Perihal Hidup Susah

692 108 32
                                    


yooamaria



“Bisa gak lo berhenti ngikutin gue?!”

Yunseong tidak dapat menahan diri untuk menarik kedua ujung bibirnya saat Minhee akhirnya berbalik dan menatapnya. Walau pertanyaan yang diajukan oleh pemilik wajah manis itu terdengar kasar dan begitu menunjukan ketidaksukaan si manis dengan kehadirannya, ia tetap mengukir senyum itu begitu saja. Entahlah, ia juga tidak tahu bagaimana bisa seperti itu.

“Aku gak ngikutin kamu kok. Ini emang jalan ke rumahku.”

Yunseong menjawab dengan tenang, masih dengan senyum yang sama. Di depannya, ekspresi wajah si manis sudah berubah. Ia tidak tahu apa yang dipikirkan Minhee, tapi demi apapun, kedua manik yang mengerjap lucu itu sungguh membuat Minhee terlihat semakin indah di matanya.

“Lo bilang apa barusan? Jalan ke rumah lo?” Minhee mengajukan sebuah pertanyaan lain—kali ini nadanya terdengar tidak percaya. Tapi, Yunseong mengangguk sebagai jawaban, mengartikan memang benar apa yang ditanyakannya.

“Anjir, hidup lo semelarat apa sih sampe tinggal dikawasan kumuh kayak gini? Gak ada tempat lain apa yang bisa dijadiin rumah? Di sini tuh gak pantes di sebut tempat tinggal, ini tempat sampah.”

Minhee berucap santai, tampak tidak peduli dengan efek dari semua ucapannya itu pada Yunseong. Ia bahkan tidak tanggung-tanggung untuk melemparkan tatapan jijiknya pada sekitarnya dan Yunseong bergantian.

Tapi, Yunseong seakan tidak peduli dengan apa yang si manis katakan. Sebut saja Yunseong bucin karena menulikan telinganya untuk kalimat-kalimat menyakitkan yang baru saja keluar dari bilah bibir si manis. Ia sungguh tidak bisa marah dan membentak si manis untuk semua penghinaan itu. Ia bahkan masih tersenyum kecil saat Minhee terang-terangan menatapnya jijik—seakan-akan dirinya adalah kuman dan virus.

“Ada tempat buat pulang dan istirahat aja udah cukup kok buat aku, gak perlu yang bagus apalagi sampe mewah. Mau kumuh atau gimana, aku gak masalah. Dan lagi, tempat yang kamu bilang tempat sampah itu, tempat orang-orang kayak aku tumbuh dan bertahan.”

Yunseong menjawab pelan, membuat Minhee jadi menatapnya antara malas dan kesal. Astaga, Yunseong sungguh tidak tahu apa yang tengah dipikirkan Minhee saat ini. Tapi, kenapa ia begitu menyukai Minhee?

“Ngomong apa sih lo?”

Lelaki itu mengendik saat si manis mengajukan sebuah pertanyaan lain sebagai tanggapan atas semua ucapannya tadi. Dan dari pada menjawab pertanyaan yang baru saja Minhee ajukan, ia lebih ingin mengajak si manis untuk mampir sebentar ke rumahnya. Tidak perlu sebuah sambutan mewah atau sejenisnya, Yunseong pikir secangkir teh hangat sudah cukup.

“Mau mampir bentar ke rumahku gak?”

“Gaklah, gila!” jawaban cepat Minhee berikan. Tidak lupa dengan ekspresi jijik yang tadi sempat ia berikan pada Yunseong, “Ngapain gue mampir ke tempat sampah? Mending gue pulang ajalah. Masa bodoh kalau mau dimarahin ayah. Dan lo,” tatapannya berubah jadi tatapan tajam seakan menuntut—walau jatuhnya jadi semakin menggemaskan di mata Yunseong, “GAK BOLEH NGIKUTIN GUE LAGI! Awas aja kalo gue balik badan lo masih ada di belakang gue, gue gusur rumah lo!”

Setelah berucap demikian, ia bergeser dari hadapan Yunseong lalu berjalan pergi meninggalkan lelaki itu begitu saja.

Yunseong sendiri tetap pada tempatnya. Ia hanya berbalik, menatap Minhee yang tengah berjalan sambil menghentakan kakinya sebelum akhirnya si manis itu menghilang dari pandangannya di belokan depan sana.

Ah, Minhee.

Yunseong tidak tahu pelet macam apa yang si manis itu berikan padanya. Karena bagaimanapun ucapan kasar dan sombong itu terucap dari bibir si manis untuk merendakannya, ia tetap tak bisa membenci si manis. Bahkan untuk marahpun ia tidak sanggup. Secinta itu ia dengan Minhee.

LIKE ALWAYS  || HWANGMINITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang