Chapter 3.7 - Broken Yet Holding On

73 17 45
                                    

"Exis! Apa yang terjadi padamu?" Schifar memegangi Excelsis untuk membantunya berdiri.

Wajah iri dan kesal menghiasi wajah para siswa karena betapa beruntungnya lelaki jangkung ini yang bisa leluasa menyentuh kulit halus Excelsis. Tidak semua orang diberi kesempatan yang sama, mendekat saja sulit apalagi menyentuh. Mustahil.

"Schi—Schi, Schifar ... ma ... ti, a—apa, apa aku, aku a—kan ma ... ti ...?"

"Tentu saja tidak." Schifar mengusap-ngusap lembut punggung Excelsis yang masih melengkung seperti udang karena gadis itu tidak sanggup untuk menegakkan diri. Melihat gadis tangguh yang terlihat mengenaskan seperti sekarang, membuat Schifar ingin bersumpah untuk membaktikan diri menjadi pelindung Excelsis sampai akhir hayatnya.

"Lys—" Tangan Excelsis tidak pernah meninggalkan perutnya.

"Iya, aku sudah dengar." Schifar sulit menerima kenyataan bila Lysandra adalah penyerang Excelsis. Matanya berkelana untuk mencari sosok pendek berambut cokelat. Namun, hanya sentira Lysandra yang tertinggal. Selain itu, ada sentira anyir bercampur air laut yang pekat mengalir dari arah toilet.

Laut lagi, hah?

Schifar membopong Excelsis untuk dibawa ke klinik kesehatan, kali ini dengan lebih mudah karena tidak mendapatkan protes dari yang bersangkutan. Ketahanan Excelsis runtuh dan pingsan dalam dekapannya.

***

Suster May tengah bertugas di klinik ketika Schifar datang. Setelah mendengar sedikit penjelasan dari Schifar ia langsung menyuruh membaringkan Excelsis di atas ranjang kosong dan menutup rapat pintu geser yang berada di sampingnya. Schifar memilih menunggu di luar.

"Kau lihat ini?" Suster May keluar dari bilik pemeriksaan dan menunjukkan pelindung perut Excelsis. Ada cetakan tapak tangan pada lempengan tipis ini.

Wajah Schifar mengeras, tidak dapat berkata-kata. Suster May mengangkat benda fleksibel yang mengikuti lekuk tubuh ini hingga melampaui kepala mereka berdua. Cahaya lampu menembus sela-sela bulatan mikro yang saling bertautan seperti rantai. Ada lubang menganga selebar dua sentimeter di area yang terdapat cetakan tapan tangan.

Walau merasa aneh dengan keberadaan lubang kecil tersebut, Schifar lebih mengkhawatirkan kondisi gadis yang masih terkapar di dalam bilik pemeriksaan. "May, panggil aku bila dia sudah siuman."

"Kau mau ke mana?"

"Memeriksa sesuatu."

Sepuluh menit berlalu dan Schifar menyembulkan kepala ke dalam bilik pemeriksaan. "Dia sudah siuman?"

"Belum." Suster May keluar dan membiarkan Schifar duduk di samping ranjang Excelsis.

Lima menit kemudian kesadaran Excelsis kembali karena mengendus wangi pizza yang didekatkan ke hidungnya. "Schifar, aku pingsan ya?" Excelsis berpaling ke arah Schifar setelah mengetahui ia berada di klinik sekolah.

"Ya." Schifar mengatur bantal kepala untuk tempat Excelsis bersandar. "Bisa makan?"

"Entahlah." Excelsis meraba perutnya. "Maaf ... sepertinya aku memuntahkan seluruh makanan yang kau belikan tadi."

"Ya, aku tahu. Setelah May menyelesaikan makan siangnya, aku akan membelikan makanan pengganti. Pizza sekecil ini pasti tidak akan cukup."

"Trims." Sudut bibir Excelsis berkedut. Ia ingin tersenyum tapi perasaan malu yang merasuk seakan mengunci otot wajahnya.

Gemuruh di perut Excelsis menciptakan keheningan yang aneh di antara mereka. Rona kemerahan di pipi Excelsis dengan cepat merembet hingga ke ujung telinga. Hanya dengan petunjuk kecil ini Schifar langsung berkesimpulan penyebab gadis di ujung hidungnya pingsan bukan karena cedera yang diterima, melainkan kelaparan akut.

VIRMAID - ARC I: The Beginning [Pindah ke Work Baru]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang