Seminggu sudah kejadian keceburnya Cecil di kolam renang. Seminggu juga Chelsea dan Bagas menjauhiku. Dan seminggu terakhir ini, aku semakin dekat dengan Ryan.
Aku berjalan menuju kelas matematika karna hari ini jam pertamaku di isi oleh pelajaran tersebut. Aku berjalan sepanjang koridor lantai 2, karna di sanalah kelas matematika berada.
"Pagi Yan." Aku dan Ryan duduk bersebelahan, karna kami memang satu kelas seharian ini.
"Pagi Vy." Semenjak dekat dengan Ryan, aku merasa nyaman dan senyumannya itu bisa membuatku meleleh. Tetapi entah kenapa aku selalu membayangkan Bagas. Aku kangen dengan sikapnya yang arrogant itu.
Mrs. Elena memasuki kelas dengan kapasitas 26 siswa. Dibelakang Mrs. Elena aku dapat melihat jelas seorang Bagas yang sangat berantakan. Entah karena apa dia menjadi begitu, aku tak mau mendekatinya terlebih dahulu, karna jika aku mendekati dia, dia akan menganggapku patung atau angin yang berlalu.
"Good Morning" sapa Mrs. Elena dengan lembut. Aku dan semua anak kelas matematika ini dengan semangat membalas sapaan Mrs. Elena.
Entah kenapa aku merasa Bagas begitu berbeda hari ini. Seminggu kemaren aku memang tak melihat Bagas sedikitpun, mungkin hanya melihat dia sekilas sedang berada di perpustakaan berkutat dengan buku yang entah aku tak tahu apa judulnya. Rambut Bagas sangat berantakan seperti orang yang frustasi, kantung matanya hitam, wajahnya kusut, kemejanya tak dikancing sempurna, Bagas memang sangat berbeda hari ini.
"Nona Hood." Ucapan Mrs. Elena mengagetkanku yang sedang asyik memperhatikan Bagas dari jauh.
"Ehm.. Ya Miss?" Tanyaku gugup. Aku takut nanti Mrs. Elena akan memberiku soal yang sangat susah.
"Sedang apa? Bisakah kau menjawab pertanyaan di depan?" Mampus! Tiba-tiba tubuhku menegang. Dengan rasa takut dan cemas, aku melangkah menuju papan tulis, karna disana sudah ada beberapa soal. Aku melirik ke Bagas sekilas, dan dia juga tengah melirikku. Hey, Bagas melirikku, aku ingin pingsan seketika. Tanganku gemetar, kepalaku tiba-tiba pusing, mungkin ini effect karna tadi pagi aku tidak sarapan. Baru aku menulis angka 1, aku mendengar teriakan Bagas, dan aku tidak sadarkan diri.
**
Aku mengerjapkan mataku beberapa kali. Aku mencoba memegang keningku yang pusing, tapi tanganku sangat berat seperti ada yang menggenggamnya.
"Vy. Kamu sudah sadar?" Aku membelalakkan mataku melihat Bagas yang sedang duduk di sebelah ranjangku.
"Ba..Bagas?" Ucapku lirih. Aku hampir menangis melihat Bagas sedang menemaniku disini. Melihat Bagas mengorbankan waktunya untukku, padahal aku tahu Bagas sangat menyukai pelajaran tentang rumus dan angka seperti Matematika.
"Iya Vy. Ini aku Bagas." Bagas menatapku dengan sendu. Aku kangen dengan Bagas, dan rasa kangenku terobati karna aku tahu sekarang seorang Bagas tengah duduk di sebelah ranjangku.
Aku membelai pipi tirus Bagas. Bagas hanya tersenyum karna aku perlakukan seperti itu. "Maafkan aku." Ucapan itu lolos dari bibir Bagas yang sexy itu.
"Itu salahku Bagas." Ucapku dengan tanganku yang masih senantiasa membeli pipinya.
"Bukan, itu salahku Vy. Maafkan waktu itu aku tak mempercayaimu. Ternyata kamu tak mendorong atau menyentuh tubuh Cecil sedikitpun." Mata Bagas menatap mataku dengan lekat. Aku terkekeh mendengar perkataan Bagas.
"Hey, yang lalu biarlah berlalu Bagas Adikara Robinson." Tak tahu mengapa, aku sangat senang membelai pipi tirus Bagas. Bagas pun tak memarahiku sedikitpun karna telah membelai pipinya itu.
"Tapi Vy. Tak bicara dengan mu itu sama saja membunuhku perlahan. Mengapa kau menjauhiku seminggu ini?" Mata Bagas berkaca-kaca, aku tersenyum melihat aksi Bagas yang sangat lucu ini.
"Aku tak menjauhimu. Aku tahu kamu masih marah padaku, jadi aku membiarkanmu untuk sendiri terlebih dahulu. Karna kutahu sendiri itu bisa membuatmu nyaman." Ucapku membelai kantong mata Bagas yang menghitam. "Ini mengapa menghitam Bagas? Tugasmu terlalu banyak ya?" Bagas menggeleng tak setuju dengan apa yang kukatakan.
"Aku tak bisa tidur kalau kamu mendiamkanku Vy. Aku tak bisa." Bagas mengeluarkan tangisan yang sejak tadi di tahannya. Aku menghapus tangisan Bagas dengan jari telunjukku.
"Maafkan aku Bagas. Aku tak bermaksud menjauhimu. Jangan menangis seperti ini." Ucapku. Aku jadi ingin menangis juga jika seperti ini.
"Bukan salahmu Vy. Ini salahku." Bagas menggenggam tanganku yang berada di mukanya. "Maafkan semuanya Vy." Ucap Bagas lirih. Aku hanya bisa tersenyum dan mengangguk.
---
Sorry pendek. Hari ini jadwalku padat banget.-.
Ini aku usahain next, hihihi.Oh iya, Satnite pertama di 2015 loh, pada kemana? Semoga menyenangkan ya ;)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Arrogant Boyfriend
Teen FictionWARNING!! [CERITA ABSURD. KALIAN BISA BACA CERITAKU YANG LAIN] Mempunyai pacar adalah keinginan setiap manusia. Menurut beberapa orang, mempunyai pacar itu tak memandang apapun. Dia gak ganteng, dia gak kaya, dia gak pinter, yang penting rasa sayang...