3. KEMARAHAN

125 17 34
                                    

3. KEMARAHAN

Lina dan Naya berjalan pelan. Sudah tinggal sedikit jaraknya dengan kelima laki-laki itu. Tidak tahu kenapa jantung Naya berdebar keras. Keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. Kali ini, rasanya seperti ketika ia dipanggil untuk presentasi.

Saat beberapa meter jaraknya semakin dekat, Naya menatap sekilas satu per satu cowok itu tanpa mereka sadari tentunya. Lina pun juga sama. Cewek itu terus meremas pegangan tangan Naya.

"Nay, semoga kali ini Kak Doni bener-bener sadar sama perasaan gue." Lina berujar mirip gumaman. Naya yang mendengarnya hanya bisa mengangguk. Baiklah, Naya mengakui bahwa ia belum pernah merasakan apa yang Lina rasakan sekarang.

"Kamu gugup gak, Na?" tanya Naya, pelan.

"Gugup sih pasti. Tapi denger ya, Nay! Perasaan gue gak bisa terus-terusan jadi knalpot," jawab Lina.

Naya mengernyit. "Kok, knalpot?"

"Ibaratnya Nay. Knalpot kan selalu ngeluarin asap ke belakang. Gak ke depan. Walaupun tuh asap keluar banyak, yang naik motor gak akan pernah lihat."

"Ya, knalpot kan emang selalu ngeluarin asap ke arah belakang, Na," respon Naya membuat Lina gemas.

"Nah, itu ibarat yang cocok sama perasaan gue ke Kak Doni."

"Jadi, perasaan kamu ke Kak Doni itu asap knalpot ya?" tanya Naya sambil menggaruk tengkuknya.

Lina mendengus. Punya sahabat seperti Naya kadang membuatnya stres. Kadang menyahut, kadang telat mikir alias telmi.

"Terserah Nay. Serahhh! Capek gue," kesal Lina.

"Ya maaf, Na. Sini kalo kamu capek aku pijitin dulu." Naya mengangkat tangannya dan mulai memegang bahu Lina.

"Eits! No, yang ada waktunya habis buat nemuin Kak Doni," tukas Lina cepat.

Pandangan Naya kembali pada cowok-cowok yang masih juga pada posisi yang sama.

Lina gugup. Naya bisa menyadari wajah gusar temannya itu. "Kalo mau ketemu sama cowok yang kita suka, rasanya emang gitu ya, Na?" tanya Naya sangat polos.

"Iya. Duh, banyak tanya lo. Gue deg-degan, nih." Lina geregetan dengan Naya.

"Mm ... Kak Do-ni," ucap Lina terbata-bata.

Naya menatap Lina cemas. Apa sahabatnya ini tidak baik-baik saja?

"Hm," gumam cowok bernama Doni itu singkat. 

Aduh, kenapa Naya jadi ikut gugup juga? Naya memilih menatap cowok lain, tentunya bukan Doni lagi. Mata Naya menyipit, mengamati seorang cowok yang saat ini tengah menunduk fokus pada ponselnya.

"Bos, tuh cewek ngelihatin lo, Bos." Mario menyikut Galen saat dia menyadari tatapan Naya pada Galen.

Galen masih nampak tak acuh. Jordan yang mendengar perkataan Mario, langsung menatap Naya.

Damn it! Naya terasa ditodongkan sebuah belati di depan mata. Tatapan Jordan sangat membuatnya takut.

"Biarin aja," jawab singkat Galen, membuat Mario meneguk ludah.

Lina senyum-senyum menatap Doni. "Kak Doni, nanti pulang Lina nebeng ya?"

Doni mengetatkan rahangnya. "Lo bisa gak sih? Sehari aja gak ngerecokin gue?" bentaknya. Bukannya takut, Lina malah tersenyum lebar. Setidaknya, Doni tetap meresponnya.

"Ya gak bisa dong, Kak. Lina kan suka sama Kak Doni," jelas Lina sambil mengedipkan mata berulang kali. Hal itu tentu membuat Doni bergidik.

"Ihh, Kak Doni. Coba sekali aja mau gitu. Kan Lina juga seneng nantinya," cicit Lina sembari memainkan jari-jarinya.

EPIPHANY (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang