27. SANG BULAN

51 10 36
                                        

27. SANG BULAN

"Gal, please besok atau lusa, kita harus tunangan ya? Aku gak mau komitmen tanpa ada hubungan apa-apa," ujar Nesya. Lagi-lagi, Galen mengangguk.

Galen membelai lembut surai Nesya. Mata Naya semakin memanas ketika melihatnya. Kenapa semua harus semenyakitkan ini? Apa Naya benar-benar tidak berhak untuk merasa bahagia? Bahkan, seseorang yang berhasil membuatnya jatuh hati untuk kali pertama saja, harus mematahkan keping-keping harapannya.

Naya tidak bisa untuk diam saja. Mungkin, ini terlalu cepat untuk dirinya bisa memahami sebuah rasa. Tapi dia juga tidak bisa diperlakukan seenaknya. Naya menghapus kasar jejak air mata yang entah kapan sudah meluncur.

"Kak," panggil Naya setelah ia sampai beberapa meter dari mereka. Semua pasang mata langsung tertuju ke arahnya.

"Gal." Nesya memanggil Galen. Ia menatap Naya heran karena gadis itu tiba-tiba datang.

Sedangkan Galen, ia menghela napas sejenak. Menatap Naya dan Nesya bergantian dengan pandangan datar.

"Kak, jelasin apa yang terjadi!" pinta Naya menahan suaranya yang gemetar.

Nesya mengernyit kebingungan. Kawan Galen yang tak lain adalah Gilang, Jordan, dan Mario tetap mengobrol tak jauh dari sana, seolah perseteruan antara ketiga orang ini adalah sinetron kisah nyata yang membosankan.

"Gal, ini kenapa sih? Kenapa cewek ini ada di sini?" tanya Nesya.

Galen menunjuk Naya. "Lo, pergi!"

Naya mengerjap. "Kenapa? Kenapa Naya harus pergi?" Naya menatap Nesya sejenak. "Oh, atau Kakak mau enak-enakan jalan sama kak Nesya, sedangkan Naya udah dua jam nungguin Kakak di rumah?"

"Gue bilang pergi, ya pergi!"

Naya menggigit bibir dalamnya. Matanya kembali berkaca-kaca. "Harusnya, Naya gak semudah itu mempercayai semua perkataan Kak Galen. Hahaha ... Naya itu apa dibanding Kak Galen sama Kak Nesya. Tapi, kalo seandainya itu benar, kenapa tadi siang Kak Galen ngucapin itu? Mau buat Naya benar-benar tumbang setelah terbang? Iya?"

Galen diam, menatap Naya tajam. Nesya pun bungkam tanpa melepas cekalan tangannya di lengan Galen. Benar-benar posesif!

"Kak, kalo mau batalin janji yang tadi, seenggaknya kasih kabar ke Naya. Itu lebih baik. Naya udah dua jam nunggu, dan semua itu hanya angin berlalu. Sia-sia. Untung aja tadi Lina ngajak kesini. Jadi Naya tau, kalo Kakak lupain janji sama Naya karena mau jalan sama Kak Nesya." Naya mencoba tersenyum lebar. Namun menyipitnya mata indah itu, malah membuat genangan air di dalamnya hendak meluap.

"Gak apa-apa, Kak. Dan maaf, karena usaha Kakak bikin Naya sakit hati mungkin gagal karena pada akhirnya, Naya gak seperti manusia terbodoh yang akan frustasi karena harapnya dipaksa mati." Naya memandang tangan Galen dan Nesya yang saat ini saling bertautan. Ia tersenyum miris. Mana mungkin seorang kakak kelas ter-famous seperti Galen akan benar-benar menyukainya?

Naya mengedarkan pandangan ke segala arah. Ia melihat Mario dan Jordan yang menatapnya dalam diam. Entah ikut menertawai mirisnya nasib Naya malam ini, atau merasa kasihan karena gadis kecil dan lemah ini berani menyukai kakak kelasnya secara terang-terangan yang berujung pengkhianatan.

"Semoga pilihan Kakak ini menjadi yang terbaik. Lupakan masalah yang Kakak ceritain sehabis batalnya tunangan waktu itu. Sekarang, Naya yakin kalo perasaan Kakak udah berhasil memilih." Naya menarik napasnya kuat-kuat. Berusaha menetralisir sesaknya dada. "Yang tadi siang, mungkin Kakak cuma bercanda. Naya aja yang terlalu serius. Naya pergi dulu. Makasih udah buat Naya suka sama Kakak. Setelah ini, Naya gak akan lagi untuk itu."

EPIPHANY (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang