Nineteenth

19.6K 901 0
                                    

Ini sudah minggu ketiga Bagas tak membuka kelopak matanya. Aku penasaran dengan apa yang ada di dalam mimpinya itu. Apa lebih menarik mimpinya itu daripada aku? Ah, kenapa aku jadi melantur gini!

Besok adalah hari weekend. Yep, hari Sabtu. Jadi, aku memutuskan menginap di rumah sakit, untuk menemani Bagas yang tertidur dengan pulasnya. Oh iya, aku belum menceritakan kondisi Bagas.

Muka Bagas terdapat banyak goresan luka, dan aku tahu, itu semua pasti sakit. Tangan kirinya, harus di gips, karena mengalami retak tulang. Untungnya hanya retak, jika patah, aku tidak bisa membayangkannya. Badannya? Aku tidak tahu jika badannya. Kalau kakinya, terdapat beberapa goresan luka, sama seperti di bagian muka. Oh iya, kepala Bagas di perban dengan kasa putih. Kata dokter, Bagas hanya mengalami apa ya istilahnya, aku gak tahu, katanya sih bocor? Tapi bocor apa? Dengan luka yang berada di seluruh tubuhnya, Bagas tetap terlihat sama saja, tampan, badan atletis and you know lah.

Kapan Bagas akan sadar, itu aku tidak pernah menebaknya. Kata dokter, jika Bagas sudah tidak mengalami trauma dalam mimpinya, dia akan bangun. Tapi, asli aku baru tahu istilah seperti itu.

Handphoneku bergetar, aku check notif, ternyata ada line dari Chelsea.

Chelsea T. : Gak keluar nih? Tetep nemenin Bagas ya?

Shilvy Alyssa : Iya Chel, sorry ya beberapa minggu ini aku gak bisa nemenin kamu hangout.

Chelsea T. : Ah, tak apa Vy. Bagas lebih membutuhkanmu. Say GWS for Bagas ya.

Shilvy Alyssa : Iya, thank's ya Chel udah mau ngertiin aku.

Chelsea T. : It's okay. Bye

Shilvy Alyssa : Bye.

Aku jadi merasa gak enak sendiri sama Chelsea. Bagas sadarlah, aku ingin kau berbicara padaku. Kita sudah melewati anniv kita Bagas. Apa di mimpimu itu ada aku? Apa di mimpimu itu, kita sedang merayakan anniv? Bangunlah Bagas.

Tak sadar, aku mengeluarkan banyak air mata. Tapi aku tak peduli. Aku hanya ingin Bagas sadar. Apa susah ya Bagas membukan kelopak mata? Kan bisa aku bantu.

"Vy, kenapa nangis?" Kak Laurine mengagetkanku.

"Gak papa kok kak." Aku menghapus sisa-sia air mataku.

"Nanti Bagas pasti akan sadar kok Vy." Kak Laurine mengusap punggungku. Aku mengangguk.

"Tapi kak, memangnya apa yang ada di mimpi Bagas itu?" Tanyaku penasaran.

"Aku tak mengerti Vy." Ucapnya.

"Vy, kakak mau keluar sebentar ya. Mau bertemu teman SMA kakak."

"Iya kak, hati-hati."

Aku kembali memperhatikan Bagas. Andai saja Bagas sadar, pasti dia marah jika aku perhatikan seperti ini. Aah, aku jadi kangen sama Bagas! Bagas, apa kamu mau menyiksaku terus seperti ini? Kamu tak tahu betapa kangennya aku!

"Kau mau menyiksaku kan? Atau kamu mau membunuhku secara perlahan? This is not funny Bagas! I Miss You So Much!"

Aku meremas tangan Bagas kuat. Aku sebel sama Bagas. Kenapa sih dia gak merespon sedikitpun? Hey, apa suaraku kurang keras? Apa Bagas menggunakan headset, itu sebabnya dia tidak meresponku?  Bagas kau ini membuatku gila!

"Nggh" itu suara? Suara Bagas?

"Bagas? Kamu sudah sadar?"

"Auww" Bagas memegang kepalanya. Sepertinya dia kesakitan. Dengan segera aku memencet tombol darurat✌

"Bertahanlah Bagas. Dokter akan segera datang." Aku panik, sangat panik. Karna aku tidak tahu apapun tentang medis. Poor Girl!

Tak lama kemudian Dokter dan Suster masuk kedalam ruangan Bagas. Aku menunggu di luar ruangan itu. Aku memandang handphoneku dengan gelisah. Orang tua Bagas sedang pergi ke luar kota, itu sebabnya Kak Laurine di tugaskan menjaga Bagas. Tapi, kalo aku hubungi Kak Laurine, kan aku disangka mengganggu. Jadi aku harus hubungi siapa? Chelsea. Iya Chelsea!

"Halo Chel."

"………………"

"Please ke rumah sakit tempat di rawatnya Bagas."

"………………"

"Please Chel, aku sendirian, aku takut Chel. Bagas sudah sadar. Tapi dia sedang kesakitan, aku takut Chel."

"………………"

"Oke, segera ya Chel."

Aku merasa lega karna Chelsea akan menemaniku disini. Setidaknya aku tidak menggangu Orang tua Bagas dan Kak Laurine.

"Keluarga pasien?" Tanya dokter itu. Aku langsung bangkit, karna cuman aku yang ada disini.

"Saya dok."

"Ok, Alhamdulillah pasien sudah melewati masa koma nya. Sekarang dia sedang tertidur karna pengaruh obat yang saya berikan. Jika boleh tahu, Shilvy itu siapa?" Shilvy? Aku?

"Saya dok, ada apa?"

"Jadi anda? Sedari tadi, pasien memanggil nama anda, mungkin dia memimpikan anda selalu ketika dia koma. Jaga pasien dengan baik, jika tidak, pasien dapat koma lagi. Saya permisi."

"Iya dok terima kasih."

Aku memasuki ruangan Bagas. Apa tadi dokter bilang? Bagas memanggil namaku? Aah, kok jadi nge-fly gini?

Aku duduk di samping ranjang Bagas, menggengam tangannya yang lebih besar dari tanganku itu.

"Terima kasih telah sadar Bagas." Aku mengusap tangan Bagas perlahan, aku takut membangunkannya.

Terima kasih tuhan, kau telah mengabulkan do'aku. Terima kasih. Dan Terima kasih Bagas, kamu masih mau kembali ke dunia ini.

My Arrogant BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang