19. Bukan Superhero

5.6K 436 37
                                    

Jennie masuk kedalam kamarnya kemudian menghempaskan badannya keatas kamar.

Matanya menatap langit langit kamarnya, rasa cemburu dan sesak kian menjalar di tubuhnya.

Jennie tak tau harus melakukan apa, hubungannya dengan Lisa baru saja di mulai. Jika Jennie melarang Lisa terlalu banyak, mungkin Lisa akan merasa risih dengannya.

Jennie menghela nafas pelan, matanya tertutup perlahan. Detak jantungnya mulai berjalan dengan normal, dan hembusan nafasnya terdengar teratur.

Jennie mulai tertidur dengan seragam sekolah masih melekat lengkap di tubuhnya.
 


"Chaeng, apa kau baik baik saja?" tanya Jiso ke sebrang sana.

"Ne Jichu, mian sudah membentakmu tadi."

Jiso tersenyum kecil, "Tidak apa apa, aku tau kau sedang banyak pikiran. Ngomong ngomong kenapa kau menelponku?"

"Apa kau punya nomor Lisa?" tanya Rose membuat kerutan di kening Jiso.

"Ah, aku punya."

"Baguslah, kirimkan padaku yah. Yasudah, aku tutup dulu telponnya." ucap Rose kemudian mematikan telponnya secara sepihak.

Jiso masih memegang ponselnya dengan erat, rasa heran dan curiga pada benat Jiso mulai menjalar. Untuk apa Rose meminta nomor Lisa?

Di seberang sana tempat kediaman Rose, dia sedang mondar mandir menunggu pesan dari Jiso.

Jichunyet
08****

Rose mengembangkan senyumannya, dengan cepat Rose langsung menyimpan nomor yang dikirim oleh Jiso.

Rose pov

Aku tak tau apa yang kulakukan ini benar atau tidak, tapi rasaku aku tak punya pilihan lain. Tak ada yang bisa membantuku kecuali Lisa.

Aku juga tidak tau bagaimana dia membantuku, tapi aku yakin dia memiliki solusinya.

Setelah aku menerima pesan dari Jiso, dan isinya nomor milik Lisa.
Dengan cepat aku mengirim pesan pada Lisa. Aku mengajaknya bertemu malam nanti.

.

Pukul 19:09, kini aku sudah berada di sebuah cafe sambil menunggu seseorang yang sejak tadi belum kunjung datang.

Aku melirik kembali jam tangan yang melingkar di pergelenganku, aku mendengus pelan. Sudah 39 menit aku menunggu, tapi dia belum juga datang.

Aku mengambil jus di hadapanku dan
mulai meminumnya.

Beberapa menit kemudian, tiba tiba dia datang dan langsung duduk di hadapanku tanpa rasa bersalah. Wajahnya begitu tenang tanpa ekspresi, sedangkan aku? Aku seperti chipmunk yang kelaparan.

"Jam karet," sindirku.

Dia hanya menaikan satu alisnya hingga membuatku mendengus lagi.

"Aku sudah lama menunggumu disini," ketusku to the point.

Dia menatapku, matanya sedikit menyipit, "Aku tak memintamu menungguku."

ICE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang