Aku sedang membayangkan dirimu yang kali ini sedang dilanda luka. Apakah kau disana sedang merasa tersiksa dan merana. Atau mungkin hal ini hanya kau anggap sebagai bercanda saja. Bisa saja. Yang kau lakukan padaku dulu juga begitu adanya. Jadi aku boleh saja menganggapmu seperti itu dalam merasakan pilu. Mungkin kau tidak memperdulikanku seperti bagaimana kau sama sekali tak merasa iba padaku.
Atau mungkin sebaliknya. Dengan adanya kejadian ini kau sadar akan bagaimana rasanya terluka. Dan kau mencoba untuk memperbaiki diri. Mengingat kembali patah hati seperti apa yang padaku kau beri. Kau melakukan introspeksi. Serta kemudian menjadikannya untuk perbaikan diri.
Mungkin.
Itu masih sebatas kemungkinan. Aku tak akan pernah bisa tahu. Karena bertanya tentangmu aku sama sekali tak mau. Apalagi jika harus menanyakan secara langsung. Tak akan terjadi juga karena kecewaku sampai sekarang masih tak sanggup kubendung. Yang ada ketik jika aku padamu bertanya. Yang ada aku tak merasakan iba. Namun ingin membalikan keadaan dimana kau kali ini yang akan aku siksa. Untuk itu aku menghindarinya. Aku menjaga agar kita berdua tidak saling bersinggungan. Seperti sebelumnya juga hal ini yang aku lakukan. Jangan sampai prinsip ini terbantahkan. Aku masihlah manusia. Aku hanya bisa menahan. Bukan kuas aku untuk memastikan.
Karena yang namanya hati sangat mudah untuk dibolak-balikan.
Semoga ini berlanjut untuk seterusnya. Aku sudah mulai terbiasa dengan hari-hari yang ku punya. Mulai sudah bisa menyesuaikan. Dan tentu saja menikmatinya. Semakin lama semakin dengan aku dengan teman-teman. Menyebabkan masalahku denganmu benar-benar terlupakan. Bahkan berita tentangmu yang kemarin sudah hilang dari ingatan. Aku suka dalam keadaan seperti ini tertahan. Tak perlu terlalu membawa perasaan. Secukupnya saja, tak perlu mengeluarkan terlalu banyak apalagi sampai mengorbankan. Pertemanan tidak seperti itu. Selain canda tawa bersama yang kita lakukan hanyalah saling membantu. Meski terkadang terjadi perdebatan dan pertengkaran. Sejauh ini belum kutemukan penghianatan seperti yang dulu pernah ku rasakan.
Setelah sekian jeda, kau datang kembali untuk menyapa.
Cukup terkejut ketika sekian lama kamu tak pernah lagi menyapa tiba-tiba mengirimkanku pesan. Kau kembali memberiku sebuah sapaan. Sama sekali aku tak paham apa yang kau maksudkan. Setelah maksudmu ku pertanyakan kau bilang bahwa membutuhkan bantuan. Entah ini memang sebuah kebetulan atau hal yang sudah kau rencanakan.
Kenapa harus aku? Kenapa tidak orang lain saja? Bukankah kau memiliki teman yang sangat banyak. Untuk membantumu mereka mungkin jauh lebih layak. Aku berpikiran bahwa permintaanmu akan kutolak. Namun kau menyampaikan alasan terlebih dahulu sebelum membuatku tak bisa mengelak. Kau bilang kau adalah orang yang bisa kau andalkan. Semudah itu ya kau berkata pada seseorang yang hatinya dahulu pernah kau patahkan. Karena dengan alasanmu juga aku merasa penasaran. Maka akhirnya aku memutuskan untuk mengiyakan.
Mulai sejak itu kita mulai saling mengobrol lagi. Aku cukup kebingungan, tak paham dengan apa yang terjadi. Aku tak cukup pandai dalam beradaptasi dalam berubah-ubahnya situasi. Kita juga melakukan beberapa diskusi. Aku melakukan ini hanya karena aku tidak enak untuk menolak. Meskipun sebenarnya hati ingin sekali untuk menolak. Tapi ku iyakan saja. Agar aku tidak penasaran akan apa yang menjadi tujuan utamanya.
Sejauh ini kita memang saling mulai banyak hal yang dibicarakan. Namun semua itu masihlah hanya sebatas dalam pesan. Belum sama sekali terpikir olehku kita akan saling berbicara pada sebuah pertemuan. Tak bisa ku bayangkan. Apakah aku bisa kuat untuk menahan perasaan. Sejujurnya rasa benci dalam hati masih ada. Maka dari itu aku tak ingin hal tersebut terlepas begitu saja. Hal terbaik yang bisa kulakukan adalah jangan dulu denganmu saling tatap dalam jumpa. Aku tak ingin terlalu terbawa pada suasana. Berbalas pesan denganmu saja ku batasi. Aku tak ingin terlalu banyak waktu yang habis hanya untukmu. Apalagi kali ini hanya didasari dengan alasan karena aku hanya ingin sedikit membantu. Tak ada semangat sekuat ketika masih ada diantara kita saling rindu. Itu kan hanya dulu. Kali ini adalah tentang lembaran yang baru.
Mulai dari sini aku mulai merasa ada beberapa hal yang terasa ganjil. Olehmu aku entah kenapa merasa cukup sering dipanggil. Aku menjadi semakin sering kau cari. Padahal bantuanku untukmu sepertinya tidak terlalu kau perlukan lagi. Kau lebih banyak berbicara tentang basa-basi. Kembali mempertanyakan bagaimana kabarku disini. Tapi, tak pernah ada pembahasan tentang masa lalu sama sekali. Hal ini mungkin adalah yang paling kau hindari. Padahal itu yang paling aku cari. Tapi elakanmu juga tak dapat dipungkiri. Pasti ada rahasia yang kau sedang jaga dalam sendiri.
Jika saja hal itu berani kau bahas, pasti sudah ku habisi kau dengan ganas.
Tapi itu sangat tidak mungkin karena kau tahu kau adalah orang yang cerdas. Kau tak mungkin membicarakan hal yang akan menyakitiku lagi dengan jelas. Pasti hatimu akan menolaknya dengan tegas. Jadi kita hanya membicarakan hal-hal sehari-hari. Yang aku tidak terlalu peduli karena tak ada manfaatnya sama sekali. Tapi tetap ku tanggapi. Aku bukanlah batu yang tak memiliki rasa peduli. Meskipun itu padamu yang dulu pernah menyakiti.
aku sempat terpikir bahwa kau melakukan ini karena mungkin kau sedang merasa sendiri. Tak ada teman yang mengisi sepi. Tapi masih menjadi sebuah misteri kenapa kau memilihku untuk menepi. Apakah kau sama sekali tak tahu bahwa kau adalah orang yang dahulu pernah sangat aku ratapi. Apakah sampai sekarang kau masih belum merasa sadar. Sampai seenaknya kau masuk kedalam radar. Aku benci dengan tingkahmu itu yang sok tegar.
Maaf, tapi semua tentangmu sudah terasa hambar.
Aku sudah ikhlas dengan apa saja yang terjadi di masa lalu. Aku melakukannya dengan ikhlas kali ini tanpa menggerutu. Aku sangat bisa untuk jika hanya sekedar menjadi temanmu. Meski kita pernah terjebak bersama dalam sebuah pertikaian bukan berarti kita akan selamanya menjadi bermusuhan. Aku persilahkan untukmu memanggilku sebagai teman.
Aku bisa mengobrol denganmu lagi kali ini sudah tak ada rasa canggung. Tak ada rasa yang kucoba bendung. Aku sudah terbiasa dengan menjadi biasa saja. Aku sangat bisa menjadi teman bicara. Aku bisa mendengarkan segala cerita. Seperti ini aku justru bisa menerima. Ketika kita hanya sebatas teman saja.
Namun, perihal isi hati masihlah menjadi rahasia.
~ % ~
Semua yang pergi bisa kapan saja datang kembali menyapa
Namun tidak akan dengan rasa yang sama
~hnf~
_____._____._____._____._____
Kalian bisa capture quotes atau potongan ceritanya.
[Tag - ig : _hanifprasetya] / [tw : _hanifprasetya}
Vote dan komen untuk kritik, saran, atau sanjungan
Aku memperhatikanmu meski tanpa tatapan
Terimakasih ku ucapkan :)
KAMU SEDANG MEMBACA
INKONSISTENSI RASA (TERBIT)
RomanceBagaimana cara sederhana kita bertemu? Bagaimana cara semesta membuat kita bersatu? Bagaimana cara aku memandangmu setelah itu? Bagaimana cara kau buat aku menjatuhkan hati padamu? Bagaimana cara kita saling terjebak dalam rindu? Bagaimana cara...