12. PERASAAN

81 15 15
                                    

12. PERASAAN

Naya sudah merasa was-was ketika melihat skateboard yang Lina gunakan bergerak tak aturan. Gadis itu membulatkan matanya ketika Lina beserta benda itu menuju arahnya.

"NAYA! MINGGIR NAY!"

"LINA BERHENTI!" teriak Naya agar Lina berusaha menghentikan permainannya.

Lina menatap kakinya yang saat ini mengikuti kemana pun skateboard-nya meluncur. "Duh, ini gimana cara ngerem-nya?" Lina mencoba mencari pertolongan kepada teman yang berada di sekitarnya.

"WOI! TOLONGIN LINA! HWAAA MAMA." Teriakan Lina semakin histeris.

1 detik...

2 detik...

4 detik...

"NAYAA!!!"

"LINA BERHENTI!" Hanya kalimat itu yang bisa Naya katakan, karena dia sendiri sudah tak fokus dengan permainannya. Apalagi, kedua gadis itu bingung cara menghentikan papan skate-nya. Kalau teman-temannya yang lain hanya perlu menurunkan sebelah kakinya, mereka justru takut akan terjadi hal yang tidak-tidak. Seperti, ketika sebelah kakinya turun lalu sebelah kakinya lagi malah ikut meluncur. Yang ada malah dikira split lagi.

Jarak antara Lina dan Naya semakin tipis. Seperti merasa tidak ada harapan lagi, Lina dan Naya memejamkan matanya takut. Tepat ketika papan skate mereka saling bertabrakan, Naya dan Lina terpental jatuh, tetapi, seseorang dengan sigap menangkapnya.

Grep!

"Hiks ... hiks ... Ya Allah, Lina masih hidup, kan? Kok kaya ngambang ya rasanya. Apa seperti ini rasanya di alam gaib?" cerocos Lina yang masih memejamkan matanya. Ia tidak tahu, seorang lelaki saat ini sedang membopongnya di tempat.

Sama halnya dengan Lina, Naya pun ditangkap oleh cowok dengan aroma mint yang menyeruak di indra penciuman Naya. Seperti tidak asing dengan aroma ini, Naya membuka matanya.

"Kakak...." Mata Naya terus terpaku pada lawannya. Sorot mata tajam yang biasanya Naya lihat, kini berubah sedikit teduh. Ya, kalian tahu sendiri siapa pemiliknya. Galen Argazela.

"Udah gue tebak dari tadi, lo bakalan nyungsep main gituan," ujar Galen malas.

"Kakak kenapa nebak-nebak? Kakak merhatiin aku dari tadi?" tanya Naya dengan wajah polosnya. Galen hanya diam dan malas menanggapi. Ia segera menjauhkan tubuh Naya dari pelukannya.

"Ada yang sakit?" Pertanyaan tanpa diduga itu membuat Naya mengerjap.

"Kakak ngomong apa?" Naya meminta pengulangan. Tetapi, Galen hanya diam saja. Lelaki itu justru mendekatkan badannya di depan Naya, sedikit menunduk, mengangkat dagu gadis itu lalu melepasnya. Hanya sekedar untuk membuat Naya menatapnya saja. Naya langsung menahan napas mendapat perlakuan yang menurutnya sangat aneh dari Galen.

Dan seperti kemarin, Galen menyeringai melihat Naya menahan gestur salah tingkah. "Lo kenapa?" tanya Galen pelan, sembari tersenyum sampai memperlihatkan lesung pipinya.

"Ke-kenapa ... apanya, Kak?" Ragu, Naya mencoba memberi jarak antara tubuhnya dengan Galen. Namun, semua itu tak terjadi saat Galen tiba-tiba malah menarik tangannya.

"Makasih," ucap Galen mirip menggumam.

Naya mengernyit bingung. "Buat apa?"

Galen mengangkat bahunya tak acuh. "Pikir aja sendiri," balasnya, lalu pergi menuju barisan siswa kelas 12 IPA 5 yang mulai pemanasan.

Lina mengerjap saat dirasa pipinya menabrak benda keras. Dan saat ia mulai membuka matanya, pandangannya langsung menangkap gambar logo sekolahan. "Kok di Surga ada logo sekolahan ya?" gumamnya bingung. Ia belum sadar kalau yang sedang dilihat saat ini adalah logo sekolahan di kaos olahraga milik lelaki yang menggendongnya.

EPIPHANY (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang