Pernikahan

274 26 2
                                    

Sumantri sampai di rumah Subowo lebih dulu dengan beberapa pengawal, ada sesuatu yang dia dapatkan dari Kapten Frederik Hayes yang menjaga di perbatasan daerah. Pesan itu dia titipkan kepada mbok Sawitri untuk disampaikan ke Cammon. 

Subowo telah mengetahui kejadian yang menimpa nyai Utari, perundingannya dengan VOC dia sampaikan dengan cepat karena kematian istri keduanya. 

Upacara penguburan nyai Utari berlangsung haru, beberapa anaknya meraung dan menjerit meratapi kepergian ibunya yang tidak wajar. Subowo yang telah tahu penyebab kematian istrinya itu benar-benar marah. Dia mengubur jasad istrinya jauh di dalam hutan karena rasa kecewanya atas perlakuan memalukan perempuan itu.

Subowo memberi peringatan kepada para istri, anak dan pengikutnya untuk tidak melakukan kesalahan yang sama seperti nyai Utari jika tidak mau tewas ditangan para genderuwo.

Surat Frederik Hayes sudah sampai ke tangan Cammon melalui Sin, dengan tidak sabar ia buka surat itu dengan tergesa-gesa dan membacanya dalam hati.

Kapiten Comman Vanderberg,

Saya sangat senang mendengar anda selamat, dari telegram perwakilan VOC saya mendengar kapal tidak sampai ke Maluku dan tidak juga kembali ke Batavia. Ternyata benar dugaan kami bahwa kapal Rosewijk tenggelam. Dan anda satu-satunya penyintas. Saya akan usahakan dengan cepat menjemput anda dengan pasukan. Karena ternyata anda disandera oleh pribumi dan meminta imbalan ribuan gulden, mereka mengancam keselamatanmu dan meminta pasukan VOC tunduk dibawah kekuasaanya. Bertahanlah dengan segala cara, pasukan akan menyusup dengan senjata api, dan anda akan kami selamatkan.

Sesuai pesan anda, surat kepada Tuan Albert sudah saya kirimkan beserta surat anda kepada Sarah istri anda. Bertahanlah!

Frederik Hayes,
Kapiten VOC

Cammon menjatuhkan kedua dengkul kakinya di lantai, rasa syukurnya dia ungkapkan dengan menengadah dan menyebut nama Tuhan. Surat-surat itu secara ajaib telah sampai kepada tujuannya. 

Cammon tertawa tanpa suara, harapan itu ada dan nyata. Dia memeluk Sin dan membawanya berputar dan menari di kamar sempit itu. Harapan besarnya itu  terwujud, setidaknya kabar bahwa dia masih hidup akan diterima istrinya.

"Tuan, jangan terlalu senang dahulu, pasukan VOC tidak begitu tahu dengan daerah ini, mereka tidak tahu kalau ada pesukan genderuwo yang akan menyerang mereka secara ghaib," kata Sin mengingatkan Cammon untuk tidak lengah.

"Aku sudah sampaikan ke dalam suratku, tapi aku rasa mereka tidak mempercayainya. Aku akan tunggu mereka dan mencari cara mengalihkan perhatian makhluk itu di sini," tutur Cammon.

"Baik Tuan, aku akan sampaikan ke mbok Sawitri secepatnya," jawab Sin lalu pergi keluar dari kamar Cammon.

Di tengah perjalanan menuju dapur, Sin di hadang oleh seorang penjaga yang diutus Subowo membawa Sin menghadapnya. Jantung Nawang Sin bergetar, terbayang sesuatu yang tidak ia harapkan akan terjadi.

"Saya datang, Ndoro …," sapa Sin sambil menunduk di depan Subowo yang telah menunggunya di bale utama rumah itu.

"Duduklah, Cah ayu …, aku hanya akan mengatakan kepadamu bahwa secepatnya kita akan menikah. Dua hari lagi pesta adat akan dilakukan. Persiapkan dirimu menyambut kebahagiaan ini, Sin." kata Subowo menatap lembut Sin.

Wajah Sin mendadak berubah memerah menahan amarah yang berkobar di dalam dadanya. Dia hanya berpikir keras bagaimana caranya menghindari laki-laki tua yang menjijikkan itu.

"Ampun ndoro, saya hanya ingin bertanya, kenapa pernikahan ini dilakukan secepatnya? Bukankah harus dilaksanakan saat bulan purnama tiba?"

"Kau benar…, mereka pasti akan suka denganmu di malam bulan purnama nanti. Dan para genderuwo akan memberikan ganti harta yang sangat melimpah. Kita akan menikmatinya bersama, jadilah wanita yang bersinar. Kecantikanmu tidak ada tandingannya di sini. Jadilah ratuku, Sin!" beber Subowo dengan tersenyum bangga.

"Saya menginginkan sesuatu sebelum bulan purnama datang, Ndoro. Setelah melangsungkan pernikahan saya ingin ke pantai ditemani mbok Sawitri. Saya ingin melarungkan bunga dan berdoa untuk saudara saya, Sun," pinta Sin.

"Baiklah, kau bisa ditemani para pelayan dan penjaga," pungkas Subowo lalu mempersilahkan gadis itu kembali ke kamarnya.

***

Cammon mendatangi kamar Sin, gadis itu menangis tersedu di atas ranjangnya. Malam ini adalah malam terakhirnya berada di kamar itu, karena mulai esok dia akan pindah ke kamar utama tempat para istri Subowo.

"Kau bisa berubah pikiran sekarang, kalau kau mau, kita bisa mencoba lari sekarang juga, ini semua benar-benar membuatku gila, Sin."

"Aku ingin mati saja! Hidup ini sangat kejam!" isak Sin semakin menjadi.

"Aku akan menemanimu malam ini, tenanglah! Aku tidak peduli dengan tua bangka itu dan semua ritualnya. Jika besok kau disakitinya akan kuledakkan kepalanya dan kubakar hidup-hidup seisi rumah ini dan lari bersamamu!" dengkus Cammon lalu memukul meja dengan tangannya hingga terluka.

***

Janur melengkung, pernikahan Subowo dan Nawang Sin berlangsung khidmad, kebahagiaan terpancar dari wajah tua Subowo dan kesedihan mendalam dimiliki gadis malang yang dipoles dengan bedak tebal dan baju warna warni dengan perhiasan terpasang indah di tangan, kaki, leher dan sanggulnya.

Cammon yang diundang menghadiri sumpah perjanjian Subowo dan gadis pribuminya itu menatap nanar mata penuh air mata itu. Ada yang hilang di hatinya, serasa dicabut dari jantungnya yang baru saja menari karena bahagia beberapa hari yang lalu. Ingin sekali meraih tangan penuh rajah itu dan berlari sekuat kaki melaju. Menghapus topeng riasan wajah tak berdosa Sin lalu merobek baju kebohongan yang dipakainya dengan tangannya.

Hati Cammon jatuh dan terinjak, merelakan gadisnya bersanding dengan pria biadab tanpa perlawanan. Tanpa menunggu acara selesai, Cammon berlari ke kamarnya  bermaksud untuk mengambil senapan lontaknya dan segera meledakkan kepala Subowo. Namun, perempuan tua itu sudah menghadangnya di depan pintu. 

"Aku tahu apa yang akan kau lakukan, Tuan. Aku tak akan membiarkan kau merusak rencana kita. Kendalikan dirimu, bernapaslah! Dia tidak akan disentuh siapapun untuk saat ini. Sebelum bulan purnama aku pastikan itu!" bentak mbok Sawitri.

"Mbok, aku tidak bisa! Bagaimana jika terjadi sesuatu? Dia akan mati seperti Sun, dia mengancam dan mengatakan itu." geram Cammon.

"Aku sudah memberitahunya, tenanglah Tuan Meneer! Kau akan dapatkan kembali gadismu!" seru mbok Sawitri membuat Cammon sedikit tenang.

Kemeriahan pesta berakhir pada malam yang semakin sunyi, Subowo mendatangi kamar Sin yang telah dirias dengan bunga-bunga dan kain penutup ranjang berwarna hijau tua. Sin yang sudah mengganti bajunya dengan pakaian biasa berdiri membelakangi jendela dan tangan kanan mencengkeram patrem keris kecil yang di selipkan di balik jariknya yang siap dihunjamkan kepada siapa saja yang menyentuhnya.

"Sin, apa kau sudah mau tidur?" tanya Subowo di tengah-tengah pintu kamar pengantin Sin.

Tidak ada jawaban apapun dari mulut Sin, mulutnya tertutup rapat dengan tekad kuat menghabisi pria tua yang sudah menyusahkan hidupnya. Matanya melirik lampu jarak yang menyala di meja kamar.

"Baiklah, aku hanya ingin menyapamu, Sin. Tidurlah dan beristirahatlah! Kamu pasti sangat lelah," lanjut perkataan laki-laki itu dan pergi menghilang di balik pintu.

Sin menutup rapat pintu itu dan menghunus keris kecil itu segera dari kerangkanya.

 •••
 

Author note:
sulit menulis bab sedih, tapi mau gmna lagi gaes..😭

kuusahakan happy ending walau sulit
vote, like, komen ya...😍

Kutukan Cammon VanderbergTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang