Bab 21

7.9K 821 57
                                    

"Selagi masih bisa berjuang dan berdoa, tidak ada salahnya bukan, jika kita berharap?"

_____________________________________________

Jadikan Al qur'an sebagai bacaan utama

Happy reading🤗
.
.
.
.
.
.
.

Drttt

Shanum merogoh saku roknya saat merasa deringan dari dalam sana. Wanita itu membaca sekilas nama yang terpampang dilayar ponselnya tanpa minat untuk mengangkat. Mengabaikan benda pipih itu, Shanum kembali fokus pada adonan buatannya.

Drtt

"Mbak, itu Hp nya bunyi terus. Angkat aja siapa tahu penting." Ana memberi usul. Tangannya masih sibuk memasukan kue yang baru saja dicetak kedalam open.

Wanita itu memutar bola mata jengah. Ia sedang malas berurusan dengan Abidzar.

"Dasar cowok, sukanya seenaknya sendiri." Shanum menggerutu seraya mengaduk adonan didalam baskom.

"Coba kalo orang lain yang ada diposisi Shanum, pasti udah baper akut." Jujur, dirinya juga sih. Sedikit tapi. Nggak banyak-banyak amat kok.

Jika dipikir-pikir, kenapa juga ia harus marah karena guyonan pria itu? padahal ia sendiri tahu kalau Abidzar hanya bercanda. Perasaannya sangat sensitif. Mungkin efek tamu bulanannya.

Tring

Notifikasi masuk. Wanita itu meraih handphonenya guna membaca pesan tersebut.

Kak Abi

Kamu marah beneran?

Shanum hanya membacanya saja. Wanita itu kembali meletakan Hp nya diatas meja.

Kok cuma diread? Beneran ngambek ya?

Pake nanya lagi. Yaiyalah Shanum ngambek. Abidzar kira, dirinya nggak baper apa kalau digituin. Siapapun cewek kalau digombali kata-kata yang menyangkut tentang lamaran atau pernikahan, hatinya pasti berbunga-bunga.

Nggak tahu.

Badasss. Ternyata Shanum bisa judes juga guys.

Serius nih marah?

Kak Abi kalo nggak ada kepentingan, nggak usah ngechatt Shanum deh. Shanum sibuk.

Coba deh kamu nengok kebelakang.

Meski tidak mengetahui maksud pria itu, tapi Shanum tetap menuruti titahannya. Shanum cukup terkejut tatkala mendapati Abidzar tengah berdiri tampan dibelakangnya.

"Kak Abi kok bisa ada disini?"pekiknya.

Sementara Ana terkikik geli melihat ekspresi lucu atasannya itu. Ia sudah tahu keberadaan Abidzar. Hanya saja pria itu memintanya untuk diam.

"Ya bisa lah, ini buktinya saya ada disini."balas Abidzar.

"Mbak, saya kedepan dulu ya, kayaknya ada pembeli."kata seolah tengah memberi waktu untuk kedua insan itu. Belum sempat Shanum menjawab, remaja itu lebih dulu berlalu.

"Sejak kapan kakak disini?"pertanyaan itu tertuju pada Abidzar.


"Setengah jam yang lalu."Shanum membelalak. Berati Abidzar sempat mendengar gerutuannya dong?

Shanum kembali memutar badan, lebih tepatnya memunggungi Abidzar. Menyembunyikan wajahnya yang mungkin sudah memerah. Sedangkan pria itu hanya tersenyum tipis.

Arsha (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang