~ Saat Ku Tak Tahu Harus Menghadap Kemana~

622 165 130
                                    

Pulang,

Semua tentang berangkatku ke kelas hanya bertujuan untuk pulang. Ketidaknyamanan membuat waktu terasa begitu lama. Sampai seakan hanya terperangkap dalam pagi yang tak kunjung siang. Apalago sore, sama sekali tidak terbayang.

Kisahku baru saja dimulai. Namun sudah saja rasa tidak nyaman melekat. Tidak hanya cuma membebani. Namun juga menguras pikiran dan hati. Berharap di dunia ini hanya adapulang tanpa adanya berangkat. Semoga kita smua sepakat.

"hai, selamat pagi"

Berhayal saja. Itu tidak terjadi. Lebih tepatnya belum.

Setiap aku sampai kamu sudah selalu ada disana. Di bangku pertama. Kenapa ? karena aku yang berada di bangku kedua. Bukan, sebenarnya aku saja yang terlalu mencintai pagi hingga selalu terlambat untuk datang kelas. Bukan berarti aku pemalas. Bingung saja aku yang baru ini berada disana dan tidak tahu bagaimana harus bersikap. Itu sudah jelas.

Alasan !

Semua memang butuh alasan kan. Tapi tidak dengan ini. Dengan bagaimana cara kita untuk saling di perkenalkan. Bebrapa hal sudah tiba-tiba saja dimulai. Pikiranku sudah langsung tercerai berai.

Aku belum siap. Tapi kamu datang saja saat itu membantu dengan sangat sigap.

Kau mengajukan diri pada bangku belakangmu ini. Bangku yang sebelumnya entah kenapa kosong sekarang sudah ada yang mengisi. Mulai dari saat itu kamu mulai sering membantu. Dan kata-kata kita pun mulai saling beradu. Meskipun awalnya aku lebih banyak diam karena terlalu banyak menyimpan ragu. Tapi lambat laun semua berjalan indah menderu.

Tanpa sadar, kau sudah saat itu kau benar-benar menjadi pemicu. Sekaligus pemacu.

Saat itu semua berjalan. Seakan-akan pelan tapi pasti. Tapi bagi kita itu bukanlah sebuah kepastian. Karena tidak ada sedikitpun getaran. Bukanya tidak. Bukanya aku menolak. Hanya saja belum hati ini belum sempat tergerak. Karena dunia dari kita masing-masing yang juga belum tertebak. Semua berjalan perlahan. Tak ada yang menggertak pun taka da yang mengelak.

Perlahan. Mulai ada beberapa rasa heran akan segala apa yang kau berikan. Rasanya aku tidak pernah meminta. Apalagi menduga. Karena, waktu itu rasa ketidaksadaranku yang parah tidak pernah bisa reda.

Kamu pun begitu. Aneh.

Memberi kepada yang bukan peminta. Menawarkan kepada ia yang belum tentu akan menerima. Menyapa padanya yang belum tentu kau akan dibalasnya.

Kau bersikukuh kalau sebernarnya pada sat itu aku butuh. Antara aku yang selalu tidak sadar. Atau kamu yang terlihat tidak sabar. Di luar semua tiu kaku ada disana. Di sebelahku saat aku tak tahu harus menghadap kemana. Menunjukan arah kemana aku harus mulai berjalan. Memberikan setiap poin yang harus aku lalaui dan selesaikan. Kuanggaplah kau mulai saat itu sebagai teman.

Teman yang datang ketika aku sedang dalam susah dan tidak begitu saja pergi meski adan kata sudah. Mengenalmu memang sebuah pilihan. Tapi aku sama sekali tidak memilihnya. Aku biarkan begitu saja apa adanya. Terserah semesta ingin mengalirkanya seperti apa.

Apakah ini sementar? Apakah akan selamanya ? siapa yang tahu ?

Mulai dari saat itu mulai seringlah kita saling bertukar sapa. Tanpa lagi menanyakan itu dari siapa. Satu persatu beberapa hal yang aku belum pahami disini kau bimbing padaku yang bimbang. Bangku kosong itupun tak lagi sepi. Bangku yang penuh debu itu mulai perlahan menjadi rapi. Cara-caramu pun mulai kusalin agar aku bisa menjadi normal seperti yang lain.

Ternyata sepi bukanlah sebuah keadaan. Namun sebuah perasaan. Keadaan disini tidak ada yang berubah. Tetap kamu di bangku pertama, aku di bangku kedua, serta lainya yang riang dengan dunianya. Belum sampai aku menatap dengan luas. Aku belum tau caranya.

Aku tidak berharap, aku tidak meminta, tapi kau bersyukur. Olehmu yang sering memberikan tegur. Meskipun kadang sedikit menekan. Tapi bagiku ternyata cukup menghibur. sudah ada peningkatan padaku meskipun masih agak kabur. Namun karena kebaikan dan semangatmu aku berjanji, meskipun berat kepada diriku sendiri aku tidak akan menyerah dan mundur.

Meskipun sedikit, kurasa kita muali seperti sebenarnya teman. Meskipun sedikit, aku sanggup keluar dari rasa kebingungan. Meskipun sedikit, terasa pula rasa ketentraman. Meskipun sedikit, terimakasih ikhlas padamu kusampaikan.

Trimakasih, telah menjadi kebutuhan dalam kebuntuan.




~ % ~




Makin lama langit makin terlihat indah

Bukan karena langitnya yang berubah

Tapi bagaimana caraku memandangnya




~hnf~



_____._____._____._____._____

Kalian bisa capture quotes atau potongan cerita. Sertakan aku juga disana.

Tag - IG : _hanifprasetya / TW : _hanifprasetya

Silahkan berkomentar untuk kritik, saran, atau sanjungan.

Jika suka silahkan vote, follow akunku, dan simpan kisah ini baik-baik di  list  kalian.

Percayalah, dari sini aku memperhatikanmu meski kita tak saling bertatapan.

Trimakasih untuk seluruh perhatian :)


INKONSISTENSI RASA (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang