Bab 5

9K 897 23
                                    

"Jika kau mencintai seseorang, biarkan ia pergi. Kalau ia kembali, ia adalah milikmu. Bila tidak, ia memang tidak pernah jadi milikmu." (Khalil Gibran)

______________________________________

Typo harap tandai.

Jadikan Al qur'an sebagai bacaan utama

Happy readyng🤗
.
.
.
.
.
.
.

Abidzar memijit pelipisnya pelan. Ia pusing, karena sedari tadi Umi dan Abinya tidak berhenti untuk mengoceh tentang pernikahan.

Seusai urusannya dikantor, kini Abidzar berada dirumah orang tuanya. Ada Alif dan juga Luna disana.

"Zar, apa susahnya sih nikah lagi?!"ujar Umi Aisyah. Terselip nada perintah dalam kalimat itu.  Wanita itu tidak habis fikir dengan putranya. 

"Abi juga pengen gendong cucu dari kamu Zar. Lihat, Abangmu anaknya sudah tiga. Kamu kapan?"sahut Abi Rasyid seraya melirik Luna yang sedang menciumi pipi gembul anaknya.

"Gak ada larangannya juga kan kalo mau nikah lagi?"celetuk Luna. Wanita itu sibuk meladeni anaknya yang sedang manja.

Abidzar menyandarkan kepalanya pada punggung sofa yang didudukinya. Kupingnya mendadak panas, saat keluarganya menyudutkan dirinya untuk menikah lagi.

"Apa perlu gue carikan Zar? Mau yang model apa?"
Abidzar menatap tajam Alif yang sedang asyik menghisap kopi panasnya.

"Stop! Abidzar capek terus-terusan dipojokkan seperti ini. Gak sahabat, gak keluarga semuanya sama saja!"kata Abidzar hendak beranjak, namun tangannya ditahan oleh Umi Aisyah yang berada disampingnya.

"Abidzar, dengarkan---"

"Lagian prinsip Abidzar hanya ingin menikah sekali seumur hidup Mi, Bi. Abidzar udah terlanjur janji sama Nara buat gak nikah lagi."potong Abidzar. Ia tahu, tindakannya salah. Memotong pembicaraan orang lain. Terlebih orang itu lebih tua daripada kita. Sungguh sangat tidak pantas untuk ditiru.

Umi Aisyah menghembuskan nafasnya berat. Susah sekali memberi pengertian pada putra bungsunya itu. Sepertinya wanita itu harus berbicara penuh kelembutan.

"Sayang, dengarkan Umi. Umi yakin kalau Nara pasti akan ngerti, dia juga pastinya sedih melihat kamu dalam lubang keterpurukan yang terus berlarut selama ini. Apa kamu gak kasihan sama dia?" Tanya Umi Aisyah. Abidzar menatap intens wanita yang telah berjasa melahirkannya itu.

"Abidzar tidak terpuruk Mi! Abidzar sudah mengikhlaskan kepergiannya!"bantahnya.

"Buktinya?"

Abidzar tak menjawab.

"Umi gak tahu dalam hati kamu yang sebenarnya sudah ikhlas atau belum. Tapi apa kamu sadar, setelah kepergian Nara sifat kamu banyak berubah? Kamu jadi pria yang begitu dingin, cuek, pendiem. Mana Abidzar yang Umi kenal? Yang selalu ceria, songong, dan menyebalkan."cerocos Umi Aisyah.

Abidzar mendelik memdengar kalimat terakhir dari Uminya. Memang dirinya menyebalkan? Abidzar rasa tidak.

"Kok menyebalkan sih Umi. Abidzar baik tahu,"sungutnya tidak terima.

Umi Aisyah tertawa pelan. Putranya ini memamg paling tidak suka jika dijelek-jelekkan.

"Justru orang yang baik akan merasa dirinya buruk Zar, begitupun sebaliknya."kata Abi Rasyid.

"Kamu tunggu bentar, Umi mau ambil sesuatu." Umi Aisyah berlalu dari hadapannya. Tak lama beliau kembali dengan secarik kertas ditangannya.

"Itu apa Mi?"tanya Abidzar penasaran. Umi Aisyah mengambil posisi disamping putra bungsunya.

Arsha (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang