~ Canda, Tawa, Nada, dan Rasa ~

42 10 2
                                    

Masih kutunggu.

Sampai saatnya kau meskipun itu sejenak dalam keadaan benar-benar membisu. Namun untuk mendapatkan waktu itu aku cukup ragu. Karena apapun yang aku lakukan kau tak bisa berhenti dan terus semakin menggebu. Aku hanya diam saja sambil dengan penuh pesona memperhatikan matamu. Dan saat pandanganmu yang sebelumnya mengarah ke segala arah tiba-tiba tertuju padaku, kau mendadak malu dan tersipu.

Mungkin karena kamu merasa bahwa aku sedang memperhatikanmu dalam waktu yang lama. Ya memang itu kenyataannya. Sekarang berganti olehku yang menatapmu dengan sedikit tawa. Aku menikmatinya. Semakin lama ku tatap semakin kau salah tingkah. Semakin bertambah manis lagi karena wajahmu juga mulai ikut memerah. Untuk sementara kau menghentikan kisahmu sebelumnya yang sangat meriah dan tanpa arah. Seperti seakan-akan aku ingin meledek mu, kau sudah terlihat pasrah.

Aku hanya tersenyum diam. Namun kau sudah menjadi salah tingkah dalam malu kau tenggelam. Cukup menyenangkan memang. Melihat wajah tersipu malu dari seseorang yang biasanya selalu menang. Ternyata ia juga bisa memasang ekspresi tegang. Dalam waktu yang cukup lama kau baru sanggup untuk pulih dan kembali tenang.

Hari ini akan selalu ku kenang.

Sebelumnya oleh rasa malu kau sudah terkuasai. Namun itu sama sekali tidak menurunkan semangat yang kau miliki. Berapa saat kemudian, celotehan mu yang sebelumnya sempat terjeda kembali dimulai. Kenapa kembali terjebak memperhatikanmu dengan menjadi pendengar abadi.

Seorang yang ketika di kelas penuh sahaja ternyata memiliki sifat asli yang sangat sangat suka berbicara. Aku merasa begitu bersyukur karena impianku sebelumnya tidak jadi terkubur.

Kukira ketika bersamamu akan dihiasi oleh banyak diam. Yang aku takutkan dalam kebosanan aku tenggelam. Yang kudapat justru sebuah kejutan. kau banyak sekali berbicara sampai tak bisa ditahan. Sebanyak apapun yang kau ucap pasti akan ku tanggapi. Meskipun sebagian besar tidak ku balas dengan jawaban. Namun ku hargai dengan ikhlasnya senyuman. Sering ku ingin menyahut berbicara tapi tak pernah dapat kesempatan. Karena semangatmu yang sering kelewatan. Aku menyukai dan menerima ini dengan kegembiraan.

karena segala hal yang kau lakukan selalu berujung pada rasa nyaman.

Seiring es krim ditanganmu yang mulai habis, tenagamu untuk berbicara pun semakin menipis. Dan kau pun memilih untuk berhenti karena kelelahan. Untuk itu kali ini aku yang akan mengambil giliran. Bicaramu langsung ku sambung tanpa spasi. Agar terlihat tidak seperti aku ingin basa-basi. Jika aku terlalu lama berpikir sebelum memulai berbicara takutnya kau anggap pikiranku dibatasi. Padahal sebenarnya hanya agar dapat terlihat keren saja dan tentu saja karena gengsi.

Aku juga bingung ingin membahas hal apa. aku tak sepertimu yang tinggal buka mulut langsung bisa keluar berbagai macam cerita. Aku tak boleh terlalu lama memikirkannya. Karena kalau sampai kita berdua dalam keadaan diam justru akan membuat tumbuh rasa canggung nantinya. Dan pembicaraan pun langsung ku mulai Dengan melemparkan sebuah tanya.

Aku bertanya padamu tentang mengapa balasan pesan terlambat mu sering kali itu ada di waktu yang seharusnya kau tertidur. Apakah itu karena kau sering terbangun di tengah malam atau memang kau sedang bekerja lembur. Kau bilang bawang untuk terlelap kau sudah sangat berusaha sekuat tenaga. Namun tak menghasilkan apa-apa. Justru semakin malam matamu semakin terjaga. Tak bisa kubayangkan bagaimana rasanya. Apalagi untukmu yang sudah mengalaminya cukup lama. Kau juga berkata bahwa kau tak bisa terlelap secara alami. Selalu harus ada obat tidur yang menemani.

Sedikit muncul dariku rasa iba. Informasi ini muncul tanpa duga dan tiba-tiba. Aku juga cukup kasihan. Ku berikan padamu beberapa saran. Agar tidak terlalu terpaku pada obat-obat tersebut yang sudah kau anggap sebagai teman. Masih banyak seharusnya alternatif yang bisa kau lakukan. Dan aku pun yakin hal ini akan pergi dengan perlahan.

Aku melanjutkan berdalih. Namun kali ini pembicaraan sudah teralih. Aku tak mau karena pembicaraan hari ini kamu jadi sedih. Jadi aku pun mengalihkan nya. Aku memancingmu untuk kembali bercerita. Murungmu yang sementara tersebut tersebut sekarang sudah kembali menjadi ceria. Dan akupun cukup gembira ketika melihatnya.

Sebenarnya masih banyak yang bisa saling kita bicarakan. Aku tidak tahu entah kenapa tiba-tiba kamu mengajak untuk hal ini diakhirkan. Karena suasana hatimu yang kelelahan atau memang seharusnya kamu memiliki sebuah hal yang lain yang harus dikerjakan.

Aku kembali memastikan apakah ini memang sudah cukup. Kau berkata iya, dan obrolan kita pun akhirnya ditutup.

Tanpa perlu kau bilang, aku langsung mengikutimu berkemas untuk bersiap-siap mengantarmu pulang. Kita berdua sama-sama melangkah pergi dengan tenang. Kou cukup tak banyak bicara ketika dalam perjalanan ke rumah.  Dengan hal tersebut aku merasa sedikit resah. Dan berusaha kuberikan kondisi jiwamu dengan bersusah payah.

Hal tersebut berhasil. Kamu kembali tertawa lagi dan melakukan hal-hal usil. Ada yang membuatku heran, satu hal lagi. Tiba-tiba saja kau mulai bernyanyi. Bukankah suara termerdu yang pernah kudengar. Namun olah rasa sendu aku sudah terpapar. Daripada aku berdiam saja, ku ikuti apa yang keluar dari mu yang adalah irama dan nada.

Kisah di hari tersebut kita akhiri bersama dengan penuh canda, tawa, nada dan rasa.

Memang diantara kita berdua belum diresmikan oleh kata sepakat. Tanpa itu pun aku dan kamu telah menyadari bahwa rasa kita telah semakin terikat.





~ % ~





Rentetan kisah yang panjang , akan menciptakan kasih yang akan selalu terkenang





~hnf~



_____._____._____._____._____

Kalian bisa capture quotes atau potongan ceritanya.

[Tag - ig : _hanifprasetya] / [tw : _hanifprasetya}

Vote dan komen untuk kritik, saran, atau sanjungan.

Aku memperhatikanmu meski tanpa tatapan .

Terimakasih ku ucapkan :) 

INKONSISTENSI RASA (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang