Pening. Itulah yang aku rasakan sekarang. Mendadak rasanya aku hanya ingin merebahkan kepala dan tertidur melupakan semua yang terjadi pada hari ini. Semua tentang nenekku yang belum sadar setelah operasi, kasus Yunjin yang masih diproses, ayahku yang kini terus menerorku dengan telepon meski tak pernah kuangkat sekalipun. Juga tentang Min Yoongi—sosok yang membuatku masih tak habis pikir.
Bisa-bisanya ia menipu kami dengan begitu mulus.
Netraku terangkat kini tertuju pada sosok pria yang duduk di seberang meja sejak dua jam yang lalu. Dia juga terlihat kegerahan karena hanya disugukan sebotol air mineral di tempat pengap tanpa cela ini. Apalagi dengan wajah gusarku yang harus dia pandangi selama dua jam. Namun, itulah MPV. Inilah yang membuat lembaga kami sering dihindari oleh polisi pusat. Mereka sering menyembunyikan kasus yang menyuapi mereka segepok uang agar diloloskan karena hal tersebut tidak ditoleran di tempat ini. Mereka menyebut MPV sebagai musuh kriminal, sekaligus musuh para polisi nakal.
Aku mengangguk kecil sejenak saat mendengar penjelasannya dari Jendral Min Yoongsun. Selanjutnya laptop kututup dan dehaman kujadikan pemecah ketegangan.
"Pak Min, mungkin agak aneh jika saya mengatakan ini. Saya meminta Anda transparan dalam introgasi bersama saya—dalam artian jangan menyembunyikan sesuatu sekecil apapun. Anda bisa menganggap kami bukan polisi karena kami hanya penyidik luar yang tidak bisa menangkap Yoongi. Bahkan kami bisa saja membantu Yoongi jika dia tidak bersalah. Maka dari itu jangan ragu."
Kuberi jeda beberapa detik yang kupergunakan untuk melepas id card yang tadinya menggantung di leherku kemudian melanjutkan. "Aku sudah dekat dengan Min Suga—ah—maksudku Min Yoongi sejak beberapa hari yang lalu dan sehari kepulangan Anda dari tugas militer, Yoongi datang ke studio piano tempatku bekerja dengan keadaan tak sehat. Apa Anda tahu?"
"Iya," jawab pria itu singkat.
Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, begitu kata pepatah. Sosok yang kini duduk di depanku memang tidak hanya mirip dari segi fisik dengan si Poker, tetapi sikap tertutupnya mungkin adalah gen yang dia turunkan. Pria itu juga berhati dingin meski wajah dan gesturnya sangat sopan.
"Saya memukulnya," sahutnya lagi.
Aku tersentak semu. Cukup terkejut mendengar kalimat itu melesat dari bibir pria yang justru kini menatapku dengan biasa saja seakan apa yang ia ucapkan bukan hal yang dapat menjadi masalah.
Aku hanya diam untuk beberapa saat hingga ia menyahut lagi kemudian. "Bukan sebagai ayahnya, tetapi sebagai Jenderal Min. Dia kabur dari asrama militer saat saya sedang bertugas, kurasa itu memang tugas saya. "
"Asrama militer?"
"Ya, saya mendaftarkannya dalam angkatan 2017."
Tanpa sadar, aku menghela napas berat dengan tangan yang sudah saling bertaut. Netraku bergerak menatap sisi dinding kaca pengawas tepat di samping kami yang kupastikan kini Namjoon sudah mengawasiku dari sana.
Sebuah kekehan getir keluar dari bibirku.
Aku mengambil selembar kertas dari lipatan map kasus kemudian menunjukkan pada ayah si Poker. "Belati ini, apa ini milik Min Yoongi?" tanyaku yang tak lama langsung dijawab dengan jawaban yang memuaskan dari si pria Min.
"Benar."
"Terjawab."
Jemariku yang tadinya saling bertaut, kini terlepas saat aku meraih kertas berisikan foto barang bukti yang tadinya sempat kuperlihatkan pada ayah si Poker. Kertas itu kumasukan kembali ke dalam map. Aku melepas earphone yang menghubungkan aku pada Namjoon hingga pria itu tak mendengar suaraku lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
POUR Y √
FanfictionMereka memanggilnya sebagai pendosa. Namun, bagiku ia hanyalah orang yang kutemui di sudut studio piano sendirian. Si manusia malang yang mencoba membunuh rasa kesepian yang mencekiknya hingga akhir. Pour Y : Untuk Y Started : August 28, 2020 Finis...