Fourteenth

21.3K 998 1
                                    


Bagas? Kenapa Bagas ada dirumah sekarang? Bukannya dia sedang mengikuti basket? Lalu, tadi dia? Aku segera melangkahkan kakiku menuju sofa di sebelah Bagas.

"Ada apa Gas? Bukannya kamu masih ada basket?" Bagas tak menghiraukanku, dia lebih memilih menatap Ryo. Mereka berdua memang sedang bercanda, tetapi Bagas tak tertawa sedikitpun. Jangankan tertawa, tersenyum saja tidak!

"Kak Vy udah turun." Ryo berhenti tertawa dan menatapku. Aku hanya menjawab dengan deheman.

"Yo, bisa gak gue berdua ngomong sama kakak loe sebentar?" Ucap Bagas. Ryo lalu mengangguk dan pergi dari hadapanku dan Bagas.

Hanya suara televisi yang menyala yang kini kudengar. Setelah kepergian Ryo tadi, Bagas tak kunjung bicara sedikitpun. Aku terkejut saat handphone ku bergetar di saku ku. Dengan cepat aku merogoh handphone yang berada di saku ku.

Vy, Mama nyuruh aku jemput kamu sama Ryo. Kamu mau gak jalan-jalan bareng kakak?-Albert Grace

Wah, kayaknya Shilvy gak bisa deh kak. Kalau Ryo pasti bisa kok kak. Maaf ya ;)-Shilvy Alyssa Hood

Ternyata tadi ada pesan dari Kak Albert. Sebenarnya aku mau, sangat mau malah kalo jalan-jalan bareng sama Kak Albert. Tapi, masih ada Bagas, jadi aku gak bisa menerimanya.

"Sampai kapan kamu mendiamkanku seperti ini? Apa kamu pikir aku patung?" Kataku jengkel. Aku mulai bosan. Memang sebenarnya aku sudah biasa Bagas mendiamkanku, tapi aku tak tahu mengapa, kali ini di diamin sama Bagas rasanya gak enak.

"Kenapa pulang bareng Charlie?" Oh aku tahu, ternyata Bagas kesini hanya untuk membahas masalah Kak Charlie. Tapi mengapa Bagas bisa tahu? Apa tadi dia sedang memata-mataiku?

"Shilvy." Aku tersentak kaget. Bagas membuyarkanku dari semua pertanyaan yang ada di pikiranku.

"Eh.. eh.. ada apa?" Ucapku gelagapan.

"Hufft-,- kenapa tadi kamu pulang sama Charlie?"

"Aku sudah menolak." Ucapku.

"Tapi kenapa?"

"Kenapa apanya?"

"Kenapa tetap pulang bareng dia?"

"Kan kamu tahu si Kakak Ketua Osis itu gak suka dibantah."

"Tapi kan gak usah pake gandengan?"

"Gandengan?"

Bagas mengacak-acak rambutnya seperti orang frustasi. Bagas membuang nafasnya dengan kasar, lalu bangkit dan pergi dari rumahku. Aku melirik punggung Bagas dengan malas, lalu aku menidurkan tubuhku di sofa. Iiih Dasar Bagas!

**

Malam ini aku sedang sendirian di rumah, karna aku tidak ikut dengan Ryo dan Kak Albert. Papa dan Mama akan pulang besok dari Madrid.

Aku mengusap berulang kali menu yang ada di handphone. Aku  menunggu sebuah pesan masuk kedalam handphoneku. Ya walaupun pesan dari operator.

Sekian lama menunggu pesan nyasar, aku terkantuk. Jam telah menunjukkan pukul 20.00 tapi, Ryo belum pulang. Aku mau mencoba menelfon ke nomer ponsel Ryo, tapi terhenti seketika saat ada yang mengetuk pintu balkon kamarku. Dengan perlahan aku berjalan menuju Balkon, takut-takut yang ada di balik pintu balkon ku itu setan yang sedang gentayangan.

Aku buka pintu balkon dengan perlahan, dan aku menemukan sesosok Bagas sedang berdiri sambil bersandar di dinding balkon.

"Ba..Bagas?"

"Akhirnya kamu membukakan pintu, emang kamu pikir aku bisa bertahan lama di suhu seperti ini?" Bagas? Ini bener Bagas kan? Kenapa dia jadi cerewet seperti ini.

"Ka..Kamu Bagas?" Aku ingin menyentuh wajah Bagas, tapi langsung di tepis begitu saja dengannya.

"Iyalah. Emang siapa lagi?" Aku masih tak percaya jika ini Bagas? Kenapa Bagas banyak bicara seperti ini?

"Masih mau melamun?" Ucapan Bagas membuyarkanku dari lamunan.

"Ehm. Ayo Masuk." Aku berjalan dahulu memasuki kamar, diikuti oleh Bagas di belakangku.

"Kenapa kamu kesini? Ada yang ketinggalan?"

"Gak ada. Ryo bilang kakaknya itu penakut." Aku langsung memproudkan bibirku. Kenapa Ryo bilang seperti itu kepada Bagas?

Srrek

Ada bunyi sesuatu yang membuatku langsung terloncat ke ranjangku. Aku menutupi semua mukaku dengan bantal. Tak peduli dengan Bagas yang melihatku, menertawaiku, atau apapun itu.

"Hey, itu cuman suara ranting Vy." Bagas menarik bantal yang menutupi seluruh wajahku.

"Tapi dia mengagetkanku Bagas!" Aku menarik bantal lain, tetapi Bagas malah menarik bantal itu.

"I'm here. Don't be affraid!" Bagas menatapku. Aku membalas tatapan Bagas, lalu tersenyum.

Aku menguap. Bagas melihatku menguap dan dia menyuruhku untuk tidur. Aku menurut. Dia menarik selimutku hingga dadaku.

"Vy, aku pulang." Dengan segera aku menarik pergelangan tangan Bagas. Aku menggelengkan kepalaku. "Jangan pulang, aku takut." Aku memasang babyfaceku agar dia menurut. Dia menatapku sebentar, lalu duduk di ranjang.

Aku masih enggan menutup kedua mataku. Aku masih ingin melihat Bagas yang sedang menahan kantuknya itu. Ekspresinya lucu, and i like it.

"Shilvy, segeralah tidur." Ucapnya. Aku terkejut, lalu menutup mataku. Aku merasa ranjang sebelahku terguncang. Aku membuka kelopak mataku sedikit, dan aku hampir saja teriak melihat Bagas tidur di sebelahku, dan... MEMELUKKU? Astaga, apa ini? Haduh, kenapa sih jantungku ini. Tuhan, tolong kontrol detak jantungku.

"Nice dream Vy." Bagas mencium keningku, lalu dia meletakkan kepalanya di sebelah kepalaku. Badannya kini terlalu dekat denganku. Aku lupa cara bernafas saat ini. Astaga, mengapa Bagas begitu berubah? Aku mencoba untuk menetralkan detak jantungku dengan tertidur. Tak lama kemudian, aku tertidur dengan nyenyak.

--------------

Wew, love you! ;*

My Arrogant BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang