~ Aku Dan Hati Yang Patah Dalam Diam ~

26 4 0
                                    

Bodohnya aku. Kemungkinan yang seharusnya adalah hal yang paling mendasar justru aku lupakan. Kenapa tidak pernah terpikirkan. Aku terlalu jatuh pada hal yang tidak seharusnya. Yang membuat sudut pandang ini sangat dibutakan.

Aku terlalu yakin bahwa lingkaran itu hanya tentang hal-hal yang kau sukai dan aku. Tak pernah terbesit sama sekali bahwa bisa saja disana ada manusia lain yang mengisi kisahmu. Apalagi ketidak adanya aku waktu jeda yang cukup panjang itu. Bukan tidak mungkin kau telah mendapatkan sandaran yang baru. Yang mungkin saja menurutmu itu jauh lebih layak dibandingkan denganku. Kenapa aku tak pernah terpikirkan dengan hal itu?

Aku masih belum dengan penuh mempercayainya. Namun tak dapat dipungkiri bahwa aku sangat waspada dengan menaruh rasa curiga. Selama belum terlihat dengan jelas oleh pandangan mata. Belum bisa padamu aku menuduh seenaknya. Bisa juga kan alasan aslinya bukan karena kedatangan orang ketiga. Mungkin saja itu karena hal yang lain. Yang mana tak pernah bisa kau ungkapkan. Serta hal tersebut harus dengan gigih kau sembunyikan. Buatmu mungkin hal tersebut adalah luka yang menyakitkan. Belum ada bantahan karena semua masalah hanya sebatas kemungkinan.

Kenapa juga aku dalam segala kesalahan ini kau masih saja ku bela? Apakah mungkin karena tentang menerima kehilanganmu aku belum rela? Harusnya kau lebih sadar diri. Kali ini tak akan pernah ada lagi bersama denganmu karena aku telah sendiri. Ragu yang susah payah berkali-kali ku usir namun berulang kali itu juga ia kembali datang menghampiri. Tak pernah berhenti rasa sakit dalam hati semakin dalam menggerogoti.

Bahkan pada kesepian pun aku merasa iri.

Aku merasa mungkin aku akan jauh merasa bahagia ketika semua ini tak ada. Termasuk kamu yang telah memberikan jutaan rasa bahagia. Terjebak dalam kesunyian mungkin aku akan lebih merasa bangga. Daripada merasa terangkat setinggi-tingginya namun pada akhirnya akan jatuh. Tidak hanya sekedar jatuh, namun menjalarkan racun menuju rasa kepercayaan sampai membuatnya nyaris terbunuh.

Jika ini terus berlanjut terus menerus membiarkan ragu menguasai dengan cara menyakiti menyakiti, rasaku benar-benar akan mati.

Ternyata aku tidak perlu terlalu lama menunggu. Karena segala jawaban dari keraguan yang sangat pelik ini justru begitu saja terbeber melalui perkataanmu. Aku sama sekali tak tahu. Apakah itu sengaja atau kau mengatakan tanpa mengetahuinya. Tanpa mengetahui bahwa itu adalah jawaban dan dari tanya. Pertanyaan yang sudah mengendap lama kusimpan. Sampai membuat hati ini terasa sangat tertekan. dalam ketidakpastian, keraguan, serta keadaan dimana aku oleh mutlak didiamkan. Maaf saja jika aku mendengarkannya tanpa izin darimu. karena kalau itu aku hanya tidak sengaja lewat namun dengan apa yang kau katakan tiba-tiba aku langsung terjerat.

Aku mendengarnya dengan begitu jelas. Dengan gaya bicara lemah lembut itu kau mengatakannya dengan tegas. Waktu itu aku benar-benar merasa sangat bingung dan berpikir keras. Apa aku yang kurang menyadarinya atau memang kali ini otak dan hatiku sedang tidak selaras. Otakku berpikir dengan keras. Naas, setelah aku berhasil memecahkan teka-teki dan memahaminya justru saat itulah hatiku sepenuhnya telah tertebas.

Kali ini ini senyum manismu adalah alasan terbaik dibalik patah hatiku.

Bagaimana tidak? Ternyata huruf-huruf yang kau rangkai dalam sebuah kata itu adalah namanya. Nama seseorang yang padanya kau telah terikat dalam sebuah hubungan. Dia yang adalah alasan dariku yang merasakan pahitnya kehilangan. Dia yang membuatmu membelokkan perasaan. Dan juga aku yakin satu hal lagi, pasti dia pula alasan bagaimana kau telah dibuta, tuli, dan bisukan. Aku masih tidak sanggup menerima hari ini. Apalagi ketika kau menyebut namanya dengan wajah yang berseri.

Aku mengerti bahwa ini lebih dari sekedar patah hati.

Baiklah, mungkin ini adalah bagaimana cara aku ditegur. Gue juga Tuhan memintaku untuk mengikhlaskannya dan mundur. Meskipun menjauh darimu bukanlah hal yang mudah. Bahkan sesungguhnya aku sangat tidak menginginkannya.

Bagaimana bisa hatimu semudah itu berbolak-balik seperti selayaknya telapak tangan. Apakah di dalam sana tak ada aku yang kau simpan dalam kenangan? Atau memang sejak awal rasaku padamu telah kau abaikan.

Kejam.

Seperti itulah kau dalam pandanganku. Aku tak tahu tentang hal ini bagaimana persepsimu. Sekarang aku merasa bahwa segala perhatian yang kau berikan adalah sebuah sandiwara saja. Dan sabarnya penantian yang ku jalani adalah hal yang begitu jelas percuma. Kau ku kenal tidak hanya sebagai nama. Dalam perjalanan kita mengisinya dengan berbagai kisah, cerita, dan bahkan jatuh cinta yang terasa begitu nyata. Kali ini logikaku benar-benar punah. Karena yang aku tangkap dari segala kejadian yang ada bahwa seluruh tentangmu adalah dusta.

Kau disana masih dengan santai mengobrol dengan temanmu. Sama sekali tak akan pernah kau sadari bahwa baru saja kau dilewati oleh laki-laki yang hatinya sudah benar-benarkan kau patahkan. Tapi tanpa menoleh sedikitpun ia kau biarkan. Kau hanya peduli dengan apa yang ada di pandangan mata. Kau tak akan pernah tahu tentang apa yang aku rasa.

Ketika ku melewatimu kau hanya menyapaku dengan senyum. Bodohnya, aku membalasnya. Seperti ada yang salah dengan diriku. Mengapa aku justru mengikuti caranya dengan bersandiwara di depanya. Idealisme hatiku benar-benar telah hancur. Seperti yang pernah terjadi sebelumnya semua yang sudah ada dalam pikiran akan seketika sirna ketika tatapku dan tatapmu saling terbentur. Sekali lagi aku padamu kembali tersungkur. Kali ini bukan oleh rasa cinta yang menghibur. Namun pada luka hati yang saat ini sedang susah payah untuk coba kukubur. Aku hanya mengiyakan sapamu dan menepi. Bukan berarti ada sebuah skenario yang ku hindari. Ini lebih kepada rasa tak terbendung yang dengan sandiwara kututupi. Seperti yang kau jalankan padaku dengan begitu rapi.

Bedanya aku menutupi luka dan kau menutupi dosa.

Andai saja hati ini bisa berbicara. Pasti ia dari tadi akan meneriakimu dengan sekencang-kencangnya. Memarahimu dengan emosi yang membara. Bahkan jika ia memiliki dua tangan, ia mungkin saja akan menikammu tanpa ada sedikitpun rasa segan.

Untung saja itu tidak terjadi. Karena hanya terlintas sebatas imajinasi. Menghadapinya aku lebih memilih untuk bungkam. Agar tidak terjadi masalah meskipun sebenarnya aku denganmu sudah begitu geram. Biar aku saja yang menanggungnya. Menyimpan ya dengan sebaik-baiknya dalam rentetan kisah kelam.

Yaitu antara aku dan hati yang patah dalam diam.




~ % ~




Untuk apa saling dipertemukan jika pada akhirnya akan terjebak pada kebohongan

Untuk apa saling rindu jika pada akhirnya tetap akan terpisahkan oleh ego yang menggebu

Untuk apa saling cinta jika pada akhirnya terhianati oleh dusta


Untuk apa? 




~hnf~



_____._____._____._____._____

Kalian bisa capture quotes atau potongan ceritanya.

[Tag - ig : _hanifprasetya] / [tw : _hanifprasetya}

Vote dan komen untuk kritik, saran, atau sanjungan.

Aku memperhatikanmu meski tanpa tatapan .

Terimakasih ku ucapkan :) 

INKONSISTENSI RASA (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang