18. TAWANAN
"Kak ... plis, jangan ikutin Naya terus." Naya beberapa kali menghentikan kegiatannya. Sedari tadi, setelah Galen merasa bosan karena terlalu lama duduk dan hanya bisa memandangi Naya dari kejauhan, cowok itu mengganti kegiatannya dengan mengekori Naya kemana pun gadis itu melangkah.
Galen seakan pura-pura tuli. Ia hanya tersenyum. Melihat itu, Naya menghentakkan kakinya dengan bibir mengerucut sebal. "Kalo Kakak ngikutin aku lagi, siap-siap aja ini--"
"Shttt!" Galen berdesis sembari menempelkan telunjuknya pada bibir Naya. Ia memiringkan kepala. Menyeringai puas melihat ekspresi Naya yang menegang. "Percuma lo ngancem gue terus. Gue gak bakal takut," ujarnya.
Naya memundurkan kepalanya. Ia mendelik tajam sesaat lalu memilih melanjutkan tugasnya. Membiarkan Galen terus mengikutinya di belakang. Sebenarnya ia heran. Kenapa lelaki itu bisa se-aneh itu di hari ini?
Baru 15 menit berlangsung, tanpa Naya memerintah lagi, Galen akhirnya nyerah. Ia menatap Naya dengan lelah. "Nay, gue duduk aja kali, ya. Capek juga ngikutin lo," kesahnya.
Naya yang masih memunggungi Galen itu, tersenyum geli. "Iya. Makanya jangan keras kepala jadi orang. Segitu aja udah capek, kan? Ngeyel sih."
Galen menggumam malas. "Habisnya, gue gak yakin lo tulus apa enggak maafin gue-nya," kata cowok itu. Mendengar itu, Naya langsung berbalik badan.
"Mau Naya maafin atau enggak, lagian semua udah berlalu. Daripada hidup jadi manusia banyak dendam, lebih baik hidup jadi manusia yang saling memaafkan," balas Naya tegas. Galen langsung menatapnya penuh binar.
Cowok itu langsung melompat kegirangan. "Kenapa lo bisa semudah itu maafin gue?" tanya Galen lagi.
Naya memutar bola matanya malas. "Karena Kakak maksa," jawabnya. Senyum di wajah Galen langsung memudar. Melihat itu, Naya menahan tawanya. "Santai, Kak. Naya gak seserius itu buat dendam sama seseorang. Apalagi sama ... Kak Galen," lanjutnya.
Galen terhenyak beberapa saat. Mengerutkan keningnya karena bingung dengan apa maksud perkataan Naya. Ia maju selangkah lebih dekat. "Kenapa sama gue, Nay?" tanyanya dengan seringaian.
Perlahan, Naya memundurkan tubuhnya selangkah demi selangkah, saat dirasa cowok di depannya ini terus maju. Mereka sedang berada di dapur karena sebelumnya, Naya sedang bersiap mengantar pesanan. "Kak ...," lirih Naya merasa was-was.
Galen tersenyum. "Kalo boleh gue jujur, lo itu beda dari yang lain, Nay. Dari semua cewek yang udah pernah gue kenal, atau yang sok kenal, cuma lo yang bisa sebaik ini sama gue. Bahkan, di saat gue kasi tau lo, bahwa gue deketin lo hanya untuk tameng, lo masih bisa maafin gue."
Dilihat dari matanya, Naya melihat ada keseriusan di balik ucapan Galen. Ia mengerjap berkali-kali, ketika mata Galen seakan berubah jadi anak panah yang meluncur ke arahnya.
"Gue tanya sama lo, Nay. Lo kenapa bisa senurut ini sama gue? Apa gue nyeremin sampe lo takut mau nolak semua permintaan gue?" Jeda sejenak, Galen terlihat sedang mengingat sesuatu. "Oh, atau mungkin, karena perjanjian kita dulu?"
Lalu, sekelebat bayangan terputar di kepala Naya.
"Btw, sebagai permintaan maaf lo ke gue, lo harus lakukan apapun yang gue suruh."
"Emangnya aku buat salah apa, Kak?"
"Satu, lo udah bikin gue jatuh kemarin. Dua, lo udah buat gue jatuh tadi pagi. Tiga, lo udah buat gue harus kena hukuman.
Seulas senyum terpatri pada wajah Naya. Galen yang melihat itu sedikit mengernyit kebingungan. Namun, imajinasi Naya masih terus berlanjut pada memori di masalalu.

KAMU SEDANG MEMBACA
EPIPHANY (End)
Roman pour Adolescents_Berawal dari kesalahpahamanku, di antara kita terjadi sebuah temu. Kamu berhasil memupuskan segala mimpiku. Dan denganmu juga aku menemukan jawaban dari pertanyaan panjangku. Kamu adalah titik terangku._ ____________ Nauraya atau gadis yang dikenal...