10. PERTUNANGAN

94 16 50
                                    

10. PERTUNANGAN

"Gimana, Kak?" Naya sedikit memutar tubuhnya, memperlihatkan pakaian yang saat ini sedang ia coba.

Galen yang semula fokus pada ponsel, langsung menatap Naya. "Lo serius pake baju kaya gitu? Kuno banget sih," katanya kesal.

"Kak, ini udah baju kelima yang aku coba. Masa dari tadi gak ada yang cocok," keluh Naya.

"Ya lo-nya aja yang terlalu jelek jadi cewek," ujar Galen seperti biasanya, kelewat tak punya hati.

Naya menghela napas. Dia ikut duduk di sebuah kursi yang agak jauh dari Galen. Lelaki itu menaikkan alisnya. "Lo ngapain duduk? Siapa yang nyuruh duduk?"

"Aku capek, Kak." Jujur, Naya baru sekali ini merasakan seperti tokoh cerita yang dia baca. Berada di Mall, dan disuruh berdandan.

Galen berdecak. Dasar, cewek udik. Cowok itu berdiri, memasukkan ponselnya pada saku celana, lalu melangkah cepat menuju deretan baju perempuan.

Matanya yang tajam itu menelisik setiap model baju yang ada. Lalu, pandangannya terhenti pada sebuah dress berwarna peach selutut tanpa lengan. Tangan Galen dengan cekatan mengambilnya.

"Pake yang ini!" perintah Galen, yang terdengar tidak bisa diganggu gugat. Naya meraih gaun itu dengan pelan. Dia masuk lagi ke ruang ganti.

Butuh waktu beberapa menit, Naya keluar dengan balutan dress pilihan Galen. "Gimana, Kak?"

Galen mengamati Naya. "Lebih baik dari yang tadi." Dasar Galen yang tak pernah punya rasa puas! Galen segera menyuruh petugas make up untuk segera mengubah penampilan Naya. Dan gadis itu hanya menurut saja.

***

"Sumpah, gue kesel sama lo."

"Emang lo aja yang kesel. Apalagi gue yang muak lihat lo lemot jadi orang," balas Dea tak kalah sengitnya.

Mereka berdua sedang berada di Mall untuk sekedar mencari makan. Seperti apa yang mereka rencanakan kemarin, sebenarnya Dea dan Alexa penasaran, apa yang terjadi dengan Galen sehingga membuat cowok itu sampai memaksa gadis yang menurutnya level terendah yang tak lain adalah Naya.

"Andai aja lo gak ikut misi gue, pasti gue udah sekap tuh cewek, biar ngaku ada hubungan apa sama laki gue," kata Alexa.

Dea mendengus. "Sejak kapan Galen jadi laki lo? Halu kok gak ketulungan," tanggapnya.

"Lebih baik daripada lo, yang gak tau malunya nempel-nempel sama Galen." Alexa menyeruput minuman sodanya sambil mengalihkan pandangan dari Dea.

Dea menatap ke arah jalanan. Mengamati setiap kendaraan yang berlalu-lalang. Hari sudah mulai gelap. Dan gadis itu merasa panas terus berdekatan dengan Alexa yang notabene-nya, musuh bebuyutan untuk memperebutkan Galen. "Andai aja lo gak sekelas sama gue, pasti Galen udah jadi cowok gue."

"Tuh mulut minta gue potong? Yang ada lo kali, kuman di antara hubungan gue sama Galen," balas Alexa. Mereka terus beragumen, bahwa Galen tidak bisa didapatkan hanya karena bingung memilih antara Dea dan Alexa. Kedua gadis itu memang sudah berada pada tingkat tertinggi kepercayaan-dirinya, hingga membuatnya serasa Ratu di SMA Taruna. Padahal, jelas-jelas Galen tidak tertarik dengan mereka karena sikap. Dan tentunya, bukan selera Galen.

Perdebatan mereka berhenti, ketika mata Dea tiba-tiba menangkap sosok Naya sedang berdiri di samping barisan baju.

"Loh, itu bukannya cewek kampungan yang kemarin sama Galen ya?" tanya Dea pada Alexa. Mata Alexa langsung mengarah pada jari telunjuk Dea dan mengikutinya.

EPIPHANY (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang