Aku dan Chelsea telah siap untuk berangkat sekolah. Baju yang aku pakai sangat simple, celana jeans dan t-shirt berwarna biru muda polos, tidak lupa dengan almameternya.
Aku sedang asyik memakan masakan aunt selena. Chelsea juga begitu. Kini di meja makan hanya ada suara dentingan yang tidak terlalu keras.
Setelah makan selesai, aku dan Chelsea berpamit pada aunt Selena dan Uncle Kevin. Chelsea mengendarai mobilnya dengan kecepatan medium, aku pun tak mempermasalahkannya.
Tak lama kemudian, mobil Chelsea terparkir dengan sangat indah di halaman parkir Jeyung School. Setelah memarkirkan mobilnya, aku dan Chelsea berjalan beriringan menuju lokerku dan lokernya. Saat berjalan di koridor, aku melirik sekilas ke arah halaman parkir, dan aku tercengang. Bagaimana? Bagaimana bisa? Bagaimana bisa itu terjadi?
Aku berhenti melangkah. Awalnya Chelsea tidak mengerti jika aku kini telah jauh dari sisinya. Namun, beberapa detik kemudian, dia menyadarinya, lalu dia berlari ke arahku yang sedang tercengang melihat pemandangan yang seharusnya tidak terjadi!
"Vy, loe kenap—Astaga!" Pekiknya. Aku tahu, pasti sekarang dia sedang melihat apa yang aku lihat.
Hatiku sakit. Kau tahu rasanya jika kau tak sengaja menjatuhkan palu di kakimu? Tapi, bedanya ini di hati, bayangkan saja jika hatimu di pukul oleh palu? Bagaimana sakitnya? Pasti sakit kan? Banget malah!
Tak terasa cairan bening itu jatuh dari ujung mataku. Aku tak peduli Chelsea menatapku, aku tak peduli dengan semua tatapan orang-orang yang ingin tahu apa yang sedang terjadi dengan diriku dan Chelsea, aku tak peduli. Yang aku butuhkan hanya lari. Ya, lari. Dengan segera aku berlari menjauh meninggalkan Chelsea yang sedang meneriaki namaku, aku tak peduli! AKU BENCI BAGAS!
Aku berlari ke arah taman belakang yang sangat jarang di kunjungi oleh kebanyak siswa- siswi sekolah ini. Aku ingin menangis disana, meluapkan semua rasa kesal, sedih, sebal dan amarah yang aku rasakan saat ini.
Ketika aku berlari, kakiku tersandung dengan batu. Aku terjatuh dengan posisi terduduk. Aku kembali menangis, aku tak peduli dengan lututku yang sakit, dan kuduga pasti mengeluarkan darah. Aku tak peduli dengan bajuku yang kotor, yang aku butuhkan hanya menangis. Ya,menangis.
"Shilvy?" Ucap seseorang, aku tak tahu dia siapa, suaranya tidak pernah aku dengar, tapi rasanya begitu familiar.
"Kamu Shilvy kan?" Akhirnya aku mendongak menatap lelaki yang tengah berjongkok di depanku. Keningku berkerut, wajahnya kenapa begitu familiar? Dia siapa ya?
"Shilvy Alyssa Hood?" Ucapnya kembali.
"I-iya kenapa?" Ucapku dengan purau.
"Lupa ya sama aku?" Ucapnya. Lupa? Emangnya dia siapa sih.
"Seperti dugaanku, kamu pasti melupakanku." Lelali di hadapanku ini tertawa hambar. Siapa sih nih orang? Kok familiar banget?
"Oke, kamu pasti lupa. Aku Elang Dwiky Ananta. Remember?"
Elang? Tunggu tunggu, kok aku permah dengar ya? Kok kayaknya aku kenal dekat sama orang ini?
"Elang? Kita pernah bertemu sebelumnya?" Tanyaku penasaran. Suer deh, aku kepo banget sekarang.
"Pernah, sekitar 8-9 tahun yang lalu mungkin."
9 tahun yang lalu? Kata Mama, 9 tahun yang lalu aku pernah mengalami kecelakaan. Apa dia tahu aku pernah mengalami kecelakaan?
"Kayaknya sih aku gak inget sama sekali."
"Ehm, oh iya, aku punya sesuatu, mungkin nanti kamu inget sama aku." Lelaki itu mengobrak-abrik tasnya. Aku hanya berdiam diri melihatnya yang sedang mencari sesuatu.
"Nah, gelang ini. Inget gak?" Lelaki itu mengeluarkan gelang yang sama persis dengan yang selama ini aku pakai. Tapi, bagaimana bisa?
"Maksudmu gelang ini?" Aku menunjukkan tanganku yang sedang di balut dengan gelang berwarna biru laut dengan gantungan berhuruf 'S'
"Kamu masih memakainya?" Ucapnya antusias. Masih? Maksudnya apa sih?
"Thank's Vy." Dia tersenyum manis ke arahku, memamerkan lesung pipitnya.
Aku hanya mengangguk kecil. Siapa sih dia? Mungkin mama tahu semuanya, aku akan bertanya padanya.
**
Aku baru saja sampai di depan rumahku. Aku berjalan dengan santai. Selama di sekolah tadi, Elang selalu mengikutiku kemana saja aku pergi. Aku jadi bingung, siapa dia sebenarnya?
Aku membuka pintu utama rumah ini. Di dalamnya masih sepi, mungkin Ryo belum pulang.
"Ma." Ucapku berteriak. Tak lama kemudian, mama muncul dari kamarnya menuju sofa yang kini aku duduki.
"Apa sih sayang teriak-teriak?" Tanya Mama.
"Ma, Shilvy boleh tanya?"
"Boleh dong sayang."
"Elang itu siapa? Mama kenal sama Elang gak?" Aku menatap Mama bingung. Kenapa ketika aku menyebut nama Elang mama langsung merubah ekspresinya?
"Ma?" Aku mengagetkan Mama yang sedang melamun.
"E-elang i-itu...." Kenapa Mama bersifat seperti ini? Apa sih yang salah dari Elang?
"Pokoknya, kamu harus jauhin Elang!" Setelah mengucapkan itu, Mama bangkit dari duduknya, lalu pergi meninggalkanku.
Kenapa sih Mama? Kok kayaknya ada yang disembunyiin sama Mama?
Ap aku salah ya nyebut nama Elang? Tapi kenapa aku bisa bersalah menyebut namanya? Toh aku gak kenal. Aku jadi makin penasaran sama Elang. Pokoknya besok aku harus menanyakan langsung pada Elang, siapa sebenarnya dia!
KAMU SEDANG MEMBACA
My Arrogant Boyfriend
Fiksi RemajaWARNING!! [CERITA ABSURD. KALIAN BISA BACA CERITAKU YANG LAIN] Mempunyai pacar adalah keinginan setiap manusia. Menurut beberapa orang, mempunyai pacar itu tak memandang apapun. Dia gak ganteng, dia gak kaya, dia gak pinter, yang penting rasa sayang...