Selesai menonton program wisata di kota Venzenia, Excelsis kembali ke kamar untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah. Namun pikirannya kembali tertuju pada kastil megah yang sekarang terbengkalai itu. Daftar para pemilik sempat dibahas dan nama terakhir yang disebut adalah Profesor Sterling.
"Sterling ... Sterling ... Sterling." Excelsis terus mendengungkan nama yang membuat hatinya menggelenyar.
Penasaran, Excelsis menyalakan komputer dan bermaksud menjelajahi internet untuk mencari informasi. "Oh iya, tadi Lysa sebut nama orang ini, kan?" Excelsis mengarahkan kursor pada menu 'History' dan keluarlah halaman-halaman situs yang dikunjungi oleh Lysandra.
"Vyraswulf? Kenapa anak itu jadi tertarik dengan dongeng Nona Gayle?" Tanpa sadar dahi Excelsis mengerut seperti anjing boxer.
Tangannya sibuk mengeklik semua tautan hasil penelusuran Lysandra hingga ia berhenti pada situs yang memuat berita tentang Profesor Sterling. "Benjamin Taranis Sterling—Alamea Malia Moana ...."
"Arrrgh! Rasa-rasanya ada yang ingin keluar tapi kenapa aku tidak bisa ingat apa-apa, sih! Ayolah, Excelsis!" Excelsis menepuk-nepuk pipi dan berpikir lebih keras, tapi semakin dipaksa justru otaknya semakin berlumpur. Tidak sampai semenit ia menyerah dan memutuskan fokus pada rencana semula—menyelesaikan tugas sekolah.
Satu jam kemudian Excelsis merapikan meja belajar, puas dengan bahan-bahan referensi yang didapat untuk tugas bulanan guru biologinya, Nona Giselle. Ia melirik jam dan bergegas turun menuju ruang makan.
Langkahnya terhenti karena sudut matanya menangkap siluet seseorang berdiri di dekat jendela yang terbuka. Semilir angin malam memainkan rambut panjang sosok yang entah mengapa tidak menyalakan lampu, membiarkan salah satu sudut di area tersebut gelap gulita.
Excelsis tahu siapa sosok tersebut dari wangi parfum yang terbawa angin. Karena tidak ingin mengagetkan, ia mengayun langkah perlahan. Jarinya menyusuri dinding untuk mencari saklar lampu.
Klik. Ruangan menjadi terang benderang setelah tombol berlapis emas yang tersembunyi di balik daun lebar tanaman dalam pot keramik putih ditekan.
"Mama?"
Aithne menoleh dan kembali menatap ke luar jendela. Penasaran, Excelsis mendekat dan ikut mengikuti arah pandang Aithne.
"Kau dengar itu?" Mata Aithne bergerak-gerak.
"Suara apa?" Excelsis menyendengkan telinga.
"Suara lolongan itu—Kau dengar juga, kan?"
Excelsis sulit membaca wajah Aithne saat ini. Ia tidak mendengar suara apa pun, desiran angin saja tidak apalagi lolongan yang entah dihasilkan oleh mahluk malam jenis apa. Serigala? Makhluk berkaki empat ini sudah lama punah di area mereka karena perburuan liar yang tidak dikontrol pemerintah sekitar lima puluh tahun lalu.
"Lolongan apa, Ma?"
Aithne berkedip-kedip cepat, heran karena lolongan panjang yang sesekali terdengar itu seperti jatuh pada orang tuli. Ia menoleh lagi kala lolongan panjang kembali menggetarkan gendang telinganya yang sensitif.
Excelsis memilih mengabaikan suara yang tidak bisa didengarnya itu dan memusatkan perhatian pada Aithne. Gelagat sang mama semakin memicu rasa ingin tahunya. Meski ia tidak memiliki kemampuan untuk membaca pikiran, tapi sikap tubuh seseorang yang gelisah sangat mudah dikenali.
Aithne sedang diliputi ketakutan dan ia tidak bisa berhasil mencegah luapan emosi yang satu ini tertangkap radar sensitif Excelsis. Memang putri kecilnya tidak akan mengatakan apa pun selain memperhatikan dalam diam, tapi siapa yang akan tahan dengan tatapan yang seolah-olah berkata 'aku akan berdiri di sini dan meluangkan waktuku yang banyak untuk mendengar keluh kesahmu'. Berkali-kali Excelsis membuktikan bila ia memiliki kesabaran setinggi gunung, kecuali ketika perutnya bergemuruh meminta diisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIRMAID - ARC I: The Beginning [Pindah ke Work Baru]
Fantasía[Karya Original ini dipindahkan ke Work baru dengan judul yang sama, tapi dengan versi yang sudah direvisi. Silakan kunjungi link di bawah. Terima kasih.] Link: https://www.wattpad.com/myworks/314800084-virmaid-arc-i-the-beginning-grand-revision ***...