Bab 4

8.7K 918 17
                                    


"Jika kehadiranku tak pernah kau anggap, apa lebih baik aku menyerah saja?"

Ananda Lesiana

______________________________________

Jangan lupa baca Al qur'an

Hapoy reading😊

"Shanum, bisa minta tolong antarkan pesanan kealamat ini?"pinta Eza sembari mengulurkan kertas. Tertera sebuah alamat ditulisan dengan tinta hitam disana.

Shanum mengamati kertas itu dengan seksama.
"PT. Air corp's?"gumamnya.

"Iya, ada 50 cup cappucino sama 15 bungkus pencake. Eh, tapi kamu bisa naik motor kan?"tanya Eza.

Wanita itu menggigit bibir bawahnya. Antara iya atau tidak. Dulu, dirinya pernah bisa mengendarai motor. Tapi itu sudah lama sekali. Sekitar SMA. Itupun masih dalam pengawasan Abangya. Jika mengiyakan, Shanum tidak yakin akan membawa pesanan itu dengan selamat. Jika menolak, rasanya tidak enak dengan Pak Bosnya.

Cukup lama wanita itu berpikir.
"Insyaa Allah, bisa Pak." Jawabnya sedikit ragu. Semoga saja keputusan yang ia ambil benar.

Tidak perlu ditanyakan lagi kenapa Eza selalu memerintah Shanum saat karyawan yang bertugas pada pekerjaan itu sedang berhalangan atau bertugas. Alasannya adalah karena Shanum anak kesayangan Eza. Sudah dijelaskan bukan kalau wanita berstatus gadis itu rajin, disiplin, dan teliti. Oleh karena itu Eza sangat mempercayai Shanum.

Eza melihat ada guratan keraguan dari wajah Shanum.
"Kamu yakin?"

Shanum mengangguk mantap. Ia yakin, Ia pasti bisa.

"Ya sudah, kamu pake motor saya aja yah. Ada diparkiran paling pojok."jelas Eza yang kembali diangguki oleh Shanum.

Saat hendak melangkah, Shanum dihentikan oleh Eza yang kembali memanggilnya.

"Kenapa Pak?"

Pria berkemeja merah bata itu menyodorkan kunci motor pada Shanum.
"Kuncinya. Kalo gak bawa ini gimana kamu naiknya?"Eza mengangkat alis kirinya.

Shanum terkikik pelan.
"Iya Pak, maaf saya lupa tadi."wanita itu menyengir.

"Satu lagi, pesanannya sudah disiapkam Bagas tadi. Kamu tinggal ambil,"katanya.

Shanum mengangkat telapak tangannya dipelipis. Membentuk hormat layaknya sedang upacara bendera.
"Siap laksanakan!"

Bagaimana Eza tidak tertawa melihat tingkah kocak karyawannya yang satu ini. Selain polos, terkadang Shanum juga hobi melawak. Meski dirinya tidak menyadari itu.

Pria itu hanya geleng-geleng kepala setelah kepergian Shanum.
"Shanum, Shanum."

Memasukkan tangan disaku celana, pria itu berjalan menuju ruangannya.

***

Shanum menatap kagum gedung tinggi yang ada dihadapanya itu. Interior yang mewah ditambah taman kecil didepannya. Membuat gedung itu menjadi lebih cantik.

"Enak yah jadi orang kantoran. Kerjanya bagus, tempatnya adem, bersih lagi. Gajinya pasti besar."ucapnya bermonolog. Tidak bisa dipungkiri kalau ada rasa iri pada diri Shanum, saat melihat beberapa orang yang berlalu lalang mengenakan kemeja rapi. Shanum juga ingin seperti mereka.

Andai saja Shanum tidak putus kuliah waktu itu. Mungkin saat ini dia sudah bisa meraih cita-citanya. Menjadi orang sukses seperti mereka diluaran sana.

Arsha (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang