[27] Perasaan Sam, Perasaan Hana, Bandara

297 62 4
                                    

❝MATA lo kenapa?" tanya Keenan berdiri di depan meja Hana, melipat kedua tangannya di dada sambil mengangkat sebelah alisnya.

Hana enggan menjawab, hanya mengabaikan pertanyaan Keenan, menopang dagunya malas.

"Lo udah tau soal liburan yang bakal kelas kita adain?" tanya Keenan.

Hana mengernyitkan dahinya. "Liburan?"

"Yup," Keenan duduk di kursi depan meja Hana. "Setelah lulus, kita sepakat buat ngadain liburan ke puncak. Di sana ada villa keluarga Brandon yang bisa dipakai. Karena semalem lo gak hadir waktu rapat online, makanya lo gak tau apa-apa."

Hana terkekeh kecil. "Mentang-mentang rapatnya lewat PC, songong banget lo, ya," ucap Hana. "Kalau lewat hape, lo gak bakalan tau, tuh."

Keenan membungkam mulut Hana, kemudian menoleh kanan-kiri, memastikan bahwa tak ada satu pun orang yang mendengar obrolan memalukan mengenai Keenan yang tak punya hape tersebut. "Gue bakalan beli. Sebelum liburan, gue bakal beli."

Hana tertawa lagi, lalu mangut-mangut.

"Gak nyangka cepet banget," Keenan merenggangkan tubuhnya. "Padahal, rasanya baru kemarin gue pindah ke sini. Udah lulus aja."

"Harusnya lo pindah sejak awal SMA. Lo malah pindah pas kelas 12, semester dua, lagi."

"Bacot, ah," Keenan bangkit dari duduknya. "Lo bendahara. Lo yang ngumpulin dan atur uang buat liburan kelas kita."

Hana tersenyum. "Siap, Ketua."

***

Hana berlari sekuat tenaga. Hari ini, Sam akan terbang menuju Jerman, jadwal penerbangannya yang seharusnya dijadwalkan besok, dimajukan dan hal tersebut membuat Hana harus kejar-kejaran seperti ini.

Sejak kejadian waktu itu, Hana dan Sam tak berbicara lagi. Hana justru menghindari Sam, Sam pun pasti sebaliknya. Bukannya tak peduli, tapi Hana sedih dengan keputusan yang Sam ambil. Dalam jiwa anak-anak karena mereka berteman sejak kecil, Hana sangat marah karena Sam yang harus jauh darinya.

Hana akhirnya menghambur ke pelukan Sam, memeluk lelaki itu dengan sangat erat, bahkan Sam sampai menjatuhkan kopernya.

Sepersekian detik, Hana memukul dada Sam dengan cukup kuat dan Sam hanya bisa diam, membiarkan Hana meluapkan kekesalannya. Di dalam dadanya, juga tersimpan kesedihan yang tak kalah luas dibandingkan dengan Hana rasakan.

"Jerman tuh jauh," sahut Hana menarik baju Sam penuh amarah sembari menunduk. Lututnya lemas, matanya panas karena air mata itu sudah mendesak untuk keluar. "Jerman tuh jauh banget, Sam."

Sam hanya diam, menghela napasnya kasar.

"Gue cinta lo, Hana," ujar Sam rendah. "Gue bahkan gak tau sejak kapan. Bahkan kalau hal itu adalah salah, gue gak mau jadi bener."

Hana yang semula menunduk, membelalakkan matanya ketika mendengar hal tersebut.

"Waktu Sean meninggal, gue ada di luar kota karena lomba antar sekolah. Karel yang nemenin lo dan lo bisa semudah itu jatuh cinta ke Karel," ucap Sam lagi. "Tapi, lo bahkan gak pernah ngelirik gue yang selalu ada di samping lo."

Air mata Hana tumpah, kemudian dia menghapusnya kasar.

"Kita bukan anak-anak lagi, Hana," lanjut Sam dengan nada yang sedikit bergetar menahan perasaan sakitnya. "Gue bukan Sam yang berumur empat tahun lagi. Sebuah kewajaran manusia biasa kaya gue bisa jatuh cinta sama lo."

Sam tersenyum, menimpuk wajah Hana dengan sapu tangannya, sembari melihat ke arah lain, karena enggan melihat wajah Hana sekarang.

"Tapi, gue ngerti, orang yang lo cintai itu Keenan. Go for it. Emang tujuan gue numbuhin perasaan ini cuma untuk dikandaskan dan lo gak perlu ngerasa bersalah untuk itu."

Setiap kali Hana menangis di hadapannya, yang dilakukannya adalah justru menceramahi Hana, tapi di belakang Hana, dia selalu memperingati orang yang membuat Hana menangis tersebut.

Kali ini, penyebab Hana menangis adalah dirinya. Dia tak bisa melakukan apa-apa, makanya dia tak suka melihat wajah itu.

Hana memeluk Sam erat. Ini bukan yang pertama kalinya. Sejak kecil, Hana sudah sering memeluknya dan dia tak pernah mempermasalahkan hal itu.

"I love you, Sam," ujar Hana. "Tapi, maaf, Sam. Lo itu keluarga buat gue. Jadi, gueー"

"Bego banget, sih," Sam mengetuk kepala Hana. "Gue udah ngerti soal itu, sejak lama."

Sam tersenyum ringan, lalu melepaskan pelukan Hana, menarik kopernya dan berjalan menjauh. "Go for it. Keenan harus tau perasaan lo yang sebenernya."

Forever YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang