Memulai kembali memang hal paling sulit untuk Jungkook. Dia tak akan pernah bisa melakukannya. Terlebih karena dia tak akan bisa melupakan Tzuyu sebanyak apapun wanita menghampirinya.
Jungkook saat ini mengajak Jihoon bermain. Hari ini dia memutuskan untuk tidak pergi ke kantor. Bukan tanpa alasan, dia hanya muak melihat puluhan foto yang diletakan ibunya di atas meja kerjanya.
"Jihoonie, apa kau merindukan eomma?"
Jihoon yang sepertinya mengerti, hanya menatap Jungkook kemudian tertawa setelah melempar mainan ke arahnya.
"Ah baiklah, appa anggap kau juga merindukan eomma." Jungkook menatap foto Tzuyu yang berada di dekat TV dan tersenyum.
Tzuyu-ya, kapan kau kembali? aku yakin kau masih hidup.
Tzuyu terbangun saat mendengar seseorang memanggilnya. Dia hanya bingung kenapa saat alam bawah sadarnya menunjukan banyak hal, dia lupa soal semuanya. Bahkan saat ada yang memanggilnya pun, dia tak bisa mendengar namanya.
"Oppa, kau sungguh yakin aku tidak punya pacar sama sekali?" tanya Tzuyu yang kemudian membuat Minguk menggeleng.
"Kau terus saja menanyakan hal itu. Aku tak pernah bertemu dengan pacarmu."
Minguk tahu, seberapa besarpun dia berbohong, suatu saat Tzuyu pasti mengetahui segalanya. Terlebih karena dia hanya mengalami lupa ingatan sebagian sehingga dia tahu orang-orang yang berada di sekitarnya, hanya saja dia lupa dengan nama mereka.
Kehilangan sosok Joohee, adiknya, benar-benar membuat Minguk merasa jika Tuhan menggantikan Jooheenya dengan Tzuyu. Dengan wajah yang sangat mirip, membuatnya tak ingin mengantar Tzuyu kepada keluarganya meskipun di kartu identitasnya sudah tertulis jelas dimana dia tinggal.
Tzuyu masih terdiam, mengingat wajah pria yang terus memanggilnya tanpa suara. Dia tahu, pasti pria itu cukup penting dalam hidupnya karena sudah beberapa kali pria itu muncul secara tak sengaja dalam mimpinya.
Bukan hanya pria, melainkan seorang anak laki-laki yang terlihat menangis juga ikut muncul dalam mimpinya.
"Oppa, kau tidak membohongiku, 'kan?" tanya Tzuyu sambil menunjuk Minguk, memastikan jika pria itu tak memanfaatkan kondisinya saat ini. "Jawab aku!"
"Te-tentu tidak. Untuk apa aku membohongimu sedangkan kau adalah adikku, mungkin saja kau hanya memimpikan pria tampan yang ingin kau jadikan pacar." Minguk mengacak rambut Tzuyu. "Aigo, seleramu luar biasa."
*
*
*Menghabiskan waktu bersama Ahn dan Jihoon memang selalu menjadi obat paling ampuh jika dia sudah sangat merindukan Tzuyu. Dia tak peduli meski Jaehyun berkali-kali menghubunginya untuk segera ke kantor karena kemarin dia sudah bilang pada asistennya itu untuk membatalkan semua meetingnya hari ini.
Jihoon terus menunjuk ke arah penjual balon kemudian menggumam, membuat Ahn terkekeh karena ayahnya terus saja tidak peka pada keinginan adiknya padahal ayahnya menggendong Jihoon tepat di depan dadanya.
Ahn menarik ujung jas milik Jungkook lalu menunjuk ke arah balon saat ayahnya itu menunduk untuk menatapnya.
"Kau sudah besar, Ahn, untuk apa kau menginginkan balon?" tanya Jungkook yang tentu sajamembuat Ahn menggeleng. Ini bukan keinginannya, melainkan keinginan adik kecilnya.
"Jihoon yang menginginkannya," ujar Ahn dengan sedikit nada kekesalannya. Pasalnya, Jungkook sama sekali tak mengerti pada keinginan adik kecilnya.
"Ah, kau menginginkannya?" tanya Jungkook yang kemudian menuntun tangan Ahn menuju ke penjual balon itu.
"Aku ingin satu," pinta Jungkook yang kemudian merogoh sakunya.
Dari kejauhan, seorang wanita tersenyum, memperhatikan bagaimana Jungkook sedang membahagiakan kedua putranya itu.
Semenjak pertemuannya, Jia memang merasa tertarik pada Jungkook. Bahkan dia tak peduli jika Jungkook sudah punya anak. Dia bisa mengurus mereka juga. Namun satu hal yang pasti, dia bingung kenapa Jungkook bisa mengurus semuanya sendiri. Bahkan dia tak terlihat kerepotan saat mengajak kedua putranya itu jalan-jalan.
"Apa aku perlu mendapatkan hati putranya dulu? aku suka anak kecil. Tapi aku rasa putranya Jungkook-ssi tidak mudah didekati," gumamnya.
Jihoon nampak bahagia, melihat balon itu mengapung. Bahkan beberapa kali dia juga menggerakan tangannya karena balon itu diikatkan di pergelangan tangannya oleh Jungkook.
"Kau bahagia?" tanya Jungkook dengan nada gemasnya. Dia kemudian melihat Ahn yang kini berdiri di sampingnya.
"Kau menginginkan sesuatu?"
"Aku ingin ice cream," jawab Ahn yang kemudian membuat Jungkook mengangguk sebagai persetujuan. Namun detik kemudian dia menggeleng karena dia takut jika Ahn flu karena memakan ice cream.
"Bagaimana jika kau flu?"
Ahn terdiam sejenak, memikirkan apa yang dia inginkan sekarang. Dia tak marah karena Jungkook menolak permintaan kecilnya karena dia tahu Jungkook sangat menyayanginya.
"Kimbap?"
"Baiklah, ayo."
*
*
*Jungkook memberikan sekeping biskuit untuk Jihoon agar putranya itu bisa diam dan tak mengganggunya makan. Selama seharian ini, dia baru ingat jika dia lupa tak sarapan. Itulah sebabnya saat ini dia merasa sangat lapar.
"Boleh aku duduk di sini?" tanya seseorang yang membuat Jungkook mulai tak berselera makan. Yap, itu adalah Jia.
Jungkook ingin sekali mengatakan penolakan. Namun karena Ahn ada di sana juga, dia tak bisa melakukannya karena itu adalah hal yang tidak baik. Bisa saja Ahn mengikutinya nanti.
"Woah, kau sangat lucu," puji Jia yang kemudian berniat untuk mencubit pipi Jihoon. Namun dengan cepat Jungkook mencegahnya.
"Tanganmu bisa saja kotor," jelas Jungkook dengan nada dinginnya. Dia benar-benar sudah kesal saat pertemuan mereka kemarin dan hari ini kadar kebenciannya pada Jia benar-benar meningkat karena dia seperti sedang mencari perhatian pada putra-putranya, termasuk pada Jihoon.
Ahn hanya menatap heran pada wanita yang duduk di hadapannya. Tapi dia tak ambil pusing soal siapa dan kenapa wanita itu meminta duduk satu meja dengan dia dan ayahnya.
Jungkook sungguh mengumpat dalam hatinya karena Jia masih saja duduk di sana dan merusak suasana hatinya.
"Jungkook-ssi, boleh aku tanyakan se—"
"Kau tidak melihat? aku sedang makan sekarang," dingin Jungkook yang kemudian membuatnya langsung memasukan makanan pesanannya ke dalam mulut dengan kesal. Dia hanya berharap Jia akan segera pergi dari sana.
"Apa kau adalah Ahn?" tanya Jia yang hanya membuat Ahn mengangguk. Semenjak kejadian pertemuannya dengan Jieun dan membuatnya hampir saja ikut dengan wanita itu, dia jadi lebih berhati-hati jika bicara pada orang asing. Terlebih karena Jungkook juga mengatakan pada Ahn untuk tidak bicara pada orang asing.
"Aku dengar kau adalah anak yang sangat baik," puji Jia yang kemudian mengulurkan tangannya. "Aku Jia. Mungkin kita bisa berteman?"
"Eomma bilang, aku tidak boleh bicara pada orang asing."
"Tapi aku sudah memperkenalkan diriku dan aku juga tahu padamu, bukan?" tanya Jia namun tetap saja membuat Ahn menggeleng.
"Tapi kita baru saja bertemu."
Jungkook tersenyum lalu bergumam dalam hatinya, "Bagus, Ahn, aku yakin dia akan mundur dan hilang secara perlahan. Appa tidak ingin ada orang yang menggantikan posisi ibumu."
TBC🖤
24 Jul 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Mom!!✅
Fiksi Penggemar[Sequel Hello Dad!!] Tzuyu selalu percaya jika scenario yang Tuhan berikan padanya benar-benar luar biasa. Tapi dia tak pernah menyangka sebuah mimpi buruk harus menghinggapi kisah hidupnya hingga membuatnya harus kehilangan segalanya termasuk kelua...