Aku mengantarmu pulang.
Karena aku yang membawamu untuk datang.Datang kepada sebuah perjalanan sederhana yang pasti akan selalu dikenang. Yang mungkin di masa depan nanti, akan terbesit rasa ingin mengulang. Semoga itu tidak datang. karena harapku adalah terus bersamamu berjalan maju untuk berjuang. Di luar kemungkinan antara kita akan ada jarak yang terbentang. Dan beberapa permasalahan dunia yang menantang. Kita pasti menang.
Takkan ada pergi, karena aku akan selalu datang.
Malam itu setelah selesai seluruh cerita tentang kopi pahitku dan senyum manismu, kita berpisah dengan yang lainnya. Serta kembali terjebak dalam ruang kata dan ruang rasa yang didalamnya hanya kita berdua. Seluruh ramai telah beristirahat. Sekarang yang ada hanya keheningan, dan tentu pula kecanggungan.
Ini pertama kalinya kau ku jemput dan ku antar. Karena itu aku merasa cukup gusar. Memang aku sudah terbiasa denganmu di dalam kelas. Namun entah kenapa perasaanku sekarang seperti tidak jelas. Menyusuri kota bersamamu menjadi pengalaman baru bagiku. Sebenarnya aku belum pernah merasakannya, karena memang di sini aku masihlah baru.
Aku pun cukup kebingungan. Tapi entah kenapa rasa khawatir itu dengan mudahnya ku abaikan. Karena apa? Karena selalu ada kamu yang menjadi penunjuk jalan. Selain menjadi peta kamu juga menjadi kebahagiaan dalam realita. Yang kuterima malam ini. Sebagai seseorang yang sanggup mengisi hati.
Meskipun sudah jauh jarak yang kita tabung. namun entah kenapa masih saja aku di peluk oleh rasa canggung. Denganmu yang selalu terhubung. Semoga kisah kita akan tetap bersambung. Harapku dalam sebuah ekspektasi yang terlalu melambung.
Kita tidak begitu saja langsung pulang. Sedikit menunda untuk menghabiskan beberapa waktu di jalan sampai penat hilang. Ketika canggung mulai reda. Kita berdua mulai beberapa cerita. Kejadian seperti ini tidak pernah terpikir akan ada. Tentang aku dan kamu yang saling bertukar kata sembari mengelilingi kota. Harusnya itu menjadi hal yang biasa. Karena di tempat lain pun kita saling berbicara berdua. Namun entah kenapa, kali ini terasa sedikit beda. Apakah ini dipengaruhi oleh keadaan? Atau justru karena aku yang terkuasai oleh perasaan? Masih saja dengan diri sendiri aku terheran.
Kala itu aku cukup keras berpikir. Karena di dalam sini banyak sekali keresahah-keresahan yang membuat khawatir. Namun sepanjang perjalanan banyak pertanyaan-pertanyaan baru yang terukir. Perlahan membuka satu persatu keraguan yang masih tertutup oleh tabir.
Indahnya. Seperti aku ingin ini bertahan untuk selamanya.
Bertahan pada kenyataan kita terjebak berdua. Terjebak pada dunia yang tidak terlewati oleh orang lain. Pada dunia menyenangkan yang bisa sesuka hati kita kendalikan. Pada dunia temu yang mana kita tidak harus repot-repot untuk saling menahan rindu.
Kau mulai bercerita kesana kemari. Beberapa bisa ku tangkap dan beberapa tak sanggup ku pahami. Mungkin karena aku saja yang dengan pembicaraan tidak terlalu mengerti. Atau karena terganggu oleh suara jalan raya yang tidak berhenti dan silih berganti. Aku tidak bisa memperhatikanmu sepenuhnya. Karena aku tak ingin hilang konsentrasi serta mendapat celaka sebagai gantinya.
Perhatian pandanganku ku jaga tetap fokus ke jalan. Namun hatiku ku jaga tetap kearahmu.
"Kamu suka apa?"
Tiba-tiba saja pertanyaan seperti itu darimu padaku terlontar. Sempat sedikit kaget aku dibuatnya. Dan hatiku pun cukup tergetar. Aku tidak langsung memberikan komentar. Karena aku dalam keadaan ini cukup kaku dan gusar. Aku tidak langsung begitu saja menjawabnya. Ku renungi sejenak dalam jeda penuh sabar. Agar nantinya tidak ada jawaban yang tidak diinginkan terlanjur tersebar.
Apa yang ku pikirkan? Kenapa aku harus berpikir serumit itu? Padahal itu hanya pernyataan sederhana. Yang mungkin kau memberikannya pun tanpa rasa sengaja. Mungkin aku terlalu bersemangat sampai salah mengeja.
Lamunanku makin menjadi. Sampai pada kau mengulangi pertanyaan itu lagi. Kali ini aku berusaha ingin langsung menjawab, meski dengan pikiran yang tetap dibatasi. Akhirnya kata-kata itu tidak segera keluar dari mulut karena terlanjur terjebak di hati.
Ingin sekali ku jawab pertanyaan itu dengan namamu.
Mana sanggup aku mengatakannya. Tetap akan menjadi sesuatu yang rumit meski nantinya hal itu sedikit ku balut dengan canda. Karena apapun alasannya, akan selalu ada rasa yang nyata terbubuhkan disana.
"Aku suka es krim," dengan itu pertanyaanmu terjawab sudah. Hal ini tak akan membuat sesuatu menjadi lebih buruk maupun indah. Namun entah kenapa kalau itu rasa percaya diri ku cukup rendah. Karena menunggu respon mu yang seperti biasanya tak sanggup ku tebak. Semoga kali ini rasa dan pikiranku tak kembali menjebak. Berpikiran terlalu luas hanya menyerap segala hal sederhana ke dalam bias. Jadi kuterima saja semuanya dengan lepas.
Sangat tidak terduga. Kamu membalasnya secara cepat tanpa jeda. Sama sekali kau tak bertanya kenapa. Karena langsung saja kau tantang aku untuk bersama dalam es krim yang kedua. Tentu tak ada jawaban lain selain kuterima.
Kita berdua menyepakatinya. Dan saling menunggunya.
Sudah cukup jauh kita berputar-putar dalam perjalanan. Begitu pula dengan terjebak dalam pembicaraan. Meskipun dengan sedikit rasa enggan. Kita memutuskan akhiri perjalanan untuk pulang yang dari tadi memang sudah menjadi tujuan.
Namun tiba-tiba kita cukup tertekan. Mengherankan. Seakan semesta tidak mengijinkan.
Karena di tengah perjalanan kita dihentikan.
~ % ~
Sejauh jarak yang kita tempuh
Sejauh itu pula hati ini akan luluh
Meski ada beberapa bagian rumit, jangan pernah mengeluh
Percaya, Meski perlahan rasa akan selalu tumbuh
~hnf~
_____._____._____._____._____Kalian bisa capture quotes atau potongan ceritanya.
[Tag - ig : _hanifprasetya] / [tw : _hanifprasetya}
Vote dan komen untuk kritik, saran, atau sanjungan.
Aku memperhatikanmu meski tanpa tatapan .
Terimakasih ku ucapkan :)

KAMU SEDANG MEMBACA
INKONSISTENSI RASA (TERBIT)
RomanceBagaimana cara sederhana kita bertemu? Bagaimana cara semesta membuat kita bersatu? Bagaimana cara aku memandangmu setelah itu? Bagaimana cara kau buat aku menjatuhkan hati padamu? Bagaimana cara kita saling terjebak dalam rindu? Bagaimana cara...