[22] Demam, Mati Lampu, Kecanggungan

289 67 0
                                    

HARI ini, Hana tak datang ke sekolah karena demam. Keenan sendiri tak tau harus bersyukur atau  merasa bersalah. Dia bersyukur karena tak harus bertemu Hana dengan canggung, tapi dia juga merasa bersalah jika Hana sengaja tidak datang ke sekolah hanya karena tak ingin bertemu dengan Keenan.

Keenan sendiri bukan asal ceplos saja mengenai kemarin. Dia sudah memikirkannya berminggu-minggu, bertanya berulang kali kepada hatinya apakah yang dia rasakan benar-benar rasa suka atau hanya sekedar rasa simpati sebagai teman biasa.

Sudah tiga bulan dia bersekolah di Indonesia, namun hari ini sepertinya hari paling tak menyenangkan baginya. Perasaan yang canggung ini membuatnya gelisah, ingin cepat pulang, dan segera tidur saja.

Haruskah dia menjenguk Hana nanti? Jika Hana menghindar, bagaimana?

Usai bel pulang berbunyi, Keenan segera menuju rumah dengan mobil kesayangannya. Karel membawa motornya sendiri hari ini, makanya tidak pulang dengan Keenan. Kejadian kemarin membuat Keenan ngambek dan tak memperbolehkan kembarannya itu untuk berangkat dengannya lagi. Belum lagi, Karel kena ceramah oleh Mama, Papa, bahkan Bianca karena meninggalkan Keenan selaku saudara kembar sendiri. Mantap, kan?

"Sore, Keenan."

Keenan yang tengah menutup pagar rumahnyaーlantaran Pak Satpam yang entah dimanaーspontan menoleh ke sumber suara.

"Eh iya, sore, Om," balas Keenan menunduk kecil.

Demi apa? Papa Hana tau namanya darimana? Jangan-jangan Hana ngadu soal kemarin ke seisi rumahnya sehingga Keenan akan diceramahin dalam beberapa detik lagi?

Baru kali ini Keenan bertemu dengan Papa Hana. Dia hanya pernah melihat foto pria itu di potret keluarga yang ditempel di dinding ruang tamu, rumah Hana.

"Ehmー Hana lagi sakit, ya, Om?" tanya Keenan masih mencoba untuk tersenyum, meski kini rasanya ingin berkeringat dingin.

"Iya. Dia punya fisik yang lemah, jadi cuaca yang gak bagus mudah banget bikin dia sakit," jawab Papa Hana membalas senyuman Keenan. "Om dengar kamu sekelas sama Hana, ya? Makasih udah jagain Hana, ya."

Wait, what?

"Sama-sama, Om," jawab Keenan menggaruk kepalanya yang tak gatal, kebiasaannya ketika gugup.

"Mau mampir dulu?"

***


Hana membuka matanya meski rasanya masih berat. Handuk basah yang menempel di dahinya dia angkat, kemudian dia masukkan ke baskom kecil di sebelah tempat tidurnya.

Perasaan dia tidak mengompres dahinya sebelum tidur tadi. Apakah Kevin yang melakukannya?

Hana dapat merasakan pipinya masih panas dan tubuhnya masih kehilangan tenaga. Mungkin dia kebanyakan tidur hari ini, sehingga tubuhnya jadi begitu lemah. Mamanya tadi sempat membujuknya untuk makan, tapi Hana bilang dia akan ke bawah mengambil makanan sendiri, sesudah bangun tidur.

Nyatanya, dia tak mengindahkan bujukan mamanya tersebut.

Air hujan menggeliat di kaca jendela kamarnya. Loh, sejak kapan hujan turun? Bukankah tadi pagi matahari terik sekali?

Hana lantas bangkit dari tempat tidurnya, kemudian memakai sweaternya. Padahal AC tak dihidupkan, tapi benar-benar dingin sekarang.

"Ini rambut apa sarang burung?" gumam Hana menahan tawa sambil menatap dirinya di cermin, kemudian menyisir rambutnya.

Tap!

Listrik tiba-tiba mati. Kamar Hana gelap, meskipun dia masih dapat melihat berbagai benda di kamarnya melalui cahaya dari luar jendela. Yah, bisa dibilang, kamarnya bersuasana gelap kebiruan sekarang.

Forever YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang