Surat Tugas

301 32 5
                                    

Setahun sudah tugas sementara Cammon di Batavia. Masa percobaan kapten baru telah usai, saatnya dia ditugaskan untuk mengawasi perdagangan di beberapa daerah.

Surat tugas yang Cammon terima dari atasannya itu akan ia perlihatkan pada istrinya yang telah menunggunya di rumah. Ada perasaan bahagia di hati Cammon karena kali ini dia akan mendapatkan gaji yang jauh lebih banyak daripada hanya bertugas di Batavia.

Perjalanannya ke daerah akan memberinya banyak uang agar dia segera pulang ke negaranya.  

Makan malam di keluarga kecil Cammon tidak seriang biasanya. Suasana kaku dan mata sedih Sarah, tidak bisa disembunyikannya karena surat tugas yang telah ia lihat dari suaminya beberapa saat lalu.

Semangkuk sup yang telah dihidangkan Sutik hanya diaduk saja dan tidak sanggup dicicipinya atau bahkan ditelan. Cammon membuka pembicaraan untuk mencairkan suasana kaku di ruang makan itu.

“Hemm, bagaimana dengan Pierre? Dia melakukan apa hari ini?” tanya Cammon sambil menyendokkan sup ke mulutnya.

“Dia mulai mengatakan sesuatu, jika besok kamu pergi dalam waktu yang lama, kau tidak akan tahu kesehariannya, Cammon!” jawab Sarah sedih.

“Ayolah Sarah …, kamu menikahi kapten! Kalau kamu ingin selalu melihatku setiap hari berarti harus ikut denganku dan menjadi salah satu dari pasukanku. Dan kau tahu, itu tidak mungkin!” ujar Cammon memberi pengertian istrinya.

“Yah…! Aku mengerti! Tapi yang paling aku takutkan bukanlah karena aku jauh darimu, tapi suasana negeri ini yang selalu terjadi peperangan. Tidak sedikit dari kita yang menjadi korban, kau tahu?” keluh Sarah dengan  mengaduk lagi supnya.

"Ya …, tidak sedikit dari mereka yang juga menjadi korban. Aku dalam posisi …, tidak tahu menahu siapakah sebenarnya korban disini."

"Kita sama-sama punya keuntungan dari bisnis ini, Cammon. Negara kita menjadi kaya saat ini. Dan beberapa diantara kita juga sudah menjadi salah satu yang terkaya di Eropa, kau tahu?"

"Benar …, mereka kaya karena korupsi! Ada juga yang kaya namun menindas dan mencuri! Semua itu ada diantara kita, di tubuh bangsa kita."

"Cammon! Apa sekarang kamu salah satu diantara orang pribumi itu? Ingat! Tujuan awal kita dinikahkan. Mereka mengharapkan kita mengeruk banyak uang, emas dan semua bentuk harta yang bisa kita bawa pulang ke Netherland," sergah Sarah.

"Iya …, tapi kamu tidak seperti seorang istri yang mendukung suaminya mencari harta benda, buktinya hari ini aku tunjukkan surat tugas ke luar daerah kamu marah."

"Aku tidak marah, Cammon. Aku hanya takut hal buruk akan terjadi, sesuatu yang sama sekali tidak aku harapkan." sahut Sarah mulai geram dengan candaan suaminya yang menurutnya tidak lucu sama sekali.

“Daripada kamu mengatakan hal buruk, harusnya tanyakan kapan aku akan kembali, itu jauh lebih baik, Sarah.”

Sarah menghela napas panjang, perkataan sepele dengan suaminya sering kali menjadi penyebab pertengkaran yang tidak terduga.

“Aku sudah selesai, Cammon.” Sarah membersihkan bibirnya dengan sapu tangan yang ada di pangkuannya lalu beranjak masuk ke kamar.

Cammon minum air putih di gelas yang berada di sebelah tangan kanannya. Meneguk dengan cepat lalu memanggil Sutik untuk segera membereskan meja makan dan melangkah menyusul Sarah.

Dari depan pintu yang terbuka, Cammon melihat istrinya sedang duduk di ranjang dan menutup wajah dengan kedua tangannya. Dia mendekatinya lalu duduk di samping istrinya.
“Sarah…, maafkan aku! Aku tidak bermaksud melukai hatimu.” ucap Cammon.

“Aku tahu! Aku sangat takut, Cammon. Anak kita masih bayi dan kau akan pergi entah berapa lama,” isak Sarah.

“Dengar, aku hanya mengawasi pasukanku mengambil paket rempah-rempah dari Maluku yang akan dikirim ke Eropa. Bukan hanya aku saja kapten disana. Semua sudah memiliki tugas masing-masing. Aku harap kamu merawat Pierre dengan baik. Aku janji, setelah tugasku selesai akan segera pulang, atau jika harus menetap di sana, aku akan bawa kamu dan Pierre,” terang Cammon menghibur istrinya.

"Lalu, jika kau tidak kembali? Apa yang akan aku lakukan?"

"Hemhh ..., aku sama sekali tidak berharap itu, Sarah. Namun, jika aku benar-benar tidak kembali maka pulanglah ke Den Haag," jawab Cammon sambil tersenyum enteng karena hal buruk itu tidak akan mungkin terjadi.

"Tapi seandainya harus pindah ke Maluku aku akan bawa Sutik dan Paimin, mereka sudah seperti keluargaku.”

“Baiklah …, apapun yang kau inginkan, Sayang.”

“Satu lagi yang aku minta, Cammon.”

“Apa itu?” 

“Aku ingin kau setia ...,” pesan Sarah seraya menatap mata suaminya.

Cammon tertawa geli dengan ungkapan istrinya dan berkata, “kenapa kamu mengatakan itu, Sarah? Apa kamu sudah benar-benar mencintaiku sekarang? Aku masih ingat, kau mengatakan 'tidak akan pernah mencintaiku!' sebelum kita menikah dulu. Kau masih ingat?" jawab Cammon tertawa lebar.

“Kau gila! Bagaimana mungkin kau masih mengingat semuanya? Itu hal bodoh yang kukatakan sebelum aku mendapatkan bayi lucumu, Suami nakal!” jawab Sarah tersenyum kecut dengan memutar kedua matanya.

"Aku tidak bisa berjanji apapun Sarah, laki-laki selalu tergoda dengan perempuan, bahkan dengan orang yang tidak dia cintai sekalipun," canda Cammon memancing emosi istrinya.

"Bisakah kau mengatakan hal baik sebelum keberangkatanmu, Cammon? Sekali saja kau bilang kalau kau mencintaiku dan akan selalu setia kepadaku. Itu saja kata-kata yang ingin ku dengar!" protes Sarah kesal.

"Kau pernah dengar mantan kekasihmu si Albert telah menikahi pribuminya dan sekarang memiliki beberapa anak? Kau lihat Rebecca, sepupumu? Dia sama sekali tidak perduli dan se–"

"Kenapa setiap kita bicara berdua selalu kau sebut nama Albert? Ini semua tidak ada hubungannya dengan dia. Kalaupun Rebecca tidak perduli, itu karena pilihannya. Jangan mencampuri urusan orang lain, Cammon!"

Sarah semakin kesal dan akan beranjak dari ranjang yang dari tadi dia duduki, namun Cammon menarik tangannya.

"Kemana kau Sarah? Kamu belum melakukan tugasmu!" bisik Cammon nakal.

"Haruskah aku bertugas saat suamiku selalu bilang ingin menjadi laki-laki yang tidak setia sama seperti yang lain!"

"Baik…! Sekarang apa yang kau inginkan, istriku?

"Aku ingin kau menjadi milikku selamanya …."

"Kalau begitu doakan aku akan segera kembali, lepaskan kepergianku kali ini seperti kau mengantarku pergi bekerja di depan pintu itu, lalu kau menungguku setiap aku akan pulang." bisik Cammon lalu mengecup dahi istrinya dengan lembut, air mata mulai menetes di pipi merah Sarah. 

Bayangan kehilangan sosok suaminya yang belum lama ini dia cintai semakin nyata di depan mata. Perasaan khawatir istri kepada suami yang akan menghadapi bahaya di luar sana menyebabkan hatinya semakin teriris. Ingin rasanya Sarah kembali saat itu juga ke negaranya. Namun, hanya di tempat inilah pilihan mereka, supaya pilihan yang lain akan memudahkan perjalanan selanjutnya.

***

Lima hari kemudian, Cammon berangkat ke pelabuhan menuju timur dan akan berhenti di pelabuhan pesisir jawa lalu melanjutkan perjalanan ke Maluku.

Beberapa pasukan yang berpisah dengan keluarganya tampak mengucapkan selamat tinggal, tak terkecuali Cammon Vanderberg yang dengan berat hati meninggalkan istri dan anaknya yang masih bayi untuk menjalankan tugasnya tanpa kepastian kapan akan kembali.

 
                                ***

Menulis cerita horror itu sulit, apalagi tentang sejarah. Mohon maaf jika up-nya kelamaan. Tapi cerita ini pasti akan berakhir indah 🥰😍.
Thx sudah mampir, bab selanjutnya ttg kapal Rosewijk.

Jangan lupa tekan ⭐

Kutukan Cammon VanderbergTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang