❝KOPI?" tawar Hana melihat Keenan yang baru saja bangun dan mengambil tempat di sofa abu-abu, di hadapan TV.
Lelaki itu bahkan belum sepenuhnya siuman, matanya masih belum terbuka sempurna.
"Boleh," jawabnya. "Lo mau kemana? Udah rapi banget."
"Ke rumah musik," jawab Hana menuang kopi yang di dalam teko ke sebuah cangkir. "Oh ya, Karel bilang, dia sama bonyok lo bakalan nginep di Jogja selama dua hari."
"Bonyok?" Keenan mengernyitkan dahinya. "Apaan tuh?"
"Bokap nyokap," Hana terkekeh. "Lo mending belajar kosakata gaul di google, deh. Kayaknya lo lebih butuh itu daripada KBBI."
"Mereka mah kalau udah ketemu temen ya, pasti gak inget bumi beserta isinya lagi," ucap Keenan mendengus sebal. "Kevin mana, betewe?"
"Kerja kelompok," jawab Hana. "Harusnya lo malu, masa anak kecil bangun dan mandi duluan dibanding lo."
"Bacot," kata Keenan bangkit dari duduknya. "Gue ikut ke rumah musik."
"Hah? Ngapain?" tanya Hana bingung. "Rencananya sih, gue mau minta temenin Sam."
"Sam?" Keenan menautkan alisnya. "Lo ganggu hari libur orang aja. Udahlah, bareng gue aja. Gue anterin."
"Hah?" Hana menaikkan alisnya. "Kenapa lo yang ngatur?"
"Kan niat gue baik," Keenan memasang wajah datar. "Salah?"
"Yaudah, cepetan mandi. Bentar lagi hujan, tuh."
***
"Lo sering ke sini?" tanya Keenan menyapu pandangannya ke sekitar. Kini di berada di ruangan yang memiliki beraneka alat musik, termasuk piano, sahabatnya sejak kecil.
Hana masih sibuk mengurus mic yang kini dia pegang. "Gue sering nyanyi di sini."
"Bareng Sam?"
Hana mengangguk.
"Sam bisa mainin apa?" tanya Keenan penasaran.
"Bass."
Keenan hanya meng'o'kan jawaban Hana tanpa suara, kemudian berjalan menuju piano yang tak jauh dari posisi vokalis. "Tau gak sih, gue lagi nulis lagu."
"Masa?" Hana menoleh, bertanya dengan suaranya yang diperbesar oleh mic. "Judulnya?"
"Forever Rain," jawabnya memberi jeda sembari mengukir senyuman, menoleh ke arah tuts piano. "Forever Yours."
Hana mengernyitkan dahinya. "Ciptaan lo sendiri?"
Keenan tersenyum ringan. "Lo mau coba nyanyiin?"
***
Sam berulang kali mengubah posisinya, tapi tak menemukan posisi terbaik meskipun kini tengah berhadapan dengan film yang sudah dia tunggu-tunggu versi bajakannya sejak film ini tayang di bioskop sebulan yang lalu.
Berkali-kali pula berdecak sebal, kesal kepada Hana yang tiba-tiba merusak semua rencananya. Pada malam minggu seperti ini, biasanya Sam dan Hana akan pergi ke rumah musik dan menghabiskan waktu disana selama berjam-jam dan hal itu wajib dilakukan karena mereka berdua memang sama-sama pecinta musik.
Jika bukan Sam yang menginap di rumah Hana, maka Hana yang menginap di rumah Sam, dan akan ada drama masak-masak untuk cemilan sebelum tidur.
Padahal, dia rela mencari film romantisーyang berjudul Stayーyang Hana tunggu-tunggu ini dan membuang harga dirinya untuk meminta kepada Elena, saingannya di kelas, yang mendapatkan film itu entah darimana. Para gadis memang mengerikan. Belum sampai tiga bulan film itu tayang di bioskop, namun sudah ketemu versi bajakannya.
Versi 1080p, lagi! Padahal, meminta-minta itu jelas sekali bukan bagian dari dirinya! Apalagi orang yang menjadi tempat meminta itu adalah saingannya di kelas. Jika bukan dirinya yang menjadi peringkat pertama, maka Elena-lah yang menjadi peringkat utama.
Harga dirinya benar-benar sudah tercoreng hanya karena ingin menonton film tersebut dengan Hana.
Sebenarnya sih, Sam sudah menawarkan uang untuk membayar film tersebut, tapi, Elena menolaknya. Pada akhirnya, kesannya, Sam hanya bisa meminta film tersebut dari Elena. Benar-benar merepotkan.
Lalu, setelah semua perjuangannya ini, apa yang Hana lakukan? Dia malah membuat alasan tak jelas dan berkata bahwa dia benar-benar sibuk hari ini. Bahkan, tak ada acara menginap. Bagaimana Sam takkan kesal?
Sam akhirnya bangkit dari baringnya, kemudian mematikan TV yang tertempel di dinding kamarnya itu. Dia bahkan kehilangan niat untuk menonton film itu karena nenek lampir yang sudah menghancurkan moodnya hari ini.
Sam menatap dirinya di kaca, menampakkan wajah tampan dengan kaos hitam yang bertulis UNBREAKABLE dan celana pendek hitam selutut, dan rambut yang panjangnya sudah hampir menutupi mata.
"Apa gue harus potong rambut?" gumamnya merapikan rambutnya yang berantakan itu agar sedikit lebih rapi. Sudah berbulan-bulan sejak dia potong rambut, dan tak ada satupun guru yang berani menegurnya di sekolah, karena segan. Baru kali ini, kalian temukan interaksi guru dan murid yang seperti itu.
Semakin dingin sikap kalian, semakin segan orang terhadap kalian. Itulah pribahasa baru, dan hal itu nyata adanya, menurut Sam. Tapi, dia sendiri pun tak menyangka kalau guru pun bisa sesegan itu padanya, dan tidak hanya di SMA, dulu di SMP juga begitu.
Mungkin karena Sam anak yang pintar dan tidak banyak tingkah, makanya guru-guru tidak ada yang julid.
"Tapi, si Hana monyet bukannya lebih suka rambut gue yang panjangnya melebihi jidat?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Yours
Novela JuvenilKeenan memutuskan untuk kembali ke Indonesia pada tahun terakhir masa SMA-nya, setelah bertahun-tahun menetap di negeri asal papanya. Di balik segala kelebihan dan sifatnya yang paling annoying di keluarga, dirinya menyimpan luka selama setahun lebi...