"Hakikat cinta bukanlah dipaksa ataupun memaksa
Karena cinta itu mengalir apa adanya."______________________________________
Assalamualaikum
Aku come back nih
Ada yang kangen gak sama cerita Arsha?
Atau kangen aku mungkin, hhhe gak lah canda.
Cuss aja lah yaaa, eh tapi sebelum baca pencet bintang dulu disebelah pojok kiri🙄Happy reading
.
.
.
.
.
.Genting diatas sana menjadi basah. Suara gemerisik air hujan masih terdengar. Hawa dingin menyeruak kesegala sudut ruangan. Tumbuhan dihalaman rumah terlihat segar setelah terguyur oleh hujan. Warna hijau daun begitu mencolok, membuat mata siapapun yang melihatnya menjadi rileks.
Seorang wanita duduk didekat jendela sembari menggulung sebagian tubuhnya dengan selimut tebal. Netra wanita itu tak hentinya menatap tetes demi tetes air yang jatuh dari langit. Dia suka hujan. Bahkan amat teramat suka. Dengan catatan tidak ada petir ataupun badai yang saling bersahutan. Sebab ia phobia kedua hal itu. Menurutnya, hujan adalah anugerah terindah dari Allah untuknya. Meskipun diluaran sana tidak sedikit orang yang mencela hujan. Dengan alasan beceklah, jemuran tidak kering, banjir, kotor, dan lain sebagainya. Padahal untuk sebagian orang, hujan sangat berarti bagi mereka. Seperti petani misalnya. Dengan hujan, mereka bisa mengairi sawahnya. Jika tanamannya sukses, maka olahan pangan juga menjadi lancar. Jika pangan lancar, maka potensi rakyat yang kelaparan akan berkurang.
"Dingin..."gumaman itu keluar dari mulut mungilnya. Tangannya merapat pada selimut, berharap badannya menjadi lebih hangat.
Kini tatapannya menerawang lurus kedepan. Memperhatikan jalanan yang sepi. Jika biasanya dihari minggu wanita itu menghabiskan waktu untuk berolahraga, tapi lain dengan saat ini. Dia lebih memilih untuk berguling dengan selimut tebalnya diatas kasur. Meski tidak tidur. Wanita itu memilih untuk mendengarkan murottal Al-qur'an dari handphonenya sembari menikmati rintikan hujan.
"Shanum,"suara ketukan pintu membuatnya sedikit terperanjat. Wanita itu beranjak menyambar jilbab instannya lantas membuka daun pintu itu.
"Eh, ibu, Kenapa Bu?" Pertanyaan Shanum dibalas seyum tipis oleh wanita dihadapannya. Tangan wanita itu terulur untuk mengusap kepala Shanum yang tertutup jilbab instan berwarna dusty pink.
"Sarapan dulu yuk, udah siap. Mumpung masih hangat. Bapak juga udah nunggu dimeja makan." Jawab Bu Asih.
Sudah menjadi hal biasa bagi Shanum menginap dirumah Bu Asih saat hari libur. Itu murni permintaan Bu Asih dan suaminya. Jika bukan, Bu Asih lah yang akan menginap dirumah Shanum. Setidaknya, wanita itu tidak selalu merasa kesepian. Walaupun banyak orang yang menyayanginya, tapi tetap saja Shanum mestinya membutuhkan teman disaat-saat tertentu.
Shanum merasa tidak enak. Harusnya dia membantu Bu Asih untuk menyiapkan makanan. Bukan bersantai ria didalam kamar. Ya meskipun setelah subuh tadi, Shanum sudah menyicil pekerjaan rumah seperti menyapu, mengepel, dan mencuci piring. Hal itu sudah menjadi kebiasaannya sedari kecil. Entah dimana saja, Shanum sudah terlatih menjadi wanita mandiri. Jadi, sekedar mengerjakan pekerjaan rumah Shanum sudah terbiasa.
"Maaf ya Bu, lagi-lagi Shanum ngrepotin Ibu. Harusnya Shanum yang masak, bukan Ibu." Wanita itu tertunduk.Bu Asih gemas dengan tingkah Shanum. Wanita itu terlalu baik. Hal spele saja dia minta naaf. Bagaimana Bu Asih tidak menyayanginya?
"Nak, sudah seringkali Ibu katakan kalau Shanum sudah Ibu anggap seperti anak kandung ibu sendiri. Jadi gak perlu ngerasa gak enak gitu. Santai aja. Ibu senang melakukan itu, untuk Shanum."ujarnya tulus. Lagi dan lagi hati Shanum dibuat terenyuh.

KAMU SEDANG MEMBACA
Arsha (END)
SpiritualWAJIB FOLLOW SEBELUM BACA!! High Rank : 1- Islami (12 Feb 2021) "Kenapa Kakak bisa cinta sama Shanum?"tanya wanita itu. Kini posisinya sedang bersandar manja dibahu sang suami. Pria itu menunduk, agar bisa melihat lekat wajah istrinya. "Gak tahu."j...