19. PERJANJIAN
"Bangsat, di mana Naya?" Galen mengepalkan tangannya di samping badan. Amarahnya seketika naik melihat seringaian lebar yang terpampang di wajah Satya. Cowok itu sedang berada di tengah-tengah barisan. Memperlihatkan bahwa ia adalah pemimpin dari sebuah geng. Sama posisinya dengan Galen. Hanya saja, Satya selalu menghalalkan segala cara agar selalu dipandang terhormat oleh orang seumurannya di seluruh penjuru kota.
Satya masih saja diam, tanpa mengatakan apapun. Di samping kirinya ada Ghansa dan Afkar. Lalu, di samping kanannya ada Julio dan Fredrick. Hingga beberapa saat setelah Galen ancang-ancang memukulnya, Satya berujar santai. "By the way, cewek udik lo boleh juga dicicipi," kata Satya.
Galen mengetatkan rahang. "Jangan banci lo jadi cowok!"
"Santai, Bro. Gue kasi lo dua opsi. Pertama, jauhi Naya tanpa perlu tarung, atau main-main dulu sama gue di ring?" Satya menyeringai kuat melihat Galen meloto kebingungan.
Kemudian, Galen bertanya, "Kenapa harus Naya?"
"Karena dia kelemahan lo, kan?" Satya berjalan maju beberapa langkah. "Dilihat dari cara lo kaya gini aja, udah jelas."
Memejamkan matanya sejenak, Galen membuang napas kasar. Pikirannya hanya memutar tentang Naya. Gadis kecil itu tengah berhasil membuatnya se-khawatir ini.
Di sisi lain, Galen tengah kepikiran Daffa. Cowok itu sudah ia suruh mencari Naya di semua penjuru tempat ini. Melirik ke arah sekitar sejenak, Galen membuang napas sekali lagi. "Atas dasar apa lo berasumsi kalo Naya kelemahan gue? Hanya dilihat dari cara gue jaga dia? Bener-bener pemimpin geng gak ada otak lo," ujar Galen, khas sifatnya yang tidak pernah menyaring kata-kata.
"Halah! Gak usah banyak bacot lo. Langsung aja, lo pilih mana?"
Galen semakin dibuat bingung karena Satya malam ini benar-benar berbeda. Galen tidak tahu, apa tujuan di balik semua ini selain untuk membuatnya tumbang. Padahal, jelas Galen tak akan pernah untuk itu. Ia akan selalu menyeimbangkan hati dan logika. Ia khawatir, tapi semua itu mustahil sampai membuatnya benar-benar tunduk di depan musuh.
"5 detik, lo mikir! Sisanya, Naya gue buat main-main, atau lo yang gue mainin dulu?"
Mendengar itu, tanpa menunggu lebih lama lagi Galen langsung maju. Mendaratkan pukulan tepat di wajah Satya. Ia tidak lagi memikirkan, satu lawan lima. Dan benar, Gansha, Afkar, Julio, dan Fredrick saat ini juga tengah menyerangnya balik. Perkelahian itu semakin memanas ketika di tengah Satya mundur, cowok itu melontarkan kata-kata yang mampu membuat konsentrasi Galen buyar, sementara keempat orang lainnya terus menyerangnya.
"HAHAHA! Siap-siap, Galen yang terhormat. Naya yang manis akan rusak di tangan gue. Bersenang-senang lah di kandang ini. Kematian lo, harapan gue," ujar Satya lagi.
Mata Galen memerah. Urat-urat di tubuhnya menegang. Serangan demi serangan terus mengenai tubuhnya. Ia sangat emosi melihat Satya yang malam ini benar-benar tidak pantas menjadi seorang pemimpin geng. Cowok itu malah duduk santai memandanginya diserang anggota.
"BANGSAT LO SATYA!" teriakan Galen menyeruak menggema di ruangan itu. Setelahnya, Galen mengeluarkan seluruh tenaganya. Satu per satu dari keempat cowok yang menyerangnya ia tumpas. Setelah dirasa aman, Galen langsung keluar. Meninggalkan Satya yang saat ini mengejarnya. Di tengah berlari, Galen membuka ponsel. Teman-temannya sudah berada di pagar depan markas. Tanpa menunggu lama, Galen menelepon salah satu di antaranya.
"Gue lagi di belakang markas ini. Kalian masuk aja, hadang Satya yang lagi ngejar gue. Gue mau cari Naya," ucap Galen dengan napas yang tak terkontrol. Kemudian, matanya melihat sebuah nomor tak dikenal sedang mengirimkan pesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
EPIPHANY (End)
Teen Fiction_Berawal dari kesalahpahamanku, di antara kita terjadi sebuah temu. Kamu berhasil memupuskan segala mimpiku. Dan denganmu juga aku menemukan jawaban dari pertanyaan panjangku. Kamu adalah titik terangku._ ____________ Nauraya atau gadis yang dikenal...