#28 Ayo Bertukar Tempat

744 148 21
                                    

Takdir memang tak selamanya berjalan seperti apa yang kita mau. Tapi akan selalu ada makna tersurat dibalik semua hal yang terjadi.

Seperti saat ini. Jungkook baru sadar, jika saja dari awal dia bisa lebih memberontak dan melawan, Jia mungkin saja tak akan masuk dalam hidupnya lalu membuatnya banyak pikiran sekarang.

Jia memang baru melakukan penyekapan pada Ahn saat itu. Tapi hal itu membuat Jungkook selalu terbangun dari tidurnya hanya untuk memastikan Tzuyu, Ahn, dan Jihoon baik-baik saja. Bahkan hal ini membuat Jungkook meminta Ahn juga tidur di kamarnya.

Jungkook tersenyum setelah dia menyelimuti kedua putranya. Ada rasa takut yang terus saja muncul dalam hatinya soal keselamatan 2 malaikat kecil yang sudah mempertemukannya dengan Tzuyu itu.

"Mereka akan baik-baik saja, oppa," bisik Tzuyu yang kini meletakan dagunya di bahu Jungkook. "Kau dan aku akan menjaganya, bukan?"

Jungkook berbalik lalu tersenyum. "Ya, aku pasti akan menjaga kalian hingga Jia tak akan bisa bahkan hanya untuk dekat-dekat dengan kalian."

"Takdir memang sangat berat, bukan? aku pikir semauanya sangat sederhana, setelah aku menikah, aku bisa sangat bahagia. Pada kenyataannya tidak sama sekali." Tzuyu memilih duduk di tepian ranjang, membuat Jungkook mengikutinya. Jungkook hanya menatap Tzuyu yang kini menghela napasnya berat sambil menatap langit-langit.

"Sepertinya memang seberat itu," imbuh Jungkook yang membuat Tzuyu kini menatapnya. "Setelah banyaknya masalah yang datang, aku hanya berharap suatu saat aku bisa bahagia."

Tzuyu mendekap Jungkook, berharap hal itu bisa membuat pria Jeon itu lebih tenang. Tzuyu tahu, Jungkook bukanlah tipikal pria yang tangguh meski memiliki sikap yang arogan. Itulah kenapa, dia selalu ingin di samping sang suami yang mudah rapuh seperti sayap kupu-kupu itu.

"Dan hari itu sungguh akan datang, oppa."

"Bahkan dengan bayang-bayang Jia? aku sungguh muak, Tzuyu." Jungkook meremat bahu Tzuyu, menahan tangisannya. Dia tak ingin terlihat lemah agar Tzuyu percaya dia bisa menjaga mereka.

"Aku akan membantumu, oppa. Apapun risikonya, aku tetap akan bersamamu. Jangan berpikir jika kau sendirian."

"Dan aku percaya itu, Tzuyu. Gomawo."

*
*
*

Persidangan perceraian itu kembali digelar hari ini. Membuat Jungkook benar-benar malas menghadirinya lagi. Dia muak mendengar bualan tak berguna dari Jia. Apalagi saat dia mengaku-ngaku hamil padahal Jungkook tak pernah sama sekali menyentuhnya. Bahkan saat pernikahan pun Jungkook tak mau menciumnya.

"Appa." Jihoon mengulurkan kedua tangan mungilnya membuat Jungkook langsung saja tersenyum. Dia kemudian mencium pipi gembul si bungsu setelah menggendongnya.

"Kau masih tertarik pada dasi? kau akan memakainya saat sudah besar nanti," jelas Jungkook yang kemudian menurunkan Jihoon dari gendongannya, membuat putra kecilnya itu langsung berlari ke arah Tzuyu seolah mengadu.

"Jihoon, kau harus duduk." Jihoon langsung memasang wajah kecewanya dan berusaha naik ke kursi yang lebih tinggi dari dirinya itu. Hal ini tentu saja membuat Jungkook terkekeh sebab Jihoon tak kunjung berhasil naik ke kursi.

"Untuk Jihoon kursinya yang ini." Jungkook meletakan Jihoon di kursi khususnya. Mungkin jika Jihoon duduk di kursi yang biasa, dia tak akan terlihat.

"Appa harus pergi. Ahn, jaga eomma," ucap Jungkook yang membuat Ahn langsung mengangguk. Hal ini tentunya membuat Tzuyu gemas. Sebab, Ahn masih terlalu kecil untuk menjaganya.

"Kau tidak sekolah?" tanya Tzuyu yang baru ingat jika hari ini bukanlah tanggal merah ataupun hari libur.

"Hari ini libur. Appa yang bilang."

Tatapan tajam Tzuyu membuat Jungkook mulai gelagapan. "Aniyo, bukan aku yang mengatakannya. Gurunya yang memberikan pesan di grup."

"Oppa serius?" tanya Tzuyu yang kini mulai berjalan mendekat ke arah Jungkook. Membuat pria itu mulai memasang wajah paniknya.

"Aku harus pergi." Jungkook berlari sekencang mungkin, membuat Ahn dan juga Jihoon mulai tertawa melihat tingkah laku sang ayah. Terlebih karena Jungkook jarang seperti itu saat Tzuyu tak ada di sana.

"Appa tidak pernah seperti itu sebelumnya," ujar Ahn yang menarik perhatian Tzuyu.

"Benarkah?"

"Iya. Saat ada aunty, appa pasti memasang wajah marah terus saat di rumah. Iya 'kan Jihoon?" tanya Ahn yang membuat Jihoon langsung mengangguk.

"Appa lucu."

"Appa bukan badut, Jihoon," jelas Ahn yang kini sudah berhenti tertawa tapi tidak dengan si putra sulung yang mulai memasang wajah datarnya lagi. Membuat Tzuyu ingat pada Tzuyu saat pertama kali pertemuan mereka. Ahn memang replika persis dari seorang Jungkook meskipun mereka baru bertemu kembali setelah 4 tahun.

"Sudah ya tertawanya. Kau harus makan sarapanmu," jelas Tzuyu yang kemudian meletakan mangkuk itu di hadapan Jihoon. "Kau anak pintar 'kan? kau harus belajar makan sendiri. Kau 'kan ingin dasi yang seperti dipakai appa."

Mendengar kata dasi seolah menjadi daya tarik tersendiri untuk Jihoon. Tzuyu juga tak mengerti kenapa anak sekecil Jihoon bisa sangat menyukai benda yang bahkan tak dikenali oleh anak kecil. Bahkan Ahn saja memilih mobil mainan saat masih kecil.

Ahn tertawa saat makanan Jihoon mulai mengotori pipinya sendiri. Berkebalikan dengan Ahn, Jihoon justru tiba-tiba saja menangis dan membuat Tzuyu harus menghentikan sarapannya.

"Ada apa? apa kau merasa sakit lagi?" tanya Tzuyu yang sungguh khawatir jika penyakit Jihoon kembali kambuh. Dia lupa jika hari ini dia perlu mengantar Jihoon untuk terapinya lagi.

Tzuyu menggendong Jihoon lalu menepuk halus punggung. Badannya juga tak diam agar Jihoon merasa jauh lebih tenang. Namun tangisan Jihoon justru tak berhenti sekarang.

"Kenapa Jihoon menangis, hm?" Tzuyu dengan telaten membersihkan makanan yang mengotori pipi Jihoon yang kini masih menangis. "Hyung saja tidak menangis."

Tzuyu akhirnya berjalan keluar agar Jihoon mau menghentikan tangisnya. Dia yakin jika rasa sakit itu kembali Jihoon rasakan, itu sebabnya anak itu terus saja menangis.

"Jihoonie, bunganya bersedih karena kau menangis," ujar Tzuyu namun tetap saja hal itu tak membuat tangisan Jihoon berhenti. Dia lantas menyentuh dada Jihoon. "Apa ini terasa sakit?"

Jihoon tak menjawab, dia hanya mengencangkan tangisannya lalu memeluk leher Tzuyu dengan erat.

"Baiklah, kita akan pergi ke dokter. Pertama kau harus berhenti menangis dulu." Jihoon akhirnya menurut, membuat kepanikan Tzuyu mulai mereda. Jihoon memang selalu membuatnya khawatir dengan penyakit yang dia derita. Bahkan jika bisa, lebih baik dia saja yang merasakan dibanding Jihoon. Apalagi Jihoon benar-benar sering merasa sesak.

Jihoonie, ayo bertukar tempat.

"Ahn-ah, bisa ambilkan jaket Jihoon dan dompet eomma?" tanya Tzuyu yang membuat Ahn langsung mengangguk dan bergegas mengambilkannya untuk Tzuyu.

"Tunggu sebentar ya, hyung sedang mengambil jaketmu," ujar Tzuyu sambil memeluk Jihoon, berharap itu bisa meringankan rasa sakitnya.

Ahn sudah kembali dengan jaket dan juga dompet Tzuyu. "Gomawo."

"Apa Jihoon marah karena aku menertawakannya tadi?" tanya Ahn yang membuat Tzuyu menggeleng.

"Jihoon sakit. Makanya dia menangis. Mau ikut eomma?"

"Aku akan ikut, eomma."


TBC🖤

10 Aug 2020

Hello Mom!!✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang