Chapter 5.3 - Really, Killed By Titan Worm?

51 11 30
                                    

Wajah Schifar selamat karena kesigapannya. Namun, bisa ular tersebut membakar lengannya yang digunakan sebagai tameng. Pakaiannya juga dipenuhi lubang.

"Makhluk laknat!"

Walaupun mengalami luka bakar yang parah, darah Vyraswulf Schifar melakukan pekerjaannya dengan baik. Semua lukanya sembuh seperti sediakala. Namun, rasa panas dan denyutan nyeri yang intens tidak begitu saja terhapus dari memorinya. Kejadian yang berlangsung satu menit itu tidak akan berakhir bahagia. Suatu kesalahan besar membangkitkan sisi serigala liar dalam diri Schifar yang sekarang menggelegak marah.

Dalam satu gerakan cepat, cipratan cairan kental kembali mengenai wajah, leher dan pakaian Schifar. Kali ini tidak disertai dengan bau material yang terbakar, tapi bau anyir darah yang memuakkan.

Gumpalan-gumpalan merah tak berbentuk berjatuhan dan sebagian lagi menggantung dari kepalan tangan Schifar. Darah segar menetes-netes dari gumpalan-gumpalan tersebut dan sebagian merembes keluar dari sela-sela jemarinya.

"Urgh. Sekarang aku berbau seperti binatang liar." Schifar membuang sisa gumpalan kepala ular yang telah hancur dan mengibas-ngibaskan tangannya, berusaha mengenyahkan lumuran darah dari binatang yang menemui kematiannya dengan cara mengenaskan itu.

"Tak berperasaan!" Suara wanita yang sangat tipis dan melengking menusuk gendang telinga Schifar.

"Siapa!" Telinga Schifar berdiri waspada. Ia yakin suara yang didengarnya bukanlah milik Lysandra.

"Ya ampun, kau cepat melupakan korban yang kau bunuh, ya?"

"Heh! Korban? Maksudmu ular jelek ini?" Schifar menginjak tubuh ular tanpa kepala yang tergeletak begitu saja di dekat kakinya.

"Linka buatanku tidak jelek!"

"Berhenti berteriak! Kau menyakiti telingaku, tahu!" Schifar menarik turun ujung telinga berbulunya yang berdiri kaku, gemas dengan lawan bicaranya yang tak kunjung muncul. "Dan cepat tunjukkan dirimu!"

"Aku tidak berteriak! Suaraku memang begini!"

"Tunjukkan dirimu!" tuntut Schifar.

Sesosok ular bersisik putih metalik dengan mata oranye menyala merayap keluar dari potongan tubuh ular besar tanpa kepala. Adegan seperti itu mengingatkan Schifar pada film dokumenter tentang binatang parasit yang menyuntikkan telurnya ke tubuh korban lalu setelah menetas mereka mencari jalan keluar, bila perlu dengan mengoyak tubuh inang yang telah menutrisi mereka. Benar-benar makhluk durhaka.

"Cacing raksasa parasit!" Schifar bergidik dan langsung mundur menjauh.

"Aku bukan parasit! Linka adalah karyaku setelah dia mati terlindas roda besar dua bulan lalu!"

"Pantas aku mencium bau bangkai. Aku berhadapan dengan zombie cacing raksasa rupanya."

"Linka bukan zombie, apalagi cacing raksasa!"

Tubuh Schifar terhempas dan menghantam sebatang pohon dengan bantingan keras setelah terkena gelombang suara yang begitu dahsyat, aura biru terang yang menyelubunginya pun hancur seketika.

Mungkin tulang-tulang di tubuhnya patah dan menjadi serpihan-serpihan tajam yang melukai organ dalamnya. Muntah darah dan tulang rusuk yang mencuat keluar dari dadanya serta kehilangan sumber oksigen menjadi bukti kondisi Schifar yang tiba-tiba memburuk saat ini.

"Si ... al!" Schifar megap-megap, berusaha mendapatkan asupan oksigen yang cukup untuk paru-parunya. Tiap helaan napas yang pendek-pendek pun terasa menyiksa.

Ia juga merasa seperti berada dalam mulut makhuk raksasa yang tengah mengunyah-nguyah tubuhnya dengan deretan gigi runcing yang sangat tajam. Pandangannya juga mendadak gelap gulita karena kondisi matanya telah kembali seperti semula.

"Ak—hirnya ...." Senyum tipis mengembang di wajah Schifar yang kesadarannya mulai menjauh. Mungkin inilah saat yang ditunggu-tunggu itu—mati dalam menjalankan tugas.

Meski egonya sedikit terluka karena harus menyerahkan nyawanya pada cacing parasit raksasa.

***

Schifar merasa tubuhnya terasa sangat ringan seperti bulu yang tengah diterbangkan angin. Baru kali ini ia merasakan sensasi terbang yang ternyata menyenangkan karena bisa melihat berbagai pemandangan yang terus bergantian seperti jalinan film dengan berbagai latar belakang.

Perasaan senang tersebut segera berganti menjadi kepanikan luar biasa ketika menyadari tubuhnya melesat seperti peluru menuju sebuah permukaan piramida besar yang berdiri tinggi dan kokoh. Tidak bisa mengontrol tubuh untuk menghindari tabrakan adalah mimpi buruk yang sangat kejam, bahkan untuk roh orang mati.

Tapi, apa iya orang mati bermimpi?


Tubuh Schifar terus melaju tanpa mengalami perlambatan sedikit pun, berbanding terbalik dengan yang diinginkannya sekarang. Merasa tidak berdaya untuk menghapi rintangan yang ada di depannya membuat Schifar pasrah dan menerima apa pun, bahkan yang terburuk.

Tunggu dulu. Roh tanpa tubuh tidak terikat dengan hukum fisika, bukan? Jadi apa yang perlu dikhawatirkan, Schifar!

Tidak ada yang bisa mendengar atau menjawab monolog di dalam kepala Schifar.

***

Benturan keras yang dialami Schifar seperti kejutan listrik yang menarik kesadarannya kembali ke alam nyata. Keadaan sekitar masih gelap gulita tapi ada sesuatu yang menggelitik pipinya.

Bulu? Sepertinya bukan. Schifar mencoba meraba sesuatu yang menempel tersebut. Lembaran? Bukan, ini helaian. Helaian benang? Tidak, ini terlalu halus dan lembut selain itu benang tidak harum seperti ini. Tunggu dulu, ini wangi Lavender yang menenangkan.

Helaian rambut yang halus, lembut dan memiliki wangi bunga Lavender yang menari-nari di sekitar hidungnya adalah sekumpulan informasi yang harus diproses otak Schifar dengan cepat. Tak sampai tiga detik, Schifar terkutik.

"Lys!"

Dengan mengaktifkan mata serigalanya ia mendapati tubuh Lysandra yang terkulai tak sadarkan diri, tersandar di dadanya. Seluruh luka di tubuhnya telah sembuh total. Padahal, bila cederanya berhubungan dengan tulang, ia butuh waktu lama untuk sembuh. Setidaknya sekitar setengah hari untuk kondisi tulang-belulang yang patah di semua bagian dan mencederai organ dalamnya seperti tadi.

Schifar lega karena ternyata orang mati memiliki tubuh yang utuh, tidak seperti film horor yang ditontonnya bersama Excelsis dan Lysandra. Dalam film tersebut, salah satu tokoh yang mati akibat mengalami kecelakaan fatal menemukan dirinya menjadi arwah penasaran dengan cedera di sekujur tubuhnya yang bersimbah darah.

Sekarang ia juga tidak kesulitan bernapas. Entah apa yang terjadi, tapi tingkat persediaan oksigen di area ini mendadak menjadi sangat tinggi.

Orang mati memang tidak perlu oksigen lagi, bukan?

Setelah mengedarkan pandangannya sejenak, Schifar langsung menyadari ia terbangun di tempat yang berbeda. Film horor yang ditontonnya ternyata salah lagi dengan menyatakan orang mati akan gentayangan lokasi kematiannya. Nyatanya, rohnya malah berpindah tempat.

Terakhir, kenapa gadis mungil ini bisa tiba-tiba muncul di dekatnya—bahkan terlalu dekat—seperti sekarang menimbulkan tanda tanya besar yang menuntut jawaban memuaskan.

Gema pertanyaan terakhir langsung menyurutkan perasaan senang di hatinya yang langsung berganti dengan buncahan kegundahan. Bukankah ia telah mati? Lalu mengapa Lysandra bersamanya? Gadis itu tewas? Dia gagal menyelamatkan seseorang lagi?

Terjangan kenangan buruk menyapu Schifar seperti gelombang yang menyadarkannya ketidakbergunaan dirinya saat ini. Ia masih sama seperti dulu, sama sekali tidak membaik, sama sekali tidak mengalami kemajuan.

Tangan Schifar yang gemetar menyentuh pipi Lysandra yang sedingin ujung jemarinya, "Lys ...."

***

VIRMAID - ARC I: The Beginning [Pindah ke Work Baru]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang