[25] I feel it too, I don't know how to tell you

270 67 0
                                    

NAH! Kalah lagi," kekeh Jecky girang, menjepit hidung Keenan yang mancung tersebut dengan penjepit jemuran. Teman-temannya yang lainーsemua murid lelaki di kelasnyaーikut tertawa bahagia.

Keenan meringis kesakitan, ketika penjepit jemuran tersebut menjepit lubang hidungnya sebelah kiri. Jangankan teman-temannya, dirinya saja sudah menahan tawa melihat wajah bodohnya sendiri di depan cermin yang berada tak jauh dari posisinya kini.

Oke.

"Rumah lo sepi banget asli, Keen," sahut Brandon. "Beneran gapapa hari ini kita nginep di sini?"

"Santai aja. Lagian, bokap nyokap gue yang nyuruh gue bawa temen ke sini, biar gak terlalu sepi," ujar Keenan. "Mereka selalu ke luar kota tiap akhir minggu."

"Betewe, adek lo lucu banget, sumpah," ucap Rendi menangkup kedua tangannya di pipinya, gemas. "Siapa namanya?"

"Jangan kasih tau, Keen. Ntar adek lo jadi korban pedofilia."

"Eh, di sebelah lo itu rumah Hana, kan?" tanya Tio membuat suasana spontan hening. Pasalnya, mereka semua justru berusaha menghindari topik itu, tapi Tio yang pinter ini justru bertanya dengan senyuman manis di wajahnya.

"Iya, rumah dia," jawab Karel merangkul pundak Keenan seraya menahan tawa. "Lo semua gak ngantuk? Udah jam dua pagi, anjir."

"Itu yang daritadi gue tunggu," sahut Brandon. "Skuy lah, tidur."

Teman sekelas Keenan yang berjumlah sembilan orang tersebutーsebenarnya ada lima belas tapi banyak yang tidak bisa menginapーakhirnya membentangkan kasur di bawah double bed milik Keenan. Tapi, malam ini, Keenan sendiri takkan menggunakan tempat tidur itu karena dia akan ikut tidur di bawah bersama temannya yang lain.

Bahkan, Karel yang punya kamar sendiri saja, memutuskan untuk ikut tidur di kamar Keenan malam ini, dan juga tidur di bawah.

Sepuluh menit.

Tiga puluh menit.

Satu jam.

Semuanya sepertinya sudah tertidur. Keenan sendiri tidak expect mereka akan tidur secepat itu. Yah, mungkin karena ini sudah hampir jam tiga pagi. Lagipula, pasti mereka lelah karena tadi pagi sekolah, dan hari ini bukanlah hari libur. Hari ini hari Jum'at, besok baru libur.

Sudah sekitar tiga bulan sejak Hana menolaknya. Sejak penolakan itu, Keenan dan Hana jadi jarang sekali berbicara di kelas. Yah, terakhir kali mereka bicara adalah ketika dirinya membonceng Hana menuju festival menggunakan sepeda waktu itu.

Bukannya Keenan tak mau berbicara dengan Hana lantaran dirinya ditolak. Keenan hanya takut, Hana jadi risih jika Keenan masih saja mendekat meski sudah diberi penolakan.

Sejak itu, jika tak terlalu penting, keduanya takkan berbicara. Lagipula, biasanya juga selalu Keenan yang menjahilinya di kelas agar mereka bisa berantem dan berbicara. Hana tak pernah mencoba berbicara duluan. Begitu jugalah perbedaan perasaan mereka. Hanya Keenan.

Hanya Keenan, oke. Catat baik-baik.

Lagipula, bagaimana mungkin perempuan cantik yang bahkan tak memiliki masa lalu dengan lelaki mana pun, bisa menerima Keenan yang memiliki masa lalu kelam.

"Sial banget gue pindah ke Indonesia," gumam Keenan bangkit dari baringnya, kemudian duduk di kursi piano putih miliknya. "Ah, tau dah."

Dirinya menoleh ke arah gordyn dari jendela kamar yang menampakkan sedikit cahaya dari luar.

Vanessa adalah masa lalu. Meski perempuan itu mengkhianatinya dan memilih lelaki lain bahkan bersamanya di saat kecelakaan terjadi, tapi dia sudah memaafkan Vanessa jauh dari lubuk hatinya yang terdalam.

Forever YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang