8. PEMAKSAAN
Naya memperhatikan coretan di kertas buramnya dengan malas. Seperti ada sesuatu yang mengganjal dalam benaknya sedari tadi. Ia kepikiran dengan perkataan Galen tadi malam.
"Gue kangen mama."
Dalam pikirnya, Naya mulai bertanya-tanya. Ada apa dengan mamanya Galen? Di mana wanita itu? Dan kenapa Galen mengatakan itu padanya?
Naya mendesah pelan. Tidak seharusnya ia pusing-pusing memikirkan hal itu. Tapi apa buat, hati dan pikirannya sudah terlanjur dikuasai Galen, kakak kelas yang akhir-akhir ini membuat organ dalamnya tidak baik-baik saja.
"HALAH! NGELAMUN MULU LO?!"
Mata Naya membulat mendengar suara keras itu. "Kenapa?" tanyanya menatap Lina malas.
"Udah bel, noh. Masa kagak denger?" Lina berdiri sambil berkacak pinggang.
Naya menggeleng pelan. "Kamu jadi ngantin bareng Kak Do--"
"YA IYALAH!" Lina tersenyum sumringah. "Gak lihat lo, gue udah dandan cantik kaya gini?" Cewek itu memutar-mutar badannya.
"Perasaan gak ada bedanya," kata Naya menanggapi.
"Mata lo sliwer kali, Nay. Makanya gak bisa bedain mana Lina Gurina sama Lina Gutama," balas Lina.
Naya tertawa pelan. Memang seharusnya ia mengakui bahwa hari ini Lina nampak berbeda. Rambutnya diurai. Naya juga melihat bibir Lina yang nampak sedikit berwarna merah lembab.
"Iya, iya. Udah cantik." Naya memilih meng'iya'kan saja.
"Lo lagi mikirin apa Nay? Oh ya, pas tadi malem gue sama Kak Doni, lo kemana aja?" cecar Lina mengingat kejadian semalam.
"Aku sama Kak Galen."
"Gue yakin nih, lo pasti ada apa-apa sama Kak Galen kan?" Naya merasa terintimidasi oleh tatapan Lina. "Ya kannn? Ngaku aja lo, Nay. Ntar kita biar bisa double date," lanjut Lina tersenyum senang.
Naya menggelengkan kepala. "Gak usah halu, Lin! Aku mah gak ada apa-apanya kalo deket sama Kak Galen."
***
Meja kantin tampak sudah penuh. Hanya beberapa meja pojok kiri belakang saja yang masih kosong. Seperti hak paten, tempat itu sama sekali tidak ada yang berani menempati. Lina bersemangat menatap arah sana. Cewek itu menarik tangan Naya sedikit kencang.
"Lina, aku gak mau ikut. Kan yang mau makan bareng sama Kak Doni cuma kamu. Kenapa aku diajak?"
"Hihhh, bisa diam gak sih, Nay! Gue ya gak mau, lah ke sana sendirian."
"Tapi, Lin...."
Naya menggantungkan perkataannya saat mendengar suara gerombolan cowok sedang menuju meja yang akan dituju Lina. Ia melihat Galen berjalan paling depan, di belakangnya ada Jordan dan Doni. Lalu yang paling belakang sendiri, nampak cowok bernama Gilang dan Mario sedang menatap ponselnya sambil berjalan. Untung saja tidak menabrak seseorang.
"Nay, Kak Doni udah dateng Nayaaa!" Lina jingkrak-jingkrak tak jelas di samping Naya. Hal itu membuatnya merasa malu. Tak ingin membuang waktu, Lina menarik Naya untuk ikut dengannya.
"Kak Doni...."
Merasa dipanggil, Doni mendongakkan kepala. "Hm?"
Melihat respon Doni yang nampak tak risih dengan kedatangannya, Lina tersenyum malu. Cewek itu terlihat seperti menahan pekikan girang.
"Yang tadi malem...." Sengaja Lina menggantungkan kalimatnya.
"Oh, gue inget. Duduk!" perintah Doni. Lina mengerjapkan mata berkali-kali. Benarkah ini Doni? Cowok yang selalu menolaknya selama ini?

KAMU SEDANG MEMBACA
EPIPHANY (End)
Teen Fiction_Berawal dari kesalahpahamanku, di antara kita terjadi sebuah temu. Kamu berhasil memupuskan segala mimpiku. Dan denganmu juga aku menemukan jawaban dari pertanyaan panjangku. Kamu adalah titik terangku._ ____________ Nauraya atau gadis yang dikenal...