Bagas POV
Aku tak tahu mengapa, aku lebih memilih bermain basket di gymnasium daripada menemui Shilvy di kantin. Dugaanku sih, dia lagi asyik bercanda bersama Chelsea tentunya. Aku mendribble bola di gymnasium yang sepi ini. Ya, aku memang bermain sendirian, aku tidak mengajak Joe, karna aku memang lagi pingin sendirian.
Bel pulang sekolah berbunyi dengan kerasnya. Aku berniat mengajak Shilvy untuk jalan-jalan. Hari ini aku membawa ducati kesayanganku. Aku sangat senang, akhirnya Papa mengizinkanku mengendarai ducatiku ini.
Aku melangkah menuju loker Shilvy yang terletak lumayan jauh dari lokerku berada. Tapi, yang aku temukan hanya lokernya saja. Sang pemilik loker itu ternyata sudah tidak ada. Dengan segera aku merogoh handphoneku.
'Kau bersama Shilvy kan? Dimana dia sekarang?' -Bagas Adikara Robinson
Tak lama kemudian, Chelsea membalas pesanku.
'Aku tak bersamanya Bagas! Seharusnya dia bersamamu. Aku tidak masuk hari ini! Jika ada sesuaty yang terjadi padanya, awas saja kau!!╰_╯' -Chelsea Tomlinson
Chelsea tidak masuk sekolah hari ini? Berarti tadi dia istirahat sendirian? Astaga, mengapa aku tidak punya pikiran sampai kesitu?
Dengan segera aku berlari menuju parkiran sekolah. Aku terus berusaha menelfon Shilvy, tapi dia tidak tak menjawabnya satu pun. Aku semakin gusar. Aku takut dia kenapa-kenapa, aku takut ada sesuatu yang terjadi padanya!
Aku terus berusaha menelfonnya. Aku tak peduli aku sedang menyetir atau apapun. Yang aku butuh hanya informasi bahwa Shilvy baik-baik saja! Ketika melewati pertigaan jalan yang dekat dengan sekolah, aku merasa ada benda keras yang menabrakku, membuat aku terpental jauh dari motorku. Aku tak bisa merasakan apapun dari tubuhku. Yang bisa aku rasakan, hanya sakit di balik helmku ini. Lama-kelamaan apa yang aku lihat menjadi buram, dan aku tak sadarkan diri.
Bagas POV Off
"Bagass..." ucapku menggenggam pergelangan tangan Bagas. Aku takut kehilangannya. Aku takut dia akan pergi. Aku takut, aku takut dia tidak akan pernah kembali.
"Sadarlah Bagas. Maafkan kebodohanku ini. Sadarlah!" Aku menangis sambil memeluk pergelangan tangan Bagas. Bagas tak merespon apapun yang aku lakukan, dan itu membuatku semakin merasa takut akan kehilangan dirinya.
Klek
Suara pintu terbuka itu membuatku kaget. Tak lama kemudian, aku dapat melihat Aunt Secil dan Uncle Cakka memandangku dan Bagas khawatir.
"Kamu tidak apa-apa kan Shilvy? Ada bagian yang sakit?" Tanya Uncle Cakka. Aku hanya menggelengkan kepalaku.
"Aunt, uncle, maafkan Shilvy. Ini semua salah Shilvy." Ucapku menundukkan kepala. Setelah kehadiran mereka berdua tadi, aku segera beranjak dari dudukku.
"Bukan salahmu Vy, ini sudah takdir. Coba saja tadi aunt tak mengizinkan Bagas membawa motornya, pasti tidak akan terjadi seperti ini." Ucap aunt Secil. Aku hanya mampu mengangguk dalam tundukanku.
"Terima kasih telah menjaga Bagas ya Shilvy." Aunt Secil memelukku. Aku pun membalas pelukannya dan mengangguk.
"Yasudah, Shilvy, ini sudah malam. Apa kamu tidak pulang? Papamu pasti akan mencarimu." Ucap uncle Cakka.
"Ehm, Shilvy sudah izin ke papa dan mama agar Shilvy bisa menjaga Bagas. Bolehkan aunt, uncle, Shilvy disini?" Ucapku gugup. Jujur, ini baru pertama kalinya aku mau menjaga orang yang sedang sakit.
"Iya tak apa. Tapi kamu juga harus jaga kesehatan." Aku mengangguk semangat. Alhamdulillah, di izinin.
**
Sepulang sekolah, aku bergegas menuju Rumah Sakit. Chelsea juga sudah tahu dengan berita kecelakaannya Bagas, dia ikut berduka cita. Sudah seminggu ini Bagas tak sadar. Padahal dia sempat menggerakkan jari-jarinya, namun hanya sebentar. Aku harap, Bagas bisa kembali ke sedia kala.
"Hay Bagas. Maaf aku lama." Aku duduk di sebelah ranjang Bagas. Aku mecium punggung tangannya. Ini sudah rutinitasku seminggu terakhir ini.
Dan, seperti hari-hari sebelumnya, Bagas tetap tenang di dalam tidurnya itu. Apakah dia tidak tahu bahwa aku merindukannya? Merindukaan ucapan datarnya itu, tatapannya itu, semua tentang Bagas, aku merindukannya.
"Hay Vy." Ucap Kak Laurine selaku kakak Bagas.
"Hay kak." Ucapku.
"Kenapa tidak langsung pulang?"
"Aku hanya ingin bertemu dengan Bagas."
"Kan disini ada aku."
"Tapi, aku juga mau disini kak."
"Ah dasar, anak remaja." Ucap Kak Laurine menyubit ujung hidungku. Aku yang di perlakukan seperti itu hanya mampu terkekeh.
Cepatlah sadar Bagas. Aku merindukanmu, sampai kapanpun aku akan merindukanmu. Apa kamu tidak capek tertidur seminggu seperti itu? Bangunlah, semua yang disini termasuk aku, sangat sangat merindukanmu!
KAMU SEDANG MEMBACA
My Arrogant Boyfriend
Teen FictionWARNING!! [CERITA ABSURD. KALIAN BISA BACA CERITAKU YANG LAIN] Mempunyai pacar adalah keinginan setiap manusia. Menurut beberapa orang, mempunyai pacar itu tak memandang apapun. Dia gak ganteng, dia gak kaya, dia gak pinter, yang penting rasa sayang...