"Pamanmu lucu."
"Hegh. Sama sekali tidak." Schifar melepas dasi lalu mengikat asal rambutnya dengan kain biru tua berbahan nilon tersebut hingga terjurai seperti buntut kuda.
Sekilas mata Excelsis menangkap sesuatu yang selalu tersembunyi di balik sejumput poni pajang di sisi wajah Schifar. Ada empat garis yang melintang dari pelipis kiri dan berakhir di area tulang pipinya. Dilihat dari bentuknya, Excelsis menduga garis-garis tersebut merupakan bekas luka lama, mungkin akibat cakaran binatang.
"Hei, luka itu kau dapat dari mana?"
"Lawan yang kuat." Mata Schifar menatap tajam ke arah jalan. Sebenarnya Schifar bukan ingin menantang siapa pun untuk berkelahi karena sorot matanya itu, tapi memang tidak ingin bicara saat ini.
Lawan yang kuat? Singa, harimau, leopard, jaguar ....
Excelsis bingung karena sosok 'lawan kuat' yang mengantri dalam kepalanya hanyalah deretan hewan karnivora berkuku tajam penghuni kebun binatang.
Apa tidak ada manusia yang bisa menjadi tandingan Schifar hingga ia harus berkelahi dengan binatang?' adalah pertanyaan yang sempat lewat seperti iklan berjalan dan menggelitik Excelsis untuk mewujudkannya dalam bentuk suara, tapi diurungkan.
"Ooh." Beruntung Excelsis termasuk salah satu makhluk yang peka dan bisa menangkap sinyal yang disiarkan orang-orang di sekitarnya melalui bahasa tubuh mereka. Sayang, kemampuan berkualitas tinggi ini belum dikuasai dengan baik oleh Lysandra.
Di lampu merah, tangan Schifar bergerak ke kerah bajunya dan mulai mencopot tiga kancing teratas. Gerah, meskipun pendingin udara mobilnya masih berfungsi dengan baik. Entah mengapa Excelsis merasakan getaran depresi sekaligus agresi yang kuat darinya. Dua getaran emosi yang bertolak belakang ini membuat Excelsis bingung sekaligus khawatir dengan kondisi kejiwaan Schifar.
Beberapa detik berjalan sebelum Schifar sadar ada sepasang mata yang sedari tadi menatapnya lekat-lekat dalam diam. "Ada apa?"
"Kau baik-baik saja?"
"Ya. Kenapa tiba-tiba bertanya begitu?"
"Tidak, tidak apa-apa." Excelsis merasa konyol sendiri karena mengkhawatirkan hal yang tidak perlu.
Ini bukan pertama kalinya Excelsis merasa Schifar terlalu dingin dan tak bersahabat bila getaran itu tertangkap sinyal pekanya. Namun, ia tidak bisa membaca isi hati orang dan hanya bisa bertanya-tanya mengapa seseorang terkadang mengeluarkan gelombang aneh seperti itu. Di luar sikap dingin, Schifar hanyalah seseorang yang sangat perhatian dan gampang tersipu—meski yang bersangkutan tidak akan mengakui—bila menghadapi godaannya dan Lysandra.
Sejak awal, hanya Lysandra yang berusaha mendekati Schifar karena di mata Excelsis murid pindahan di tengah semester adalah ancaman. Berita buruknya, ancaman itu terbukti benar. Ia kalah baik dalam bidang akademik dan bela diri.
Dalam tiga bulan Schifar sudah menjadi ketua dalam kegiatan ekstrakurikuler kenpo laki-laki. Pertengkaran tidak bisa dihindarkan selama tiga bulan ke depan. Excelsis menyebut masa-masa yang harus dilaluinya sebagai 'kehidupan neraka'.
Hal yang selalu menjadi topik pertengkaran biasanya menyangkut penggunaan gym sebagai tempat latihan, masing-masing tidak bisa mengalah satu sama lain untuk urusan ini. Lalu pandangan beberapa siswa lelaki yang menganggap perempuan yang belajar seni bela diri hanyalah tindakan sia-sia karena mereka tetap membutuhkan seorang lelaki untuk melindungi mereka.
Ditambah, seni bela diri yang kasar tidak sesuai dengan citra perempuan yang feminin dan lemah lembut. Namun, permusuhan itu mereda setelah Schifar menolongnya dan Lysandra dalam sebuah insiden yang sempat masuk berita nasional. Sejak saat itulah keduanya resmi berdamai dan terbentuklah trio Tuan Putri dan Kirin Kembar.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIRMAID - ARC I: The Beginning [Pindah ke Work Baru]
Fantasy[Karya Original ini dipindahkan ke Work baru dengan judul yang sama, tapi dengan versi yang sudah direvisi. Silakan kunjungi link di bawah. Terima kasih.] Link: https://www.wattpad.com/myworks/314800084-virmaid-arc-i-the-beginning-grand-revision ***...