Para penjaga yang berjalan mengelilingi rumah tamu itu akhirnya pergi menjauh setelah melakukan tugasnya. Suasana kembali sepi, hanya suara jangkrik dan embusan napas Cammon dan Sin yang saling bergantian dan tatapan mata yang saling berdekatan.
Sin dan Cammon terdiam sebentar, lalu berdiri mengintip dari balik dinding kayu memastikan keadaan sudah aman. Kemudian mereka duduk kembali di tepi ranjang. Ada hal aneh yang selalu Cammon rasakan saat berdekatan dengan Sin, namun perasaan itu ia tepis jauh-jauh untuk tetap memikirkan hal utama yang harus mereka lakukan.
"Sin …, bagaimana kalau kita lari sekarang? Mereka sedang mengadakan ritual dan saat ini waktu yang paling tepat untuk pergi jauh dari sini," bisik Cammon.
"Tuan terlalu terburu-buru, penjaga rumah ini masih berkeliaran."
"Apa kau tahu jalan keluar dari tempat ini?"
"Aku tahu, tapi semua jalan masuk dan keluar ada penjaga, selain itu hutan di sekeliling rumah ini telah dihuni oleh pasukan genderuwo, mereka bisa menemukan kita dimanapun kita berada di ujung batu sekalipun."
"Kita manfaatkan ritual genderuwo kali ini, Sin. Pasti semua genderuwo telah berada di sana sekarang."
"Maaf, Tuan. Aku belum siap …, penjaga sangat kejam dan tidak ada ampun untuk para pengkhianat yang lari dari rumah ini, aku ingin pergi dari sini tanpa berlari dan sembunyi, karena lembah dan hutan di luar sana sangat mengerikan!"
"Kau pasti ingat bagaimana perjalananmu dibawa ke sini, Sin!"
"Sedikit, Tuan …."
"Ceritakan bagaimana kamu bisa sampai ke tempat ini?"
"Bapak pada awalnya mengajakku ke pasar untuk membeli kain, dia mengatakan setelah dari pasar kami akan ke rumah nyi Dasimah tetangga desa kami untuk menjahit kain itu sekalian. Namun, ada yang menjemput kami di ujung desa. Mereka menunggu dengan kereta kuda. Kami masuk dan melakukan perjalanan yang sangat lama dan jauh, bapak tidak mengatakan apa-apa cuma mengatakan kalau aku harus nurut."
"Menurutmu, berapa hari kamu melakukan perjalanan hingga sampai ke sini?"
"Sekitar lima hari, Tuan. Aku sempat melihat sekeliling perjalanan kami, selama lima hari lima malam itu tidak ada kutemukan rumah penduduk, kami hanya beberapa kali beristirahat di tengah hutan."
"Apa yang kau lakukan setelah sampai?"
"Bapak menyerahkanku kepada ndoro Bowo, lalu bapak pergi keesokan harinya diantar oleh para penjaga," terang Sin.
"Orang tuamu memang kejam! Bagaimana mungkin dia menyerahkanmu dengan mudah kepada Subowo, padahal dia juga tahu kalau Subowo akan menjadikanmu tumbal," geram Cammon.
"Sejak aku diantar kesini dan tahu bahwa Sun juga telah menjadi korban. Aku bersumpah tidak akan menemui orang tuaku lagi yang menjual anak-anaknya untuk bertahan hidup."
"Bersabarlah Sin, aku besok akan meminta ijin ke pantai di kuburan para pasukanku. Akan aku lihat sekitar tempat itu dan mempelajari keadaan."
"Anda akan diantar penjaga, Tuan? Mereka akan mengawasimu."
"Aku akan meminta Sumantri mengantarku lagi besok. Beberapa hari lalu dia juga mengantarku ke sana."
"Baiklah Tuan, berhati-hatilah. Kita harus merencanakan pelarian ini dengan matang. Setidaknya …, kamar kita berdekatan. Jika aku membutuhkan Tuan, bolehkah aku datang ke sini?" tanya Sin disambut dengan senyum miring bibir Cammon.
"Kau benar, kalau aku sedang membutuhkanmu …, apakah boleh aku datang ke kamarmu?" tanya balik Cammon dengan lirih.
"Tentu saja, Tuan! Kita memiliki tujuan yang sama, yaitu keluar dari sini secepatnya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Cammon Vanderberg
TerrorKapten VOC Cammon Vanderberg terdampar di sebuah tempat misterius di pesisir pulau jawa tahun 1770an. Kapal yang dinaikinya tenggelam dan tidak ada yang selamat selain dirinya. Tempatnya terdampar itu dihuni oleh para pemuja pesugihan genderuwo untu...