangat khawatir. Aku tersenyum tipis ke arah Mama. Mama bangkit dari duduknya dan mengusap puncak kepalaku dengan lembut. "Kau tak apa kan sayang?" Ucapnya. Aku tersenyum dan mengangguk.

Flashback

Aku mengejar Chelsea yang mendribble bola sangat lincah. Jantungku seperti melemah, tapi aku tak peduli. Aku dengan semangat mengejar Chelsea. Ketika aku berhasil mendapatkan bola dari tangan Chelsea, dari hidungku keluar darah yang sangat banyak. Chelsea menyuruhku berhenti, namun aku tak mempedulikannya. Aku hampir saja memasukkan bola kedalam ring, namun aku sudah tergeletak lemas tak berdaya di lapangan itu dengan darah yang masih membekas dihidungku.

Flashback off

**

Chelsea, Aunt Selena dan Uncle Kevin baru pulang dari rumahku beberapa menit yang lalu. Kini aku dan keluargaku sedang berada di sofa sambil melihat television.

"Kalo gak bisa olahraga. Gak usah sok gitu deh. Kan kasihan Kak Bagasnya yang bawa tubuh loe yang berat itu." Ucap Ryo tanpa menoleh sedikitpun kearahku.

"Terserah aku kan? Wait, kamu tadi bilang Bagas bawa tubuhku maksudnya?" Tanyaku penasaran. Bukannya tadi di lapangan tidak ada Bagas? Bagaimana bisa dia yang membawa tubuhku ke rumah?

"Tadi Bagas yang membawa mu kerumah sayang." Ucap Mama. Aku menatap Mama dengan kaget. Bagaimana bisa?

"Tapi tadi di lapangan Shilvy tidak bermain bersama Bagas Ma." Ucapku masih tak percaya dengan apa yang dibicarakan oleh Mama ataupun Ryo.

"Bawel deh loe Kak. Masih untung cowok sekeren kak Bagas mau bawa tubuh loe yang beratnya sama kayak berat gajah yang masih bayi. Kalo gak, siapa yang mau bawa tubuh loe? Kak Chelsea? Mana kuat?" Cibir Ryo. Aku masih tak menyangka Bagas membawa tubuhku? Ohmygod. Kenapa disaat-saat seperti itu aku harus pingsan? Ohmygod.

---------------------------

Absurd ya?
Amburadul—.—
Nikmati sajalah. Hehe..
Thank's yang udah nyempetin baca, laffyou;*

My Arrogant BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang