"Ngapain kamu kesini?" Pertanyaan yang terdengar sinis itu sudah biasa Saeron dengar.
"Aku kangen mama sama papa, jadi aku sempetin kesini." Ujar gadis itu, Nyonya Park mendengus.
"Mama mana yang kamu maksud? Di sini ga ada Mamamu, jadi berhenti sebut saya Mama!" Saeron berusaha menulikan telinganya saat Nyonya Park membentaknya.
"Yeon So, kamu ngobrol sama siapa?" Suara lelaki dari dalam membuat Saeron mendongakkan kepalanya.
"Oh, Saeron? Kamu kesini? Ayo masuk, kita ngobrol." Gadis itu tersenyum senang saat melihat appa-nya datang.
"Ayo masuk, jangan berdiri di pintu, ini kan rumah kamu." Hyunbin merangkul anaknya, ia tak peduli tatapan tajam istrinya.
"Kamu ga sama Jaemin? Papa udah jarang banget ketemu sama dia." Ujar Hyunbin.
Saeron terdiam, ia lupa, kalau ia belum mengabarkan tentang Jaemin.
"Em, Jaemin masuk rumah sakit Pa." Perkataan Saeron barusan sontak mengejutkan kedua orang tuanya, terutama Nyonya Park.
Wanita itu melangkah mendekati Saeron, "Kenapa baru bilang!?" Gadis itu meringis kesakitan saat ibunya mencengkram kuat lengannya.
Saeron berusaha menahan perih, ketika kuku Nyonya Park terasa menusuk di lengannya.
"Ma, tolong lepasin, sakit." Pintanya memelas, bahkan Tuan Park pun ikut membantu Saeron.
Namun Nyonya Park sama sekali tidak menggubrisnya.
"Jawab saya!? Kenapa Jaemin bisa masuk rumah sakit!?" Saeron meringis ketika ia merasa rambutnya di tarik ke belakang.
"Yeon So sudah!" Bentakkan Tuan Park sama sekali tak berpengaruh untuk wanita kejam itu.
"Kamu gila ya!? Jaemin itu alat penghasil duit kita! Kalo sampe Nyonya Na tau kamu ga bisa urusin Jaemin dengan becus! Dia pasti bakal minta uangnya dikembalikan! Kamu ngerti kan!?" Saeron mengeluarkan air mata, inilah ibunya, orang yang selalu memikirkan uang, uang, dan uang.
Saeron menghela napas lega saat Nyonya Park melepas jambakan serta cengkramannya.
Walaupun masih terasa perih.
"Maaf Ma, Saeron janji bakal jagain Jaemin. Maaf." Ucapnya.
'Plak' Tamparan itu membuat Saeron dan Tuan Park terkejut.
Terutama Saeron, gadis yang terkena tamparan itu, ia memegangi pipinya yang terasa perih.
"Udah saya bilang berkali-kali, berhenti panggil saya Mama! Kamu itu bukan siapa-siapa di keluarga saya!" Pekiknya dengan mata yang tajam.
"Kamu udah keterlaluan Yeon So!" Ujar Tuan Park.
"Apa!? Biarin aja! Emang bener kan!? Anak ini cuma anak sampah yang kita pungut dan buat nambah beban!"
"Kerjanya cuma nangis mulu! Ga pernah berguna!"
"Sekarang liat! Jagain Jaemin aja ga becus!"
Nyonya Park terus mengeluarkan amarahnya, bahkan sesekali tangannya memukul kepala Saeron.
"Sudah Yeon So! Kamu udah keterlaluan!" Tuan Park menarik istrinya untuk pergi dari hadapan Saeron.
Saeron sebisa mungkin menahan tangisnya, ia sudah mendapat banyak luka. Gadis itu memegang sudut bibirnya yang mulai mengeluarkan darah akibat tamparan ibunya tadi.
Ia juga melihat lengannya yang sudah membiru.
Samar-samar Saeron bisa mendengar jelas pertengkaran orang tua angkatnya itu.
Harusnya Saeron tidak usah meminta Renjun untuk membawanya kemari tadi. Namun, ia sangat merindukan Papa nya.
Saeron terdiam cukup lama sehingga akhirnya ia memilih pergi dari rumah itu dan pulang ke rumah sakit.
***
Ia melangkah lemas di koridor rumah sakit, tidak peduli tatapan orang lain yang melihat aneh kepadanya.
Rambut berantakan, sudut bibir yang masih mengalirkan darah, lengan yang biru.
Itu semua bisa terlihat jelas.
Saeron membuka kenop pintu perlahan, ia melihat Yiren dan juga Jaemin yang kini tengah memandangnya.
Ah, satu yang Saeron lupa. Masih ada Yiren di sini.
Yiren tersenyum manis saat melihat Saeron datang, namun senyumnya pudar saat ia meneliti wajah Saeron.
"Sae muka Lo kenapa?" Tanya Yiren khawatir, gadis itu berlari ke arah Saeron yang masih terdiam.
"Sae!" Ulang Yiren, namun Saeron tetap tak menjawab, ia terdiam dan menatap ke arah Jaemin yang juga sedang menatapnya.
Tanpa di rasa, Saeron malah mengeluarkan air mata, cairan bening itu menetes di balik diamnya.
"Sae Lo kenapa nangis?" Tanya Saeron kesekian kalinya.
Gadis bermata coklat itu menunduk, ia berusaha menyudahi tangisannya walau tak bisa.
"Maaf ganggu." Cicitnya, Saeron berlari keluar ruangan, ia tidak peduli dengan Yiren yang terus memanggilnya.
Yang ada dipikiran Saeron sekarang adalah dia harus menenangkan diri dan membiasakan diri untuk hal seperti ini.
Tujuannya hanya satu, tidak menangis lagi.
Ia hanya ingin terbiasa dengan keadaan yang tidak pernah berpihak padanya.
Ia hanya ingin berdamai dengan rasa sakit yang selama ini dipendam sendiri.
Saeron ingin pulang, dia butuh obat.

KAMU SEDANG MEMBACA
~love is sadness~ [ON GOING]
Fanfictioncerita baru, typo bertebaran⚠️ beberapa part ada yang ga maksud, tapi kalo tertarik ya gapapa. langsung baca aja cusss!