14/ Lah? Kekunci

558 35 6
                                    

.
.

Sudah hampir satu jam Khira dan Kavi menghabis kan waktu bersama di roftoop sekolah. Langit pun sudah berubah warna menjadi keorenan. Khira duduk dipinggir roftoop yang teduh dengan Kavi yang berbaring dipangkuannya dan sepertinya cowok itu tengah tertidur pulas.

Khira tidak tahu apa saja yang dilakukan cowok ini sampai membuatnya tertidur seperti saat ini. Bahkan kantung matanya sangat jelas sekali. Khira menyusuri setiap inci wajah Kavi dari dekat. Pahatan sempurna diwajahnya membuatnya semakin terlihat tampan. Apalagi bibirnya yang berwarna cerah. Walaupun merokok, tapi bibir cowok ini tidak terlihat hitam sama sekali.

Tapi sekali lagi Khira melihat wajah lelah Kavi. Penuh gurat kesedihan dan seperti menanggung beban berat. Khira bertanya-tanya dalam hati, apa yang terjadi pada kekasihnya ini. Kenapa Kavi masih tidak mau bercerita terus terang padanya. Khira berpikir dengan alis yang mengerut sambil mengusap pelan rambut hitam Kavi.

Kavi membuka matanya pelan, dan tanpa sadar Khira tak mengalihkan wajahnya membuat kedua mata itu bertemu, lama. Kavi melengkungkan bibirnya kebawah membentuk sebuah senyuman.

"Gue tau gue ganteng." Senyum yang hampir tercetak diwajah Khira seketika luntur. Khira memasang ekspresi cemberut.

"Sok Pede, sana bangun. Pegel tau." Cibir Khira. Kavi bangkit lalu duduk disamping Khira. Menatap Khira sebentar dengan mata yang bersalah.

"Sorry, gue tidurnya kelamaan ya. Kenapa nggak bangunin?" Ujar Kavi sambil mengusap matanya kemudian mengacak-ngacak pelan rambutnya, seperti khas orang yang baru bangun tidur.

"Enggak kok, aku nggak tega bangunin kakak. Udah mau sore, pulang yuk." Ajak Khira sambil menatap langit yang telah hampir berubah warna.

"Hm." Kavi bangkit meraih tasnya kemudian berjalan lebih dulu menuju pintu Roftoop. Kavi mengerutkan alisnya saat pintu roftoop tidak bisa terbuka. Berkali-kali Kavi mencoba mendorongnya namun tetap saja tidak terbuka.

Khira yang baru saja selesai merapikan rambutnya menatap ke arah Kavi cemas.
"Kenapa? Nggak bisa dibuka?"

"Kekunci kayaknya." Khira melotot. Lalu mendongak menatap gedung yang menjulang diatasnya. Mau manjat sama saja dengan bunuh diri.

"Jadi gimana?"

"Gak tau, pasti kerjaan si Bekicot."

"Bekicot? Bekicot siapa?" Tanya Khira tak paham.

"Siapa lagi kalo bukan Alan sama Farel." Kavi melangkah ke arah sofa tua dan duduk disana.

"Kok mereka tega sih? Kita kan juga mau pulang." Kavi hanya mengedikkan bahunya saja sambil membuka ponselnya.

"Coba deh kak hubungin mereka? Suruh dateng kesini." Suruh Khira.

"Lagi Otw." Sahut Kavi singkat.

"Otw jalan kesini?"

"Bukan, Otw nelpon." Khira mendelik pada Kavi. Lalu juga duduk disamping Kavi yang sedang menempelkan benda pipih di telinganya.

"Eh anj*ng, bukain pintu nggak. Lo mau gue keluarin jadi Tim?" Bentak Kavi kesal membuat Khira menatap cowok itu.

"Waduuh, santai dong bos. Pintu apaan dulu nih? Gue nggak paham." Ujar suara Farel diseberang sana.

"Pintu neraka. Ya pintu roftoop lah, lo pikir gue lagi dimana emang." Balas cowok itu.

"Lo belum pulang juga? Buset, ngapain aja lo sama dedek emes? Mana udah mau sore lagi."

"Gue nyuruh kesini, nggak usah banyak bacot lagi. Kasian cewek gue mau balik, beneran minta pecat lo. Udah ngunciin pintu nggak bertanggug jawab lagi." Kavi semakin mendesis dibuatnya.

Romantice Boyfriend (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang