Bab 16

7.9K 889 59
                                    

"Karena mendoakan adalah cara mencintai yang paling rahasia."

_____________________________________________

Jadikan Al qur'an sebagai bacaan utama

Lakukan kewajiban terlebih dahulu sebelum membuka wp😌

Typo bertebaran, harap tandai

Happy reading🤗
.
.
.
.
.
.
.

Helaan nafas terdengar berat. Pria yang tengah duduk dibalkon cafe memijit pelipisnya. Kopi dihadapannya masih utuh tak tersentuh, tanpa minat untuk meneguk.
Abidzar sedang dilanda kebingungan. Ia mendapat undangan untuk menghadiri acara anniversary kolage bisnisnya. Namun yang membuatnya pusing ialah persyaratannya, dimana masing-masing personil harus membawa pasangan. Ingin tak hadir, pria itu merasa tak enak. Pasalnya undangan ini terbatas dan hanya dihadiri oleh orang-orang tertentu saja. Beruntung Abidzar masuk dalam salah satunya. Maklum, yang mempunyai acara adalah orang penting. Jadi suatu kehormatan bila  diundang pada acara pebisnis besar itu.

"Kenapa?"pertanyaan  itu spontan terlontar
dari mulut Eza. Ia baru saja dari rumah, mengantarkan istrinya pulang setelah satu jam berada disini.

Yang ditanya menggeleng pelan. Ia sedang tidak mood untuk bicara.

Eza duduk dikursi yang kosong. Tatapannya tertuju pada kopi yang asapnya tidak lagi mengepul. Iya, Sahabatnya cukup lama disini. Katanya sih mau curhat. Tapi sedari tadi pria itu belum mau buka suara.

Lantas atensinya terpusat pada kertas berwarna gold ditangan Abidzar. Tanpa berucap, Eza langsung meraihnya. Membaca tulisan tersebut dengan teliti. Samar-samar ia tersenyum.

Seolah mengetahui apa yang tenah dipikirkan oleh sahabatnya, Eza kembali berkata, " Oh, ini. Gue tebak, lo pasti lagi pusing mikirin pasangan kan?"tepat sasaran.

Abidzar mengangkat wajah.
"Hm,"

Bukannya memberi solusi, justru Eza malah tertawa. Tentu saja hal itu membuat Abidzar semakin bingung.

"Ada yang lucu?"

Eza menghentikan tawanya. Pria itu menatap sahabatnya serius.
"Lo pusing gara-gara ini? Hello... Abidzar Alka Bachtiar, lo itu tampan, mapan, gue yakin banyak yang mau sama lo. Nggak susah buat lo cari partner."

Abidzar mendengus pelan.
"Gue nggak mau pacaran,"

Tentu Eza sangat mengerti karakter Abidzar.
"Gue nggak suruh lo buat pacaran."

"Terus?"

"Nikah." Satu kata yang berhasil membuat Abidzar mematung.

"Gila! Lo pikir cari istri gampang apa?! Masa cuma gara-gara undangan ini gue mendadak nikah, yang bener aja!"katanya, nyolot.

Eza terkikik geli. Dapat ia lihat wajah sahabatnya memerah, entah karena apa.
"Santai kali. Iya gue tahu kok, nikah bukan buat main-main."

"Itu lo tahu,"sahut Abidzar.

"Pinjem karyawan lo satu buat dibawa keacara itu."usul Eza

Abidzar melotot. Ide sahabatnya tidak ada yang beres.
"Yang bener aja, bisa mati gue sama suami mereka." Memang benar mayoritas karyawan Abidzar sudah menikah. Bahkan ada yang sudah mempunyai anak.

"Terus gimana? Eh, relasi lo kan banyak,"

Abidzar menautkan alis.
"apa hubungannya?"

"Masa dari sekian banyak cewek yang lo kenal, nggak ada satu pun yang nyangkut,"

Arsha (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang