Orang-orang hanya pandai menilai baik dan buruknya satu sama lain. Tanpa sekalipun pernah mencoba mengerti bahwa beberapa orang tidak diberi pilihan. Satu-satunya pilihan kupunya saat ini adalah diam dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa malam itu. Meski rasa bersalah terus merunduku jika mengingat kini beberapa orang tengah berjuang keras untuk kasus Kim Taebin dan Oh Gaechan, tetapi kembali lagi pada kenyataan, aku sekarang hanya pegawai studio tua bukan lagi detektif.
Aku putuskan untuk menolak pintu MPV yang kini kembali terbuka untukku. Benar, baru saja aku mendapatkan telepon dari pihak MPV untuk bergabung dengan tim yang dibentuk untuk mengusut kasus pembunuhan berantai—Oh Gaechan dan Kim Taebin. Mereka bahkan menawarkan pengembalian pangkatku jika aku menerima tawaran itu. Tebak apa jawabanku? Aku menolak dengan amat percaya diri. Sungguh bodoh.
Namun, meski begitu bukan berarti aku akan duduk manis tanpa melakukan apa-apa. Setidaknya aku harus memastikan bahwa keluargaku tidak berdekatan dengan orang-orang jahat, salah satunya yang harus diperhatikan adalah Min Suga.
Siang ini, studio kututup lebih cepat karena tak ada sama sekali pengunjung. Bahkan pria yang sedari tadi kutunggu juga tak menampakkan diri. Padahal dua hari yang lalu ia selalu datang sangat cepat setelah atau sebelum studio dibuka.
Di mana dia?
Mungkinkah ini ada hubungannya dengan keributan kami beberapa hari lalu karena memperebutkan remot? Menurut pengakuan kakak yang habis kuintrogasi secara ilegal, ayah si Poker adalah tentara berpangkat tinggi. Sebenarnya sangat mengejutkan mengetahui fakta itu. Lantaran bentukan si pria berwajah robot itu benar-benar tidak mencerminkan anak seorang abdi negara.
Apa mungkin ayah Suga termasuk di antara para tentara yang selesai bertugas seperti di berita hari itu? Apa itu yang menjadi alasan dia tidak datang?
Aku mengusap wajahku frustasi. Sial, kini jiwa penarasanku diserang deretan pernyataan menyangkut pemilik wajah robot itu. Satu-satunya jalan untuk mencari tahu adalah mendatangi rumahnya. Namun, aku bahkan tak tahu di mana rumah si Min itu. Haruskah aku menanyakannya pada kakakku?
Tidak. Aku memasukkan kembali ponselku ke dalam saku mantel. Bertanya lagi pada Yunjin bukan hal yang tepat. Akan aneh, jika seorang adik yang selama ini tak terlalu peduli pada kehidupan percintaannya, tiba-tiba menanyakan rumah mantan kekasihnya. Bisa-bisa dia berpikir yang tidak-tidak tentangku.
Ini membuatku pusing saja. Lebih baik aku pulang dan tertidur sepanjang hari.
"Omo!"
Kakiku baru menuruni satu anak tangga saat tiba-tiba terhenti ketika dikejutkan dengan kedatangan seseorang yang terduga. Sosok pria kurus kekurangan gizi yang sempat kukhawatirkan tadi ternyata telah menampakan diri dengan sendirinya. Namun, lagi-lagi dengan cara yang mengejutkanku. Sial, jantungku pasti sudah tidak sehat sekarang.
Dia diam di depan sana. Menatapku dengan wajah robotnya yang sangat jelek. Belum lagi, surai hitam legamnya yang tampak berantakan, persis seperti kucing di dalam got. Demi apapun, aku ingin sekali tertawa di hadapannya.
Aku melanjutkan langkah menuruni tangga lalu berdiri tepat di depannya sembari berucap, "Studio sudah ditutup, pergilah."
Sial. Kenapa aku mengatakan itu. Padahal aku sudah menunggungnya sejak tadi. Dan, apa-apaan gerak-gerikku yang salah tingkah di hadapan kucing got itu. Bukan apa-apa, sejak tadi ia hanya diam sembari menatapku, tentu saja aku tidak nyaman, jangan salah paham.
Aneh, dia memang orang yang aneh. Namun, kali ini ia tampak lebih aneh. Belum ada tanggapan apa-apa darinya. Pun jika diperhatikan wajahnya tampak pucat dan sesekali meringis. Ada lebam di sekitar pipi dan ujung bibirnya. Keringat pun sesekali menetes dari pelipisnya. Apa yang terjadi padanya?
"Apa yang-hei!"
Tubuhku terhuyu ke belakang, hampir saja terjungkal. Untung saja aku masih bisa mempertahankan keseimbanganku saat tiba-tiba tubuh si Poker roboh dan menimpahku. Tanganku bergetar tak karuan. Sial! Dia berat sekali.
Belum lagi, aku tak pernah bersentuhan sedekat ini dengan pria. Itu membuat tubuhku tidak bisa bertindak cepat. Dasar kuno sekali diriku ini.
Sekuat tenaga aku mengguncang tubuh si Poker yang bersadar pada pundakku. Namun, ia tak kunjung membuka mata. Matanya terkatup rapat dengan wajah yang sesekali meringis.
Ah, apa yang harus aku lakukan?
Sedikit kesulitan, aku merogoh mantelku untuk mengeluarkan ponselku dan menghubungi satu-satu dokter yang kuketahui.
--oOo--
"Dia kenapa?"
Dokter Jung yang baru saja keluar dari UGD langsung kuhadiahi pertanyaan. Sebuah keberuntungan besar lantaran kebetulan ternyata dokter tampan itu bekerja di rumah sakit yang dekat dengan studio. Dialah yang kumintai tolong untuk mengirimkan ambulans dan segera memberikan pertolongan pertama.
Aku mengerutkan dahi heran. Meski aku sangat suka melihat senyum hangat Dokter Jung, tapi sangat aneh jika ia terkekeh sekarang di saat ada pasien yang mungkin sedang dalam keadaan tak baik-baik saja di dalam UGD. Apalagi tatap mengejeknya membuat aku ingin sekali mendaratkan tinjuku di wajahnya.
"Dokter?"
"Kau khawatir sekali, apa dia pacarmu?"
Demi rapper super cepat idolaku Agust D, itu membuatku sukses menganga lebar. Mungkin itu adalah ekspresi paling jelek yang pernah kuperlihatkan. Namun, itu benar-benar di luar kendali. Aku tidak bisa menerima tuduhan konyol itu.
Aku menggeleng heboh sembari mengibas-ibaskan tanganku panik selagi memberi bantahan. "Bukan! Dia kekasih kakakku."
"Wah, kau berselingkuh dengan kekasih kakakmu?"
Detik itu juga, aku lempar tatap geram atas lelucon garing yang dilemparkan dokter itu. Sungguh, dia pasti menikmati kekesalanku karena kini dia tertawa puas seolah memang itulah tujuan awalnya. Harusnya aku tidak lupa, selain baik hati pria bermarga Jung itu juga punya selera humor yang buruk.
Lantas dia berdeham sejenak di sela sisa-sisa tawanya. "Mianhe, aku hanya bercanda. Temanmu itu habis berkelahi, ya?"
"Berkelahi?" Dokter Jung mengangguk sebagai jawaban. Membuat aku semakin dibuat keheranan. Mana kutahu dia habis berkelahi atau tidak. Dia langsung muncul dan pingsan di hadapanku. "Aku tidak tahu, mengapa?"
"Ada luka yang cukup dalam di perutnya, seperti luka sayatan. Namun, sepertinya luka itu sudah lama. Sekitar ...," Dia tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya kembali melanjutkan. "Tiga sampai lima hari yang lalu. Dia sepertinya membiarkan lukanya tanpa diobati. Ada bekas penanganan yang kasar di sekitar lukanya."
Aku menelan ludah sendiri menahan rasa ngeri mendengar penjelasan itu. Cukup tidak masuk akal, bagaimana bisa si Poker berkeliran dengan ekspresi datar selama tiga hari dengan luka separah itu? Lagipula jika dia bisa menghabiskan uangnya hanya untuk bermain piano di studio, kenapa dia tidak bisa ke rumah sakit setidaknya untuk mengobati lukanya?
"Dia harus dirawat dulu untuk memantau infeksi pada lukanya," ucap Dokter Jung sebagai penutup.
Netraku bergulir ke arah ruangan yang pintunya sedikit terbuka. Di sana si Poker terbaring dengan mata yang terkatup rapat dan wajah yang amat pucat. Sekarang aku semakin penasaran pada sosok itu.
Min Suga, siapa kau sebenarnya?
POUR Y
KAMU SEDANG MEMBACA
POUR Y √
FanfictionMereka memanggilnya sebagai pendosa. Namun, bagiku ia hanyalah orang yang kutemui di sudut studio piano sendirian. Si manusia malang yang mencoba membunuh rasa kesepian yang mencekiknya hingga akhir. Pour Y : Untuk Y Started : August 28, 2020 Finis...