Chapter 6.0 - An Old Book and Memories

80 9 3
                                    

Lysandra menunggu Schifar di dalam mobil. Lelaki itu tengah sibuk mengobrak-abrik bagasi belakang mobilnya, berharap bisa menemukan sepotong pakaian. Kondisi gelap membuat Lysandra sangat tidak nyaman, tapi setidaknya dengan pendaran lemah lampu kuning di atas kepalanya serta mengetahui keberadaan Schifar cukup menentramkan jiwanya.

Schifar cukup beruntung menemukan selembar kemeja putih bekas pakai dan  celana kulit hitam yang masih terbungkus rapi dalam kemasannya. Kemeja tersebut masih menyisakan wangi parfum favorit Gunther. Ia bahkan menemukan sepatu bot hitam mengilap yang teronggok sepi di pojokan terdalam bagasi.

"Heh. Celana dan sepatu ini kuanggap sebagai hadiah karena kau meletakkan barangmu di mobilku, Maniak Tua. Harus kuakui kau punya selera yang bagus meski bahan kulit bukan favoritku." Schifar segera membongkar kemasan baru tersebut dan memakai semua barang temuannya lalu segera bergegas duduk di belakang kemudi.

"Schifar, ceritakan apa yang terjadi—kenapa kita bisa berada di sini? " cecar Lysandra tidak sabar.

"Kau dirasuki."

"Dirasuki?" Mata Lysandra membesar.  "Jangan bilang alien itu nyata!"

"Mereka bukan alien, apalagi hantu."

"Lalu apa?" Suara Lysandra tercekat.

"Makanya kalau Nona Gayle sedang menerangkan di depan kelas, kau jangan tidur! " Schifar menjulurkan tangannya ke jok belakang dan meraba-raba.

Setelah  mendapatkan apa yang dicarinya ia langsung menariknya dan menyodorkan pada Lysandra. "Pakai. Tidak perlu diendus-endus, jas itu hanya kupakai sebentar."

Mata Lysandra langsung berbinar dan dengan cepat memakai jas pemberian Schifar yang tidak sempat melihat seulas senyum bahagianya karena sibuk menyalakan mesin mobil.

"Maksudmu aku harus percaya dongeng pengantar tidur yang dia gembar-gemborkan itu? Lebih baik aku mendengar dongeng paps yang paling jelek." Lysandra membuang muka sambil bersedekap, merasa pembicaraan mereka tidak berguna.

Baginya Schifar telah terpengaruh dengan bualan-bualan Nona Gayle. Tidak sampai lima detik, Lysandra menunduk karena melihat kilatan-kilatan sepasang mata yang tengah menatapnya dari kejauhan. Mereka adalah makhluk malam yang tengah keluar mencari mangsa.

"Semua yang Nona Gayle katakan itu benar adanya. Kita memang hidup berdampingan dengan makhluk-makhluk yang bagi kalian hanyalah khayalan belaka."

"Sudahlah, Schifar. Ini memang sudah malam, tapi aku tidak perlu dongeng pengantar tidur seperti itu. Terlalu mengerikan, mengganggu pencernaan." Lysandra mengibas-ngibaskan tangannya dan menguap, pura-pura mengantuk.

"Lalu bagaimana kau menjelaskan kejadian hari ini? Pertama, kau memukul Exis. Kedua—"

 "Hah! Kau bercanda kan, Gondrong?"

"Aku serius." Schifar mengerem mobilnya dan meraih tas ransel yang tergeletak di lantai mobil lalu memangkunya. Sementara satu tangan sibuk membuka tas tersebut, tangan lainnya menyalakan lampu di atas kepala mereka.

Lysandra melihat Schifar mengeluarkan lempengan pelindung perut Excelsis. Benda pipih tersebut terdapat cekungan berbentuk tapak tangan, ia meletakkan tangannya pada cekungan tersebut dan berkata,"Pas sekali."

"Ya, karena ini memang telapak tanganmu sendiri."

Lysandra buru-buru menyanggah. "Yang benar? Tidak mungkin, aku tidak bela diri seperti kalian berdua!"

"Oh ya? Lalu ini apa?" Schifar menunjukkan luka memar di rahang dan perutnya. Mudah saja baginya untuk menghilangkan bekas memar tersebut, tapi sengaja ia biarkan. Bila Lysandra tidak diberikan bukti, ia akan menyangkal semuanya.

"Bukan aku." Lysandra menggeleng-geleng gusar, otaknya menolak percaya dengan semua perkataan Schifar. "Pasti ... pasti ada yang salah, iya kan?"

"Sudah pasti bukan kau. Ini semua ulah makhluk yang merasukimu."

"Jadi, alien itu benar-benar ada?" Suara Lysandra tertahan di lehernya, matanya kembali membesar.

"Sudah kubilang kan, ini bukan alien!" Schifar menahan diri untuk tidak mendengkus.

"Kalau begitu, apa?"

"Kelihatannya makhluk bangsa air, karena ia begitu bergantung pada air."

"Gondrong. Kau tahu, aku tidak pernah menyimak apa yang dibicarakan si guru aneh itu ..." Lysandra berhenti sejenak untuk melihat reaksi Schifar. Namun, reaksi yang diharapkannya tidak pernah datang.

"Jadi, ada baiknya kau cerita dari awal." Lysandra mengatupkan tangan sambil memandang penuh iba.

Schifar menepuk dahinya sambil mengembuskan napas singkat lalu menengadah, menatap malas atap mobilnya yang berwarna krem.

***

"Permisi." Schifar mengulurkan tangannya untuk membuka sebuah laci di bawah tempat duduk Lysandra.

"Kau, kau ... mau apa?" Lysandra buru-buru  menekan ujung roknya kuat-kuat ke pahanya yang putih dan mulus.

"Ada yang ingin kuambil di bawah jok. Singkirkan kakimu sebentar." Meski Schifar sudah berhati-hati, lengannya bersentuhan dengan betis Lysandra akibat ruang gerak yang sempit.

Meski sebentar, sensasi tersebut langsung merangsang sel-sel otak Lysandra untuk memanggil kembali bayangan tangannya yang meraba-raba punggung telanjang Schifar. Mendapat terjangan tak terduga seperti itu membuat Lysandra langsung meraba hidungnya.

Aman, tidak ada darah mengalir keluar.

Gadis otaku satu ini benar-benar tidak bisa membedakan antara kenyataan dan cerita-cerita dalam anime atau manga yang dilihatnya sewaktu seseorang akan mengalami mimisan bila terpapar oleh sesuatu yang berbau sensual atau erotis.

Kulit telanjang, tonjolan otot dan punggung yang lembap dan aroma maskulin dari parfum yang menempel di jaket Schifar, mendera Lysandra bertubi-tubi. Angannya melambung seperti dalam adegan romantis yang sering ditontonnya bersama Excelsis.

Schifar yang sudah selesai dengan urusannya di bawah jok Lysandra kembali duduk. Saat menoleh, ia disuguhi wajah Lysandra yang tengah melamun. Pandangan matanya jelas menggambarkan seseorang yang sedang terlempar ke alam lain.

Sudut bibir Schifar terangkat, merasa terhibur karena bisa mengira-ngira apa yang tengah mempermainkan pikiran Lysandra lewat imajinasi liarnya itu.

"Buang pikiran mesummu, Muka Bola! Kenapa semua gadis puber yang kutemui itu punya satu kesamaan yang identik, yaitu M-E-S-U-M."

Ugh. Lysandra paling benci dengan julukan ini.

"Aku tidak seperti itu! Sekali lagi kau bilang begitu, kujambak rambutmu, Gondrong!" Lysandra berusaha menutupi rasa malu akibat ejekan Schifar yang tepat sasaran. Bayangan yang keluar jalur itu akhirnya disensor dengan raungan dan cap kata 'TIDAK' dalam penjuru kepala Lysandra.

"Tolong pegang ini." Schifar mengoper sebuah buku tua yang sangat tebal, bagian sampulnya terdapat ukiran lingkaran seperti matahari dengan dua belas bulatan, tiap bulatan terdapat satu simbol.

"Buku apa ini?" Lysandra harus menggunakan dua tangannya untuk menyangga berat buku tersebut.

"Buku pusaka, supaya aku aku tidak perlu menjelaskan panjang lebar. Di buku itu semua pertanyaanmu akan terjawab."

Lysandra membuka halaman pertama dan langsung bersin karena debu. Selain berdebu, memiliki bau khas buku tua, halaman-halamannya juga terlihat kumal dan banyak sobekan.

"Hati-hati, kau bisa menghilangkan informasi penting dari buku itu." Schifar bisa melihat dari sudut matanya beberapa lembar halaman yang memang telah lepas bergeser akibat bersin Lysandra yang  keras. Beruntung mereka berada di dalam mobil, bukan di tepi bendungan.

"Maaf, buku ini berdebu. Aku alergi debu."

"Ya sudah, rapikan lembaran-lembarannya dan tutup. Kita bahas lain waktu saja."

Lysandra mengangguk dan mulai merapikan lembaran-lembaran kertas yang lepas dan hendak menutup buku. Matanya menumbuk pada sesuatu yang ada di kertas teratas, membuatnya terdiam sejenak.

"Tulisan ini—" Lysandra merasa tidak asing dengan deretan tulisan kuno di tangannya. Namun, ia sadar tidak tahu apa-apa tentang manuskrip tersebut.

"Ada apa?"

"Rasa-rasanya aku pernah melihatnya, tapi lupa di mana. Ini seperti suatu mantra untuk memerintahkan sesuatu." Lysandra berusaha keras untuk mengingat, tapi tidak ada satu pun yang muncul di kepalanya.

"Buku itu berisi sejarah dan mantra-mantra yang digunakan oleh Bangsa Hutan. Aku berusaha menerjemahkannya, tapi tidak akan pernah bisa selesai." Sorot mata Schifar meredup, seperti sedang mengenang sesuatu yang menyedihkan.

"Kau dapat ini dari mana dan apa itu Bangsa Hutan?"

"Seseorang dari masa lalu."

Lysandra merasa hatinya tersengat. Instingnya mengatakan bahwa 'seseorang dari masa lalu' itu adalah seorang perempuan.

"Oh."

Lysandra tidak sadar tengah menatap Schifar lekat-lekat hingga kedua mata mereka bertemu dan langsung membuang muka. Ditatap seperti tadi mengingatkan Schifar pada rasa yang telah hilang. Ia tidak tahu harus berbuat apa sewaktu merasakan semburan kencang darahnya yang tiba-tiba naik ke kepala. Seketika wajahnya terasa seperti tengah digerayangi ratusan kaki-kaki kurus serangga penyuka gula.

***



VIRMAID - ARC I: The Beginning [Pindah ke Work Baru]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang