Schifar masih bergeming, menaikkan tingkat kewaspadaannya sambil mengendus-ngendus sentira yang terbawa angin. Ada Lysandra yang harus dilindungi. Jadi, ia tidak boleh memberikan celah untuk apa pun itu mengancam keselamatan si mungil cerewet yang terkadang tidak sungkan untuk menginvasi kehidupan pribadinya melalui berbagai pertanyaan yang dilontarkan.
Dirinya tidak boleh membuat kesalahan yang membuatnya menjadi beban bagi seseorang yang tengah dilindunginya. Tidak boleh ada lagi kesalahan fatal seperti di yang terjadi di hutan Eorwood atau ... apa yang menimpa 'dia'.
Ugh ... kenapa di saat seperti ini kau datang lagi, Lio ...
"Schifar?" Lysandra bergeser ke samping dan menengadah, berupaya melakukan kontak mata karena kesal merasa tidak diacuhkan.
"Tetap di belakangku." Schifar menghalau Lysandra supaya kembali ke posisinya semula.
Lysandra memilih menurut dengan asumsi sikap defensif yang jarang diperlihatkan Schifar pasti karena dipicu oleh sesuatu yang serius. Ia mengikuti Schifar yang perlahan menuruni tangga hingga menjejak permukaan tanah yang telah ditutupi oleh kerikil-kerikil kecil yang disatukan oleh semen putih sebagai jalur menuju tempat parkir. Langkahnya terhenti lagi untuk mengamati sekelilingnya.
Gemerisik dedaunan yang saling bergesekan akibat tertiup angin membuat Schifar menoleh ke arah yang ditumbuhi semak belukar di sisi kiri mereka. Sudut mata Lysandra sempat menangkap sekelebat bayangan hitam dari arah semak di sebelah kanan.
"Schifar, di sebelah sana!" Jari Lysandra menunjuk taman bunga kecil yang tampak tidak terawat.
"Itu hanya sepasang kelinci." Schifar kembali menoleh ke kiri lagi, hidungnya menangkap sentira asing.
"Dari mana kau tahu?" Meski Lysandra masih berdiri di anak tangga terakhir, tinggi mereka yang terlalu jauh membuatnya masih harus sedikit mendongak. Perhatiannya langsung tersita pada sesuatu di mata Schifar.
Rasa penasaran Lysandra mengalahkan kepatuhan yang bisa menyelamatkan dirinya sendiri. Ia melompat turun dan memosisikan dirinya di depan Schifar. Benar, lingkaran iris Schifar menyala seperti mata hewan malam yang terkena cahaya.
Tidak cukup dengan mendongak, Lysandra berjinjit di ujung sepatunya supaya bisa melihat mata Schifar lebih dekat. "Matamu! Sama seperti waktu itu!"
Sekelebat kilatan keperakan melesat terbang ke arah mereka. Schifar segera menarik Lysandra merunduk bersamanya dan menghardik, "Sudah kubilang tetap di belakangku!"
Meski terkaget-kaget dengan hardikan kasar yang diterimanya, Lysandra menurut dan cepat merangkak ke belakang, hanya berani mengintip dari balik bahu Schifar yang lebar.
"Maaf bila aku terdengar kasar. Saat ini kuharap kau tidak bertindak gegabah seperti tadi, Lys." Schifar menoleh ke benda kecil yang tertancap di dekat kaki Lysandra, sebuah kunai.
Ada selembar kain merah yang diikatkan pada bulatannya. Schifar mencabut benda tajam berbahan logam tersebut dan memperhatikan simbol bertinta hitam yang tercetak pada lembaran kainnya.
Cukup lama Schifar berdiam diri hingga ujung jari Lysandra yang sedingin es menyentuh tangannya. "Itu ... itu kunai asli?" Lysandra ingin merebut kunai tapi melihat wajah murka Schifar, nyalinya langsung menyusut seperti balon kempis.
"Ayo." Schifar segera bangkit berdiri dan berjalan cepat-cepat menuju mobilnya yang terpakir.
***"Pasang sabukmu." Schifar menyalakan mesin mobil dan mengarahkan moncongkan ke arah jalan raya.
Keheningan menemani keduanya di dalam mobil. Lysandra ingin membuka suara, tapi diurungkan setelah melirik pada Schifar yang wajahnya masih belum berubah sejak masuk ke dalam mobil. Entah apa yang membuat suasana hati Schifar menjadi sangat buruk, padahal banyak yang ingin ditanyakan Lysandra padanya.
Sama halnya dengan Lysandra, Schifar sedang berpikir keras mengapa ras serigala yang telah membunuh ibunya masih berkeliaran. Ia sangat yakin telah menghabisi seluruh Black Vyraswulf tiga tahun lalu bersama Gunther sebelum akhirnya memutuskan untuk bersekolah layaknya seorang remaja Aether.
Tidak mungkin alat pendeteksi dari Master Azure keliru sehingga ada seekor yang berhasil selamat dari pembantaian tiga tahun lalu dan kembali membuat teror baru dengan menggigit siapa pun yang ditemuinya."Schifar, Master Azure itu siapa?"
Schifar menoleh, masih dengan tatapan tajam tidak bersahabatnya. "Kau tau dari mana tentang Master Azure?"
Bohong bila Lysandra tidak bergidik ngeri melihat tatapan Schifar yang seperti ingin mencabiknya. "Bu—bukankah ... kau baru saja bergumam?"
"Tidak."
"Kalau bukan karena kau bergumam dari mana aku bisa dengar tentang 'Master Azure'?"
"...." Schifar merasa sedari tadi dia tidak mengeluarkan sepatah kata pun, berdeham saja tidak apalagi bergumam. Pada akhirnya Schifar meragukan dirinya sendiri. Bila dia tidak bergumam, bagaimana mungkin gadis menyebalkan ini tahu mengenai Master Azure?
Sebuah ide merasuk dalam kepala Schifar. "Lys. Coba kau baca pikiranku."
"Hegh? Mana aku bisa!"
"Coba saja."
Schifar teringat dengan kejadian di hutan Eorwood ketika Lysandra mengatakan ia dapat mengerti keinginan makhluk yang merasukinya ketika mereka sekarat. Ada kemungkinan bila Lysandra memiliki kemampuan untuk menyusup dalam pikiran seseorang."Apa ya, mungkin saat ini kau sedang berpikiran mesum?" Lysandra menatap jenaka pada Schifar yang langsung kembali ke wajah masamnya lagi.
"Jangan-jangan benar." Lysandra melirik sambil memicingkan mata, berusaha melucu."Sudahlah." Schifar menjadi yakin mungkin saja tadi secara tidak sadar telah bergumam dan Lysandra mendengarnya.
Seberkas cahaya yang jatuh dari langit menghantam jalur yang harus mereka lalui, membuat Schifar membanting setir dalam kecepatan tinggi hingga keluar jalur dan menghantam pembatas jalan. Balon udara menyelamatkan kepala mereka dari benturan keras.
"Lys, kau tidak apa-apa?"
Lysandra yang masih terkejut tidak sanggup bersuara dan hanya mengangguk-angguk panik.
"Tetap di sini!" Schifar mencoba membuka pintunya yang melesak ke dalam akibat benturan keras dengan pembatas jalan. Sekuat apapun Schifar mendorong, pintunya tak bergeming.
Rusak.
Mau tidak mau Schifar harus keluar dari jendela yang kacanya telah pecah menjadi serpihan-serpihan halus dan naik ke atap mobil. Dari sini, Schifar mempertajam seluruh inderanya. Matanya kembali bercahaya untuk melihat lebih baik. Hidungnya sibuk mengendus-ngendus, dibantu dengan telinga lancip berbulunya yang bergerak-gerak untuk menangkap suara sekecil apa pun. Tak lama Schifar membuka pintu belakang dan meraih tas ranselnya sambil berteriak lantang menyuruh Lysandra segera keluar dari mobil.
"Aku ... tidak bisa bergerak!"
Benar. Lysandra terjebak di antara balon udara dan jok yang didudukinya. Schifar menarik lepas pintu Lysandra yang juga sulit dibuka secara normal dan memecahkan balon udara yang menjepit Lysandra lalu membebaskannya dari sabuk pengaman.
"Apa rencanamu?" Sekarang Lysandra melihat kondisi mobil Schifar yang terlihat penyok di beberapa tempat dengan seluruh kaca jendela yang pecah. Meski berusaha tenang, suaranya yang gemetar mengkhianati usahanya.
"Melompat, berlari, apa saja."
Dari tanggapan Schifar, Lysandra berkesimpulan mereka tengah menghadapi situasi gawat yang mungkin mempertaruhkan nyawa mereka. Meski begitu, matanya lebih tertarik memperhatikan sepasang telinga serigala berbulu yang terus bergerak-gerak di atas kepala Schifar. Seketika ingatannya melayang pada anjing kecil miliknya yang bernama Shun Shun. Anjing berbulu putih dan keriting itu juga melakukan hal yang sama sewaktu ia meniup peluit dalam permainan 'Temukanlah Aku'.
Kelucuan yang terjadi adalah ketika ia berhasil menemukan tuannya, Shun Shun akan berputar-putar seperti gasing dan tidak akan berhenti sebelum Lysandra mengangkat dan memeluknya. Pikiran nakal langsung merasuki kepalanya dengan suatu wacana bernama 'Bagaimana jika Schifar juga bertindak seperti Shun Shun?'.Sepertinya Lysandra berpikir bila telinga tersebut adalah bando telinga hewan yang memang sedang tren saat ini, sama sekali mengabaikan fakta bila Schifar bukan tipe yang suka memperlihatkan sisi imut. Bagaimanapun, tidak ada orang waras yang akan terpikir memakai benda tren tersebut disaat kritis seperti sekarang.
Terkadang intelegensi Lysandra sangat patut dipertanyakan karena daya nalarnya mengalah pada hasratnya untuk menikmati pemandangan yang sangat jarang hadir—sosok Schifar yang terlihat maskulin sekaligus menggemaskan dengan telinga lancip berbulu.
Tawa kecil yang dikulumnya tidak berhasil lolos dari radar pendengaran Schifar yang sekarang jauh lebih tajam."Ada yang lucu?"
"Ah, eh ... ti—tidak, tidak apa-apa.""Kuharap sesuatu yang membuatmu tertawa bukan tentang lelucon tentangku." Entah kenapa Schifar seperti merasa tersentil oleh instingnya sendiri yang jarang salah, meski tidak bisa membuktikan bila Lysandra tengah berbohong. Hal ini cukup membuatnya sedikit dongkol.
Schifar menyodorkan tas ranselnya pada Lysandra lalu berlutut sambil memunggungi Lysandra.
"Naiklah."
"Eh?"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
VIRMAID - ARC I: The Beginning [Pindah ke Work Baru]
Fantasy[Karya Original ini dipindahkan ke Work baru dengan judul yang sama, tapi dengan versi yang sudah direvisi. Silakan kunjungi link di bawah. Terima kasih.] Link: https://www.wattpad.com/myworks/314800084-virmaid-arc-i-the-beginning-grand-revision ***...