Malam Panjang

348 24 3
                                    

Patrem itu diangkat Sin tinggi-tinggi lalu ditancapkan dengan seluruh kekuatannya tepat di ranjang pengantinnya hingga kain bersulam sutra berwarna hijau itu terkoyak dan kapas putih terangkat menyembul dari kasur ranjang mewah kamarnya.

Wajahnya menyeringai penuh dendam, kobaran api kebencian di dadanya sudah menembus ubun-ubun hingga tidak bisa ia bendung lagi. Bersama desisan yang terdengar dari mulut mungilnya dan gemertak giginya.

'Kau akan mati!'

Mulut Sin terus mendesis dan mengumpat sambil menusukkan keris kecil itu ke ranjang pengantinnya hingga porak poranda lalu menghempaskan badannya dengan isakan penuh air mata.

Malam sunyi itu hanya pemilik alam lain, bukan milik makhluk bernapas seperti manusia yang memilih terbang ke mimpinya agar tak merasa ketakutan dan kesepian, walau sukacita berlangsung meriah beberapa waktu yang lalu, namun menyisakan kehampaan, kesedihan dan kemarahan.

Tembang jawa terdengar lirih mengalun di telinga Sin, suara itu perlahan semakin dekat menyelimuti telinganya. Tembang itu lalu menyatu dengan tangisan menyayat di setiap liriknya.

Bayangan putih mendekati tubuh Sin, uluran tangan pucat bayangan itu meraih tangan Sin yang terkulai lemah diatas ranjang yang sudah tidak berbentuk lagi.

"Sin …, aku datang …, bangunlah! Aku disini menemanimu …," bisikan suara lembut itu membangunkan tubuh Sin yang lemah. Seraya mata sembabnya menyipit mengikuti senyum di bibirnya.

"Sun! Kaukah itu?" sapa lirih Sin memandang satu bayangan putih itu dengan airmata yang tidak berhenti mengalir di pipinya.

"Tenanglah …, aku tak akan membiarkanmu mengikuti nasibku. Tidurlah kali ini …, aku bersamamu! Selalu bersamamu …," Desah bayangan Sun seperti memeluk erat adik kembarnya.

Sin memeluk bayangan itu walaupun tidak bisa merasakan tubuhnya dan menyentuhnya, dia tahu roh Sun menyelimutinya, membuatnya hangat dengan kekuatan terbaik yang dia bisa, sampai dia terlelap dalam tidurnya.
______

Di lain tempat, kamar Cammon yang gelap gulita tanpa cahaya lampu yang telah dia matikan sejak mamasukinya dengan wajah marah beberapa saat lalu. Kedua tangan pria berambut  hitam kecoklatan itu menutup semua wajahnya dan mendengus beberapa kali, melepaskan hembusan dan tarikan napas yang cepat seiring gerakan naik turun dada bidangnya.

Pria itu merutuki ketidakberdayaannya. Sekali dalam hidupnya kali ini dia akan berjuang sendiri untuk sebuah tujuan. Dia semakin sadar dan menemukan jati dirinya yang belum pernah ada sewaktu memutuskan menikahi Sarah Bezzels dan datang ke Hindia timur menjadi kapiten VOC atas kesepakatan kedua orang tuanya dan orang tua Wanita Belanda yang dijodohkan dengannya itu.

Ini takdir! Cammon semakin merasakan itu. Kedatangannya ke negeri yang tidak pernah dia inginkan ini mempertemukannya dengan tujuan hidupnya dengan seorang gadis bernama Nawang Sin. Perempuan pribumi yang tidak sengaja dia kenal dengan segala pesona dan keunikan pribadinya hingga membuatnya mengakui …, 'inilah yang sebenarnya' perasaan cinta yang dulu baginya hanya sebuah omong kosong.

Malam pengantin Sin dan Subowo adalah neraka bagi Cammon. Seperti berada di penjara bawah tanah sisa perang dunia yang pernah sampai ke telinganya. Penjara yang penuh manusia-manusia mengerikan dan lapar. Cammon seperti telah bertahun-bertahun berada disana bersama tubuhnya yang berlumut dan kotor. Mata merahnya tidak berkedip dalam waktu lama, 'ini menyakitkan! Sangat menyakitkan!' Gumamnya dalam hati yang dipenuhi sarang laba-laba penantian paginya.
______

Di suatu tempat dekat hutan kamboja yang harum seperti aroma pemakaman, Subowo duduk di atas batu besar dikelilingi makhluk berbulu dengan suara-suara geraman yang saling menyahut. Laki-laki tua itu membuka selembar kulit binatang dan membaca mantra dan titah yang diucapkannya dengan bahasa jawa kawi.

Subowo menginginkan kekuasaan yang tinggi dengan penyerahan tumbal istri cantiknya Nawang Sin bulan purnama yang akan datang. Memberi berkah pada perkebunan tembakau miliknya supaya mendapat penjualan yang tinggi dan mahal. Mendatangkan keberuntungan atas semua perdagangan yang dia lakukan dan mengamankan tempat tinggalnya.

Salah satu genderuwo terdengar berbicara dengan Subowo mengatakan sesuatu dengan suara geraman yang berat.

"Ndoro…, kami minta syarat tumbal kesucian dan kecantikan sempurna, jika itu tidak terpenuhi dan kau mengkhianati kami lagi, perjanjian ini berakhir! Dan kami tidak akan membantumu lagi! Grrrr... gerrrr…," kata pemimpin genderuwo itu dengan menatap tajam Subowo yang sedang membakar dupa di depan tempat duduknya.

"Percayalah padaku! Itu kenapa aku menikahinya dahulu, akan aku pastikan dia sempurna, tidak seperti saudara kembarnya yang ternyata telah kotor dan ternoda!" teriak Subowo lantang ke arah genderuwo besar di hadapannya itu.

"Kami mau tumbal keturunan sinden yang lahir saat matahari tenggelam selasa kliwon, kami bisa mencium keharumannya di sekitar rumahmu ... grrrr …, gerrr…." sergah pemimpin genderuwo itu.

"Aku sudah membelinya sangat mahal! gadis keturunan nyai Ladrang, sinden pujaan kalian seratus tahun yang lalu," cetus Subowo.

"Kami tidak sabar, Ndoro!" 

Grrhh … grrrh … grrhh …!

Para genderuwo meloncat, menghilang dan muncul bergantian berpindah-pindah tempat dengan tawa dan suara-suara mengerikan dan perlahan menghilang berganti suara lolongan serigala di tengah hutan.

Subowo mengakhiri ritualnya, dia turun dari tempat duduknya dan terhuyung menuju rumah besarnya yang tidak jauh dari tempat itu.

———

Pagi menjelang, Sin keluar dari ruang makan keluarga Subowo dan langsung menuju dapur untuk menemui mbok Sawitri.

Beberapa pelayan menunduk hormat kepada Sin yang sudah menjadi nyai Subowo yang baru, semua abdi terpesona dengan penampilan baru Nawang Sin yang cantik dengan baju barunya yang bagus berpadu perhiasan-perhiasan cantik dan terlihat sangat sempurna menempel di tubuhnya. Rambutnya yang disanggul berhias tusuk konde bertabur berlian berwarna keunguan memancarkan kecantikannya yang tidak ada tandingannya di rumah itu.

Sin berjalan masuk ke dalam dapur, matanya melihat sesosok pria yang dikenalnya duduk sendiri di tempat makan yang sepi itu. Cammon …, duduk dengan memegang secangkir kopi yang akan diseruputnya namun terhenti karena tanpa sengaja melihat gadis yang telah semalam suntuk berada di pikirannya berjalan masuk menuju ke arahnya.

Entah kenapa perasaan mereka seperti melihat surganya masing-masing mendekat. Seolah telah sangat lama perpisahan mereka berlangsung. Cammon berdiri menyambut Sin dengan semua kekuatannya lalu memeluknya sangat erat tanpa peduli siapapun yang akan melihatnya di tempat itu. 

"Aku sangat merindukanmu Sin …, apa yang sudah terjadi? Maafkan aku …!" bisik Cammon dan menatap kedua  bola mata gadisnya yang telah berurai air mata.

"Hampir saja …, hampir aku membunuhnya! Dan hampir aku membunuh diriku sendiri!" desah Sin terisak tanpa berniat melepas pelukan Cammon.

Dunia mereka, kembali berada di suatu waktu yang terhenti, tidak ada untuk yang lain. Hanya mereka, penguasa waktu dan dunia ini. Berharap tidak berjalan maju atau kemanapun. Bersama cinta yang terlanjur semakin dalam menuju sebuah takdir semu.

Author 🦸‍♀️
hai hai 👋
🧖‍♂️cinta ini membunuhku (kata Cammon)
🐷 beginilah cinta... deritannya tiada akhir...!(kata patkai)
🦸‍♀️wanita adalah tumpukan tulang, dan tulang itu enak (kata author sableng) 😆😅
jgn lupa like, vote dan komen yg buanyak ya, love u 😘

Kutukan Cammon VanderbergTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang