#16 Perihal Posisi

680 130 36
                                    

Jungkook tersenyum setelah Ahn memberikan selembar formulir yang dibawanya dari sekolah. Dia kemudian mengacak rambut putranya dan mengambil pena.

"Appa, apa aku sungguh bisa melakukannya?" tanya Ahn dengan nada ragunya.

"Tentu saja."

Jungkook dan Ahn melirik ke arah Jia yang saat ini tengah menggendong Jihoon. Bayi kecil itu sekarang selalu berjalan kemanapun dia mau. Itulah kenapa Jia selalu menggendongnya.

"Kau ragu?" tanya Jia yang membuat Ahn langsung saja menggeleng. Dia kemudian memutuskan untuk memperhatikan bagaimana ayahnya mengisi formulir pendaftaran itu.

Meski sudah berlalu beberapa bulan sejak hari pernikahan itu, Ahn masih tetap tak menerima kehadiran Jia di sana. Dia hanya menerima Jia sebagai orang yang mengurus Jihoon, bukan dirinya.

Dari awal Jungkook memang tak mengatakan soal Jia yang merupakan istrinya. Bahkan dia juga memutuskan untuk menyimpan foto pernikahan mereka karena menurutnya, mereka bukan menikah.

Dia tahu mempermainkan pernikahan memang hal yang tidak baik. Tapi takdir lebih mempermainkan dirinya dengan merenggut Tzuyu saat dia benar-benar membutuhkan Tzuyu.

"Untuk Jeon Ahn, semoga kau berhasil," jelas Jungkook yang kemudian memberikan formulir itu.

"Terimakasih, appa." Ahn mencium pipi Jungkook sebelum akhirnya berlari menuju kamarnya untuk meletakan formulir lomba melukis itu. Ya, beberapa hari lalu Ahn ditunjuk sekolahnya untuk menjadi wakil dalam lomba antar sekolah. Itulah kenapa Ahn diminta untuk mengisi formulir itu.

Jungkook mengambil alih Jihoon dan membuat Jia tersenyum. Namun tidak dengan Jungkook yang hanya fokus pada putranya itu. Dia bahkan tak peduli pada Jia sama sekali dengan berlalu begitu saja setelah menurunkan Jihoon dan membiarkan putra kecilnya itu berjalan.

"Meskipun kau terus berusaha mendekati Ahn dan Jihoon, kau tidak akan pernah bisa melakukannya. Mereka tahu siapa ibu mereka. Jadi ingatlah posisimu yang hanya pengasuh mereka, paham?" bisik Jungkook yang kemudian mengikuti Jihoon.

Jia mengepalkan tangannya. Sudah beberapa bulan berlalu dan Jungkook tak kunjung membuka hatinya. Dia terus saja mendapat peringatan keras dari Jungkook soal sadar akan posisinya yang sebenarnya.

Jia menyapu pandangannya, dia sungguh bosan melihat potret keluarga kecil Jungkook dan juga Tzuyu di sana. Bahkan kamarnya pun penuh dengan foto Tzuyu.

Bukankah dia sudah tiada?

"Appa, apa ini boleh?" tanya Jihoon saat melihat pohon strawberry yang mereka tanam kini sudah berbuah.

"Woah, apa ini sungguh sudah berbuah?" tanya Jungkook yang kini ikut berjongkok di samping putra kecilnya itu.

Tangan mungil Jihoon mulai menyentuh tanah yang berada dalam pot kemudian tertawa. "Appa, cacing."

Jungkook hanya membatu dengan kelakuan putranya itu. Jihoon baru saja mandi dan dia malah bermain-main dengan tanah dan juga cacing. Bahkan tanah itu mulai menempel di jaket bulu yang dikenakan Jihoon.

Jungkook merebut cacing itu, meletakannya kembali ke dalam pot. Dia lalu meletakan Jihoon di pangkuannya, kemudian menepuk tangan Jihoon agar tangannya kembali bersih. "Jihoon, kau baru mandi. Kau mau mandi lagi?"

"Dengan bebek," kata Jihoon yang kemudian tertawa sampai tubuhnya hampir terjatuh ke belakang andai Jungkook tak langsung menangkapnya.

"Bebeknya appa buang."

"Waeyo? bebeknya tidak belsalah." Jihoon menatap Jungkook heran dan tentunya hal ini membuat Jungkook semakin gemas.

"Bebeknya bosan menemanimu mandi katanya," jelas Jungkook yang kemudian menurunkan Jihoon dari pangkuannya.

"Boleh aku minta gajah?" tanya Jihoon yang membuat Jungkook menepuk pelan dahinya. Hal ini juga membuat Jihoon langsung mengikutinya.

Wajar saja, anak kecil merupakan peniru yang handal.

"Tidak bisa, Jihoon."

Jihoon kemudian menatap pot itu lagi lalu menunjuknya. "Atau cacing?"

Jungkook merendahkan tubuhnya lalu menggeleng. "Kau bisa membuat cacingnya mati. Kau tahu? cacing tidak suka air."

"Cacing tidak mandi?"

"Tentu saja tidak."

Jihoon langsung menatap kedua tangannya lalu menatap Jungkook. Dia lalu memasang wajah sedihnya. "Tanganku kotol."

"Baiklah, ayo cuci tangan." Jungkook mengulurkan tangannya yang langsung membuat Jihoon menyambutnya. Dia kemudian membawa Jihoon ke keran yang ada di depan rumahnya.

*
*
*

"Appa, aku ingin ini." Jihoon merangkak naik ke atas ranjang lalu memberikan buku cerita favoritnya pada Jungkook. Setiap malam Jungkook memang selalu membacakan dongeng untuk Jihoon. Dari sumber yang dia dapatkan, membacakan dongeng bisa meningkatkan kecerdasan anak.

Jia mengintip pada sela pintu yang terbuka. Dia lantas membukanya dan ikut duduk di tepian ranjang. "Boleh eomma ikut mendengarkan?"

Jihoon langsung saja menggeleng. "Aunty tidak boleh."

Jia menatap Jungkook untuk sebuah penjelasan. Namun pria itu langsung saja menaikan kedua bahunya dan mulai fokus pada buku cerita penuh warna yang Jihoon berikan padanya tadi.

Dari awal Jihoon memang tak pernah mengatakan kata 'eomma'. Meski dia sudah hampir lancar bicara, dia benar-benar tak pernah mengatakan kata itu. Bahkan saat Jia menyebut dirinya sebagai eomma, Jihoon tetap memanggilnya dengan sebutan aunty. Sama seperti panggilannya pada Yiren ataupun Sana.

Jia memutuskan untuk tetap di sana. Dia perlu bicara pada pria Jeon yang merupakan suaminya itu sekarang. Meskipun dia bertingkah bukan seperti seorang suami.

Aku hanya menunggu sampai kapan kau bisa bertahan saat anak-anakku saja tak mau menerima kehadiranmu.

Jihoon saat ini sudah tertidur. Dia memeluk lengan Jungkook seolah tak membiarkan ayahnya itu untuk pergi. Jihoon memang satu kamar dengan Ahn. Tapi dia tak pernah mau jika Ahn yang membacakannya dongeng.

Jungkook bangun secara perlahan, menggantikan lengannya menjadi guling milik Jihoon agar dia bisa beranjak. Dia kemudian mengibaskan tangannya, meminta Ahn untuk segera tidur.

"Selamat malam," jelas Jungkook yang kemudian mengecup dahi Ahn.

"Selamat malam juga, appa."

Jungkook menyelimuti kedua putranya itu kemudian tersenyum. Dia sungguh tak menyangka dia bisa bertahan sejauh ini. Bahkan dia sangat bersyukur karena 2 malaikat kecil itu terus membuatnya kuat melewati hari-hari beratnya tanpa Tzuyu.

Jia melipat tangannya dan berdiri di hadapan Jungkook setelah mereka sama-sama keluar dari kamar Ahn dan Jihoon. "Oppa, apa kau yang mengajari mereka?"

Jungkook mengeryit. "Maksudmu?"

"Soal aku."

Jungkook tertawa meremehkan. "Menurutmu keuntungan untukku apa? lagipula aku tak pernah memaksa mereka."

"Lalu kenapa kau memilih menyembunyikan foto pernikahan kita?"

"Apa aku perlu memasangnya? aku rasa tidak. Lagipula foto pernikahanku yang sebelumnya jauh lebih bagus," jelas Jungkook yang membuat Jia semakin kesal dibuatnya. "Sudah ya, tidak perlu bertanya lagi. Aku mengantuk."

Jungkook kini berlalu, meninggalkan Jia dengan jutaan kekesalannya. Sudah setengah tahun dia menyandang status nyonya Jeon, tapi dia tetaplah orang asing di sana. Bahkan Tzuyu masih tetap menyandang status nyonya Jeon di sana. Jungkook memang tak pernah sudi berbagi kamar dengan Jia. Itulah sebabnya dia memilih kamar tamu untuk beristirahat.

Jika diibaratkan dalam sebuah kerajaan, Tzuyu merupakan ratu utama sedangkan dia hanyalah dayang-dayang di sana. Dia bahkan tak pantas disebut sebagai selir.

"Aku merasa masih lajang jika seperti ini," gumamnya yang kemudian masuk ke dalam kamar.

TBC🖤

28 Jul 2020

Hello Mom!!✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang