Happy reading💙💙
********
Alin menatap jarinya yang membiru dan tidak bisa digerakkan sambil menghela nafasnya. Tangannya bergerak mengambil plester luka dan membungkus jarinya dengan plester luka. Masih pukul 03:37 pagi, semenjak Kris memberitahu padanya bahwa kondisi Ayahnya semakin menurun, Alin tidak bisa tidur, berulangkali dia ke kamar Ayahnya melihat kondisi Ayahnya, apakah masih bernapas atau tidak, karena dia takut setengah mati terjadi sesuatu pada Ayahnya.
Alin membaringkan tubuhnya di ranjang lalu mengambil ponselnya. Dia menggulirkan layar ponselnya ke arah galeri dan melihat foto-foto dulu saat keluarganya masih utuh. Foto terakhir dimana keluarganya masih bahagia dan lengkap adalah foto ulangtahun dan foto kelulusan SMP Alin.
Air mata Alin menetes ketika mendengar sendiri pengakuan Ibunya, bahwa dia mengandung anak teman Ayahnya.
Alin berbaring tengkurap lalu menangis disana, setidaknya jika keluarganya masih lengkap, bukan kah dia tidak harus tinggal bersama Tika dan Faris?
Rumah mewah milik Ayahnya, juga diambil oleh Radit dan Bundanya. Dan, kabarnya sudah dijual, karena Alin melihat sendiri tulisan depan rumah mewahnya dulu, bahwa rumah yang bagi Alin penuh dengan kenangan itu dijual oleh Bunda dan Om Radit. Kalau dihitung, seharusnya anak yang dikandung oleh Bundanya kala itu sudah menginjak umur tiga tahun. Cih, bahkan Alin lupa kapan terakhir kali memanggil Bunda.
Alin meletakkan ponselnya lalu kembali menangis di pagi buta seperti ini, rasanya dari malam hingga pagi Alin tidak bisa tidur dengan nyenyak, takut Ayahnya kenapa-napa.
Alin bangkit berdiri lalu berjalan ke kamar Mark, melihat Mark masih tertidur dengan nafas yang teratur.
Alin duduk di samping Mark dan melihat ke arah nakas. Melihat foto keluarga mereka yang diambil di Australia. Alin tau, bahwa Ayahnya sangat mencintai Bundanya. Saking kecewanya, Ayahnya sakit hati sampai jatuh sakit seperti ini.
Tangan yang dulu mengelus rambutnya, tangan yang dulu mengelus pipinya sekarang kurus dan tak bertenaga. Alin ingat, Ayahnya selalu memberikan apapun yang dia mau. Keadaan telah berbanding terbalik sekarang, tubuh Ayahnya yang kekar dan besar dulu, perlahan mengecil dan mengurus. Alin meneteskan air matanya, sungguh dia takut sendirian.
Akhirnya, Alin tertidur sambil memegang erat tangan Ayahnya yang tidur.
*****
Raga menggosokkan handuk kecil ke belakang lehernya sambil berkaca. Semenjak bersama Alin, Raga menjadi terbiasa mandi di pagi hari seperti ini dengan air hangat.
Raga mengutak-atik ponselnya lalu menelpon Alin, sambil menunggu Raga memakai hoodie-nya dan celana abu-abu sekolahnya. Raga berdecak, ketika Alin tidak menjawab teleponnya. Raga kembali mencoba menelpon Alin.
“Kemana sih. Tumben banget nggak diangkat.” kata Raga.
Raga mengambil seragam nya dan memasukkannya dalam tas yang sudah berisi buku-buku. Raga menuruni tangga dan melihat Reygan sedang menikmati sarapan paginya.
“Papi.”
Reygan menoleh. “Udah siap Bang? Bawa sarapan aja, minum susu dulu biar nggak masuk angin.” katanya.
Jennie datang dengan membawa piring untuk anak dan suaminya. Raga melihat di meja makan ada roti, selai, nasi putih, nugget dan cumi-cumi saus tiram buatan Jennie.
“Abang, makan dulu. Masih jam setengah enam tuh, duduk dulu. Nasi atau roti?”
Raga duduk sambil melihat ke arah meja makan. “Roti sama nasi deh Mi. Roti dulu deh, baru nanti nasi.”
KAMU SEDANG MEMBACA
SAMUDERA RAGA
أدب المراهقينAlin dan rahasianya yang membuat Raga menyesal telah menyakiti Alin. Maaf. Dari aku, yang pernah menyakiti dan mengkhianati mu. -Raga [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [SEKUEL Hi, Captain! Kalau mau, kalian bisa baca cerita Hi, Captain terlebih dahulu] S...