POUR Y : END

151 15 25
                                    

Masihkah kalian ingat tentang kisah ini? Kisah milik seseorang yang sudah hilang. Kurasa tidak banyak yang bisa diceritakan sekarang. Aku masih sama, wanita dengan ketidakberuntungan yang sudah melekat. Mungkin satu-satunya keberuntunganku dalam dua tahun ini hanya kenaikan kedudukan yang tidak terlalu membuatku bersemangat.

Ya, sudah bergulir hampir dua tahun setelah kejadiaan naas itu. Kejadian yang sedikit banyak merubah beberapa hal dari hidupku. Finansialku melesat entah sejak kapan. Yunjin mendapatkan posisi tetap dan menjanjikan di kantor tempatnya bekerja dan nenek pun mulai membuka hatinya untukku. Jangan terlalu berharap, yang kumaksud adalah dia tidak banyak berkomentar tentang pekerjaanku sekarang.

Aku bukan lagi anjing pembangkang MPV. Tindakan semena-menaku dua tahun lalu untuk membuka kasus lama dan mempermalukan beberapa oknum membuat beberapa perhatian tertarik padaku. Namaku tiba-tiba diliput di beberapa berita untuk beberapa minggu dan aku mendapat tawaran pemindahtugasan ke lembaga resmi pemerintah. Jaksa Jung Jaechan merekomendasikanku menjadi penyidik pendamping jaksa penuntut. Tawaran yang terlalu bagus untuk ditolak. Apalagi itu adalah impianku sejak dulu.

Lantaran kabar tentang ibuku yang terakhir kali kudengar adalah beliau juga dipromosikan di kantor kejaksaan. Aku memimpikan ini sebagai jembatan bisa bertemu dengannya lagi. Namun, Seoul terlalu luas dan mungkin saja beliau sudah pensiun saat pengangkatanku.

Begitu banyak yang berubah, kecuali sosok yang selalu gagal kutemui selama waktu panjang ini. Sudah dua tahun lamanya permintaan berkunjungku di tolak olehnya. Oleh sosok yang hanya bisa kulihat dari kejauhan saat mengunjungi pusat penahanan kelas B. Terakhir kali kami saling bertatap langsung adalah di persidangan. Itupun hanya tatap penuh kebencian dan dingin yang kudapatkan.

Itu memang pantas kudapatkan. Siapa pria yang akan menatap hangat seorang wanita yang mengaku menjadi temannya, tetapi malah datang sebagai saksi pemberat di persidangannya? Maka aku cukup sadar diri. Aku tidak lagi memaksa kunjungan bertemu dengannya. Kubiarkan waktu sama-sama sembuhkan luka kami hingga sepuluh tahun kemudian.

Senyum segaris menukik di wajahku selepas kuembuskan napas sejenak. Kembali pada kenyataan bahwa aku harus melanjutkan hidup setelah semuanya. Kini aku menatap pantulan diriku dicermin. Pakaian semi-formal membalut tubuhku. Di mana sebuah tanda pengenal baru telah mengalung di leherku.

Detektif Im Bora
Penyidik, Kantor Kejaksaan Pusat.

Gelar baru dan penampilan baru juga. Bahkan surai sebahuku sudah sedikit memanjang dari terakhir kali aku memotongnya. Tidak ada agenda penting hari ini, tetapi berbeda dengan kantor MPV yang tidak mementingkan absensi, kantor pusat menuntut hal itu.

Maka tidak mau mendapat komentar tidak mengenakan dari atasan karena dicap malas, aku beranjak meninggalkan kamar. Saat menuruni tangga nenek yang duduk di sofa ruang tamu langsung menyambut sinis.

"Aku sudah memanggil beberapa kali, tapi sepertinya telingamu tuli. Ada telepon untukmu."

Wajar jika dia marah. Aku mungkin terlalu lama mengkhayal sehingga tidak mendengar panggilannya. Jadi, aku memilih tidak menjawab dan segera menuju ke arah telepon rumah yang diletakan dengan keadaan terbalik agar sambungan tidak terputus.

"Hallo?"

"Bora!"

Dahiku mengerut, sudah lama sekali saat terakhir kali suara itu kudengar. Mungkin karena kesibukan atau dendam karena aku telah memenjarakan ayahnya.

"Ketua Kim?"

"Datanglah ke penjara kelas B secepatnya."

Belum sempat aku mengucapkan sepata kata, sambungan diputuskan begitu saja. Dasar! Setahun lamanya, sikap tak sopan pria itu ternyata masih melekat padanya. Padahal ia seharusnya menghormatiku yang sudah menjadi penyidik sedikit di atas pangkatnya. Oke, kuakui aku sedikit sombong.

POUR Y √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang