❝HUAAA Mama, tolong Kakak, Ma!" Teriakan Karel membahana ke seluruh sudut ruangan, membuat mamanya yang tengah sibuk mengatur letak toples-toples selai di atas meja makan, lantas memejamkan matanya erat, sedikit pusing dengan aksi kejar-kejaran antara dua anak laki-lakinya yang sudah berdurasi sekitar lima menitan tersebut.
"Udah udah, mending cepetan sarapan, nanti telat sekolah," ujar Mama duduk di sebelah Bianca. "Lagian, gak lucu kalau terlambat di hari pertama sekolah, Bang."
"Ya, masa si Karel ngecat rambut Abang pakai warna hitam, Ma? Kan udah dibilangin pakai warna cokelat tua!" sahut Keenan duduk di atas kursi meja makan dengan wajah sebal.
Karel yang ikut duduk di hadapan Keenan, justru tak bisa berhenti tertawa. Bahkan perutnya sudah sakit sekarang, tolong.
"Ya, kan gak tau. Emangnya lo minta warna cokelat tua?" tanya Karel mencoba untuk tenang dan mengoleskan selai tiramisu ke atas rotinya, meski perutnya masih sakit karena tertawa daritadi.
"Iya, dodol! Ya Allah, gue udah ngomong sejelas apa, lo masih aja ga nangkep," ujar Keenan menyuap makanannya. "Ini orang emang kayak gini ya, Ma? Emang dodol begini selama ini? Iya, Bi?"
Bianca yang mulanya sibuk mengunyah roti selai bluberi kesukaannya, menggeleng. "Kak Karel baik, Bang, gak dodol."
"Nah, itu baru cantiknya Kakak," Karel berjalan ke arah Bianca, kemudian memeluk gadis kecil itu dengan gemas. "Ntar kalau pulang sekolah, Kakak beliin es krim, ya."
Keenan yang awalnya masih sebal, mengulum senyumnya. "Dodol itu bukan berarti baik atau jahat, Bi."
"Terus dodol itu apa, Bang?"
"Dodol itu makanan, Bi," Papa tiba-tiba datang, duduk di hadapan Mama. "Ini kenapa sih, ribut-ribut? Biasanya gak pernah seribut ini, loh."
"Iya, gara-gara Abang, Pa. Tau kok, tau…" ujar Keenan mengunyah makanannya sembari memutar kedua bola matanya malas.
Papa spontan terbahak. "Anjir, mabar."
Anjir.
"Tapi, Bang, itu baju kalau gak dimasukin bisa kena tegur guru, loh," ucap Mama menunjuk ke arah seragam putih Keenan yang berantakan. Dasi saja tidak ada. Padahal, hari ini upacara.
"Masa sih, Ma?" tanya Keenan. "Emang iya, Rel?"
"Yaiyalah. Lo gak lihat baju gue serapi apa?"
"Ya gue pikir, emang karena lo rapi mulu," jawab Keenan mendengus. Dia paling malas kalau disuruh rapi, toh nanti akan kusut lagi, kalau itu adalah Keenan. Berkebalikan dengan Karel.
"Oh iya, dia malah dapet kelas unggul, Ma. Kok bisa gitu, ya?" tanya Karel heran, mengambil selembar roti tawar lagi di tengah meja.
"Lo emangnya gak kelas unggul?" tanya Keenan dengan watados.
"Gak, lah. Padahal gueー"
"Padahal lo udah kurang rapi apa, coba? Anak baik-baik, pangeran sekolah. Huek," potong Keenan bangkit dari duduknya. "Dasi lo yang lain mana? Gue mau pinjem satu."
"Di kamar gue cari sana," jawab Karel. "Siapa yang bilang?"
"Itu si Bianca," jawab Keenan berlari menuju anak tangga.
Keenan berpikir, kira-kira akan jadi apa jika kembaran dari pangeran sekolah tiba-tiba datang? Akankah mereka, para fans-fans dari si pangeran sekolah, akan berpindah fandom?
Anjir mabarrr.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Yours
Teen FictionKeenan memutuskan untuk kembali ke Indonesia pada tahun terakhir masa SMA-nya, setelah bertahun-tahun menetap di negeri asal papanya. Di balik segala kelebihan dan sifatnya yang paling annoying di keluarga, dirinya menyimpan luka selama setahun lebi...