[03] Tetangga, Obrolan, Tembok

432 93 3
                                    

BAGUS, Bang…" Gadis kecil berusia lima tahun tersebut menatap Keenan dengan mata berbinar, bertepuk tangan usai mendengarkan lagu kesukaannya yang baru saja Keenan mainkan; Do You Want To Build The Snowman, soundtrack dari film Frozen.

Keenan bangkit dari kursinya, kemudian mengusap-usap kepala Bianca. "Ya, dong… kalau Kak Karel gak bisa mainin Bianca lagu kayak gini, kan?"

Bianca mengangguk.

"Nah, emang bangke dia," ujar Keenan, nyengir. "Martabak telur buatan Mama tadi enak banget ya, Bi? Tapi, Bianca gak tahan pedes, ya?"

Bianca mengangguk lagi.

"Sama, Abang juga," kata Keenan. "Berarti Mama sering dong selama ini bikinin itu?"

"Sering, Bang… kadang malahan bikin lebih, terus dikasih ke Kak Hana," jawab Bianca menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur Keenan, merentangkan tangannya seperti sedang membuat malaikat salju di atas permukaan salju.

"Hana siapa?" tanya Keenan mengernyitkan dahinya.

"Kak Hana yang sering main boneka sama Bianca," jawab Bianca.

"Babysitter-nya Bianca?"

"Nggak, Bang," Ada jeda. "Ceweknya Kak Karel."

"Eh, masa?" Keenan menyipitkan matanya. "Kok Bianca tau soal cinta-cintaan? Kan masih kecil."

"Soalnya, Mama yang bilang, Bang," balas Bianca dengan nada yang terdengar seperti menyanggah ucapan Keenan, bahwa bukan dialah yang menyimpulkan sendiri mengenai 'ceweknya Karel' tersebut.

Bukankah Karel sama sekali tak tertarik dengan perempuan Indonesia? Lelaki itu pernah bilang, perempuan Indonesia terlalu rumit dimengerti daripada berbagai jenis perempuan lainnya di seluruh pelosok dunia ini.

Lagipula, Hana siapa, ya?

"Yaudah, Abang mau ke halaman belakang dulu, Bianca ikut?" Keenan bangkit dari duduknya, kemudian mengusap-usap kepala Bianca.

Bianca menggeleng, kemudian berlari keluar dari kamar Keenan, menuju kamar Karel. Kata Mama, begitulah kesehariannya. Bianca suka sekali mengobrol dengan siapa pun, sehingga dia sering keluar masuk kamar siapa pun di rumah ini; kamar Karel, Mbak Ine atau Mbak Rere; asisten rumah tangga mereka, dan lain-lain, untuk diajak bercerita apapun seperti episode Peppa Pig kesukaannya, kesehariannya di sekolah, dan lain-lain.

Keenan menyandarkan tubuhnya ke tembok putih besar yang menjadi penghalang antara rumahnya dengan rumah tetangga. Hari ini sedikit mendung, makanya Keenan yang sudah berencana ingin ke toko buku mencari buku mengenai petunjuk pemeliharaan kucing, mengurungkan niatnya tersebut.

Sejak dulu, dia selalu memelihara anjing di rumah kakek dan neneknya di Oxford, karena mereka pun pecinta hewan. Tapi, sejak dia pindah ke Indonesia, mama dan papanya tak memperbolehkan anjing dipelihara di rumah, makanya Keenan ingin memelihara kucing, dan mempelajari mengenai kucing tersebut terlebih dahulu.

"Cinta kan membawamu…"

Keenan yang semula sibuk mem-browsing menggunakan laptopnya, tiba-tiba mengernyitkan dahi ketika mendengar suara perempuan yang menyanyikan lagu Indonesia kesukaannya tersebut.

"Kembali di sini. Menuai rindu, membasuh sepi."

Satu-satunya penyanyi Indonesia yang membuat Keenan luluh dengan suaranya; Ari Lasso. Dan harus dia akui, lagu-lagu karya Dewa 19 itu benar-benar menakjubkan, yang padahal selama ini dia tak begitu suka musik lain selain western.

"2020 masih aja ada orang yang galau karena cinta?" ujar Keenan menyeringai.

Tembok yang cukup tinggi tersebut nyatanya membuat Keenan bisa menampakkan dari ujung kepala sampai hidungnya ke tetangganya itu. Begitu pula gadis itu.

"Karel? Tumben lo keluar kamar. Bukannya lo gadis pingitan?" kekeh perempuan dari sebelah sana, membuat seringai Keenan semakin lebar.

Jika saja sifat jahilnya lagi mode on, mungkin dia akan menyamar lagi menjadi Karel, dan mengatakan hal-hal yang aneh.

"Gue bukan Karel. Gue kembarannya," sahut Keenan terkekeh kecil. "Udah dua orang terjebak sama hal kayak gini, tau gak?"

"Kayaknya, gue adalah dua orang itu, ya?"

Keenan mengernyitkan dahinya lagi.

Oh, dia perempuan yang waktu itu, ya? Ah, Keenan lupa namanya.

"What's your name again?"

"Hana," jawabnya.

"WHUT?" Keenan terbelalak. "Lo? Lo pacarnya si Karel?!"

"Hah?" Hana tak kalah kaget. "Pacar apaan?"

"Iya, elo! Bianca bilang, lo pacarnya si Karel," Keenan jadi heboh sendiri, bahkan dia sudah berdiri dari duduknya sekarang.

"Gue bukan pacar Karel!" sanggah Hana dengan nada kesal. "Lagian, lo kenapa heboh banget?"

"Ya, gue kan kaget," jawab Keenan menggaruk tengkuknya. "Lagian lo kenapa bisa suka sama Karel, sih? Eh, kayaknya dia gay, deh."

"Apaan, sih?" ujar Hana sebal. "Gue gー gak suka dia, kok!"

Keenan melipat kedua tangannya. Dasar pembohong, batinnya.

Yah, mau bagaimana pun dia menyukai Karel, tetap saja, Karel kan sudah punya Louisa, yang merupakan classmate Keenan di kelas Biologinya, di Oxford. Keenan juga tidak tau apakah hubungan mereka masih berlanjut atau tidak, soalnya setahu Keenan, Karel dan Louisa memang sudah sering putus nyambung sejak dulu.

Intinya, mereka sering saling berbeda pendapat, tapi masih ingin saling mempertahankan.

"Lo kok nyebelin, sih?" Hana menyahut lagi. "Beda sama kembaran lo."

"Jadi, kalau Karel ngangenin? Hiyaaa." Tawa Keenan meledak. Hana tak menyahut lagi, karena barangkali gadis itu sudah merah merona di sebelah sana.

Hana tak menjawab apa-apa lagi, kemudian terdengar suara pintu dari rumahnya yang ditutup, menandakan bahwa perempuan itu baru saja masuk ke dalam rumah.

Bentar. Kalau Hana-lah yang tinggal di sebelah rumah Keenan, berarti…

Dia yang menyanyikan lagu Adele di balkon kemarin malam?

***

Luv, 
Author

Forever YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang